Bahaya meledaknya ketegangan baru di Timur Tengah

(VOVWORLD) - Setelah memutuskan mengakui Jerusalem sebagai Ibukota Israel, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Senin (25/3) dengan resmi menyatakan mengakui kedaulatan Israel terhadap dataran tinggi Golan. Gerak-gerik Presiden Donald Trump tersebut sekali lagi membawa Presiden ini menjadi sentral di gelanggang politik internasional, ketika membalikkan politik AS terhadap kawasan ini yang pernah dipertahankan dalam waktu 50 tahun lebih ini. Gerak-gerik ini membangkitkan kecemasan mendalam di dunia, memperingatkan kemungkinan timbulnya akibat yang teramat berbahaya tentang politik, keamanan dan kaitannya tentang hukum internasional.

 Bahaya meledaknya ketegangan baru di Timur Tengah - ảnh 1

Presiden Donald Trump Tổng thống Trump menandatangani pernyatana mengakui  daerah tinggi Golan  milik wilayah Israel . (Foto:  AP)

Pernyataan Presiden Donald Trump merupakan langkah terkini AS yang menimbulkan perdebatan-perdebatan di Timur Tengah, termasuk di negara-negara yang mempunyai hubungan dengan Israel maupun negara yang bermusuhan. Pernyataan ini  juga ada bahaya meledaknya  satu bahaya bentrokan baru di  wilayah yang dipersengketakan oleh Israel dan Suriah selama beberapa dekade ini.

Dengan mendadak mengganti kebijakan

Pernyataan Donald Trump menandai perubahan mendadak dalam politik AS terhadap status dari satu kawasan sengketa yang direbut Israel dari tangan Suriah dalam perang 6 hari  pada tahun 1967 dan digabungkan pada tahun 1981, satu gerak-gerik yang tidak diakui oleh dunia internasional.

Pernyataan Presiden Donald Trump mengenai dataran  tinggi Golan tidak hanya tidak memperdulikan hukum internasional saja, melainkan juga bertentangan sepenuhnya dengan pandangan AS yang bersangkutan sejak dulu sampai sekarang. Dataran tinggi Golan selama ini adalah wilayah milik Suriah. Israel merebut-nya dalam perang tahun 1967 dan menggabungkannya kedalam  wilayah Israel pada tahun 1981. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkonfirmasikan kedaulatan sepenuhnya dari Suriah terhadap dataran tinggi Golan, menganggap tindakan AS terhadap Golan sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan meminta kepada Israel supaya mengembalikan wilayah ini kepada Suriah. Yang patut diperhatikan yalah ini juga merupakan pandangan dan sikap resmi AS selama ini tentang daerah tinggi Golan. Dua resolusi yang bersangkutan dari Dewan Keamanan PBB dengan isi seperti di atas yalah Resolusi 242 tertanggal 22/11/1967 dan Resolusi 497 tertanggal 17/12/1981, semuanya mendapat dukungan AS.

Pernyataan Presiden Donald Trump sudah barang tentu telah menyalakan gelombang celaan dari negara-negara di dalam dan luar kawasan. Suriah menganggap bahwa ini merupakan satu  serangan terhadap satu negara berdaulat di kawasan, bersamaan itu menegaskan bahwa gerak gerik Presiden Donald Trump kali ini berarti terhadap negara AS. Banyak negara juga memperingatkan bahwa pengakuan AS terhadap kedaulatan Israel atas dataran tinggi Golan akan menimbulkan gelombang ketegangan baru di Timur Tengah, menekankan perlunya menghormati semua keputusan mengenai legalitas internasional dan Piagam PBB. Sementara itu, pada pihak-nya, PBB segera setelah pernyataan Presiden Donald Trump, juru bicara PBB, Stephane Dujarric menegaskan  bahwa politik PBB tentang dataran tinggi Golan belum berubah.

Kaitan-kaitan yang merusak

Munculnya AS telah membuat dataran tinggi Golan menjadi satu titik api yang paling baru di Timur Tengah. Politik-politik  Presiden Donal Trump akhir-akhir ini, baik dari mengakuan terhadap Jerusalem sebagai Ibukota Israel, memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem dan kali ini mengklaim kedaulatan dataran tinggi Golan adalah milik Israel dan sebagainya telah menimbulkan kecemasan besar terhadap hukum internasional, keamanan dan kestabilan di kawasan ini. Menurut penilaian dari kalangan pengamat, gerak-gerik Presiden Donald Trump ini sepenuhnya bukan merupakan keputusan spontan, melainkan merupakan langkah lanjutan dalam pandangan kebijakan Pemerintah AS terhadap Israel dan Timur Tengah selama ini.

Pada latar belakangan perang dalam negeri di Suriah telah memasuki  tahap terakhir dan Suriah telah berhasil menghimpun satu persekutuan yang kuat, di antaranya Rusia sedang muncul dengan peranan sebagai pendekar baru di Timur Tengah, sementara itu peranan AS di kawasan ini sedang menjadi kabur.  Keputusan ini bisa menandai kembalinya AS di Timur Tengah, mulai terbentuk satu persaingan geopolitik baru.

Tercipta-nya satu  titik api baru bagi  Washington pada saat ini mempunyai makna yang amat penting dan dataran  tinggi Golan justru merupakan satu tempat yang terpilih. Pernyataan mengakui kedaulatan Golan  adalah milik Israel juga dianggap sebagai satu kartu suara dukungan terhadap Perdana Menteri Israel, Netanyahu menjelang pemilihan Parlemen negara ini. Tapi, seberapa  jauh Presiden Donald Trump memberikan kepuasan kepada Israel, sebegitu jauh pula para sekutu dan mitra strategis AS di kawasan menaruh kesangsian dan sulit berperilaku. Geak-gerik AS ini semakin mengorek lebih dalam lagi  perselisihan  antara dunia Arab dengan Israel di Timur Tengah. Mayoritas dunia Arab telah pernah merasa naik pitam ketika Washington mengakui Jerusalem sebagai Ibukota Israel, sekarang ini dengan langkah  baru dari AS ini, permusuhan  dari dunia Arab terhadap Israel mungkin lebih memanas lagi.

Pada kenyataan-nya, masalah Israel mengklaim kedaulatan di dataran tinggi Golan adalah tidak baru, dan semua reaksi balasan melalui pernyataan-pernyataan Suriah juga seperti itu, hal itu sudah memakan waktu bertahun-tahun ini. Tapi, perihal Washington langsung ikut serta dalam masalah bentrokan antara dua negara ini sedang menciptakan kaitan-kaitan yang berbahaya, menimbulkan instabilitas di Timur Tengah dan melemahkan peluang perdamaian berjangka panjang di kawasan.

Komentar

Yang lain