Apakah sanksi bisa membantu membongkar sumbu ledak ketegangan di semenanjung Korea

(VOVWORLD) - Di tengah-tengah ketegangan di semenanjung Korea belum ada tanda-tanda turun suhu, Republik Demokrasi Rakyat Korea (RDRK) baru saja meluncurkan rudal balistik dan ini adalah peluncuran rudal ke-7 sejak awal tahun ini sampai sekarang. Masalah yang memusingkan kepala para intelijen Amerika Serikat (AS) dan Republik Korea dan para analisis politik sekarang yalah mencari jawaban apa motivasi yang sebenarnya dari Pyong Yang di belakang semua peluncuran rudal ini, tanpa memperdulikan sanksi-sanksi.
Apakah sanksi bisa membantu membongkar sumbu ledak ketegangan di semenanjung Korea - ảnh 1 Apakah sanksi bisa membantu membongkar sumbu ledak ketegangan di semenanjung Korea (Foto : baomoi.com)

Peluncuran rudal tersebut dilaksanakan di tempat yang jauhnya kira-kira 100 Km dari ibukota Pyong Yang. Peluncuran rudal ini setelah terbang kira-kira 700 Km telah jatuh di kawasan sebelar timur RDRK dan Jepang. Ini adalah peluncuran rudal ke-7 sejak awal tahun ini sampai sekarang dan adalah kali ke-20 sejak tahun 2012, saat Kim Jong-un dilantik menjadi pemimpin RDRK.

 

Dekodenisasi semua peluncuran rudal RDRK

Setelah peluncuran tersebut, Republik Korea segera memberikan reaksi, menganggap ini sebagai tindakan yang berbahaya, mengancam perdamaian di semenanjung Korea dan seluruh dunia. AS juga segera mengadakan pertemuan dengan para sekutunya di kawasan untuk membahas langkah menghadapinya, mengajukan serangkaian sanksi baru terhadap negara ini.

Seperti kali-kali sebelumnya, AS dan Republik Korea cepat menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan komunitas internasional supaya menimbulkan tekanan terhadap RDRK untuk menghapuskan program nuklir dan rudal. Bersamaan itu, Seoul meletakkan tentara dalam situasi siaga bertahan, tentara AS dan kapal perang beserta semua kapal perusak yang diperlengkapi dengan senjata modern di kawasan ini sehingga membuat semenanjung Korea terkesan seperti selalu berada di pinggir jurang peperangan.

Sampai sekarang ini, opini umum mengajukan pertanyaan bahwa kenapa tanpa memperdulikan meningkatnya ancaman dan tekanan dari AS, RDRK masih terus memanifestasikan tekadnya melalui uji-uji coba rudal. Apakah Pyong Yang ingin menunggunakan peluncuran rudal sebagai penegasan tentang kekuatan nuklirnya atau masih adakah motivasi lain?

Bisa dilihat bahwa semua uji coba senantiasa berlangsung pada saat yang penting dari kawasan. Uji coba rudal yang dilakukan Selasa (16/5) yang lalu pada saat Beijing mengadakan Forum Tingkat Tinggi Kerjasama Internasional “Sabuk dan Jalan”, tempat menghimpun banyak pejabat negara-negara peserta. Lebih lebih lagi, uji coba ini dianggap sebagai ujian  bagi Presiden terpilih Republik Korea, Moon Jae-in, orang yang pernah memanifestasikan pandangan tentang pemecahan atas ketegangan di semenanjung Korea berbeda dengan pendahulunya. Khususnya, uji coba rudal berlangsung menjelang pertemuan puncak antara Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping setelah  dua pemimpin ini berencana mengadakan perbahasan tentang meningkatnya tekanan terhadap RDRK, guna memaksa negara ini menghapuskan pengembangan senjata.

Kita masih ingat bahwa pada awal bulan ini, Tiongkok untuk pertama kalinya setelah waktu bertahun-tahun telah menyatakan sikap secara terbuka yaitu berdiri di fihak AS dalam menangani masalah RDRK dengan cara memberikan suara  mengesahkan rancangan resolusi sanksi terhadap RDRK dari Dewan Keamanan PBB.

AS sedang menanti-nantikan Beijing menggunakan pengaruh-nya untuk menimbullkan tekanan terhadap Pyong Yang. Oleh karena itu, motivasi peluncuran uji coba rudal terkini RDRK, menurut para analis, bisa mudah didekodenisasi. Yang pertama, melalui peluncuran rudal ini, RDRK dengan diam-diam mengeluarkan sinyal bahwa negara ini sepenuhnya tidak bergantung pada Tiongkok, tidak menerima pengaturan dan penempatan yang bersangkutan dari Beijing. Yang kedua ialah juga dengan melalui peluncuran uji coba rudal ini, Pyong Yang ingi menyampaikan pesan bahwa betapapun  meningkatnya tekanan sanksi komunitas internasional, malah negara ini tidak melepaskan haluan pengembangan senjata nuklir. Dan akhirnya, RDRK dengan melalui uji coba rudal ini mau merebut posisi berinisiatif di meja perundingan kalau dialog enam pihak diadakan.

Dan AS sedang menanti-nantikan Beijing menggunakan pengaruh-nya  untuk menimbullkan tekanan terhadap Pyong Yang. Oleh karena itu, motivasi peluncuran uji coba rudal terkini RDRK, menurut para analis, bisa mudah didekodenisasi. Yang pertama, melalui peluncuran rudal ini, RDRK dengan diam-diam mengeluarkan sinyal bahwa negara ini sepenuhnya tidak bergantung pada Tiongkok, tidak menerima pengaturan dan penempatan yang bersangkutan dari Beijing. Yang kedua ialah juga dengan melalui peluncuran uji coba rudal ini, Pyong Yang ingi menyampaikan pesan bahwa betapapun  meningkatnya tekanan sanksi komunitas internasional, malah negara ini tidak melepaskan haluan pengembangan senjata nuklir. Dan akhir-nya, RDRK dengan melalui uji coba rudal ini mau merebut posisi berinisiatif di meja perundingan kalau dialog enam pihak diadakan.

 

Apakah sanksi merupakan solusi guna membantu membongkar sumbu ledak ketegangan?

Jelaslah tindakan peluncuran uji coba rudal RDRK meningkatkan ketegangan di kawasan, merusak situasi proses denuklirisasi semenanjung Korea. Tapi selama kira-kira lima tahun ini, semenanjung Korea masih menyaksikan pengulangan putaran peluncuran  rudal, provokasi dan sanksi. Semua sanksi dan isolasi terhadap Pyong Yang tidak memberikan hasil kongkrit mana pun, malah lebih mengorek lagi lubang perpisahan antar-pihak, memojokkan kawasan  ini ke dalam satu perlombaan senjata menyeluruh.

Sampai saat ini, para peninjau menganggap bahwa komunitas internasional perlu berfikir secara serius tentang  arah mengatasi krisis nuklir yang sudah sampai ke tarap alarm. Kalau arah yang sekarang dijalankan oleh semua pihak ialah meneruskan ketegangan dan tidak ada konsessi, maka situasi akan sulit berubah menurut arah yang lebih positif. Selama semua pihak belum menunjukkan kemauan baik dan memberikan konsesi, belum mengusahakan suara bersama untuk duduk bersama pada meja perundingan, maka semenanjung Korea menjumpai banyak prahara. 

Komentar

Yang lain