Masa bakti yang penuh dengan ujian bagi Presiden baru Dewan Uni Eropa

(VOVWORLD) - Dari tanggal 1 Juli, Austria resmi menerima jabatan Presiden Dewan Uni Eropa. Dalam masa bakti 6 bulan ini, Pemerintah pimpinan Perdana Menteri (PM) Sebastian Kurz harus menangani sangat banyak masalah penting di mana arti keputusan-keputusan  yang dikeluarkan pasti akan menimbulkan pengaruh yang berjangka-panjang dan kuat terhadap masa depan Uni Eropa, bersatu atau lebih terpecah-belah ketika Uni Eropa sedang menghadapi serentetan tantangan yang serius.
Masa bakti yang penuh dengan ujian bagi Presiden baru Dewan Uni Eropa - ảnh 1 Perdana Menteri Austria, Sebastian Kurz  (Foto: Xhinhua/VNA)

Menurut keputusan, Presiden Dewan Uni Eropa dipikul secara bergilir oleh negara-negara anggota setelah setiap 6 bulan. Negara presiden punya tugas mimpin sidang-sidang Dewan Uni Eropa, memutuskan agenda, menetapkan program kerja dan menciptakan syarat yang kondusif untuk melakukan dialog baik dalam sidang-sidang dewan ini atau dengan institusi-institusi Uni Eropa yang lain.

 

Waktu yang penting bagi Uni Eropa

Austria menerima jabatan Presiden Dewan Uni Eropa dari Bulgaria pada latar belakang blok ini sedang menghadapi tantangan-tantangan yang sangat besar baik hubungan internal maupun hubungan dengan luar. Keamanan internal blok, krisis utang publik atau permufakatan tentang masalah migran yang aru saja dicapai oleh blok ini sedang sangat memerlukan satu tekad politik yang kuat untuk dilaksanakan. Perundingan tentang Brexit (keluarganya Inggris dari Uni Eropa), hubungan dengan Amerika Serikat, Rusia dan lain-lain juga memberikan beban kepada Austria yaitu Presiden baru Dewan Uni Eropa.

Menurut agenda menyeluruh yang diumumkan oleh Pemerintah Austria, prioritas yang terbesar dalam masa baktinya ialah mendorong masalah keamanan dan kebijakan tentang migran. Dengan slogan: “Satu Eropa yang membela”, maka pandangan Austria ialah mengimbau satu kebijakan migrasi Eropa yang lebih ketat, memperkuat penjagaan terhadap garis-garis perbatasan di luar Uni Eropa, menjamin keamanan bagi warga, menghadapi imigrasi ilegal. Austria juga berhaluan mendorong perundingan-perundingan tentang anggaran keuangan jangka-panjang bagi Uni Eropa tahap 2021-2027. Selain itu, Austria juga berhaluan membuka pintu  Uni Eropa secara lebar untuk menyambut para anggota baru.

Brexit juga merupakan prioritas yang perlu dipecahkan agar Inggris bisa resmi meninggalkan Uni Eropa pada bulan Maret 2019 secara “lancar”, menetapkan kembali hubungan ekonomi bilateral antara Inggris dengan Uni Eropa.

Dalam hubungan dengan Rusia, selaku Presiden Dewan Uni Eropa, Austria akan mendorong satu hubungan menurut arah yang akrab dengna negara adi kuasa ini  setelah sanksi-sanksi untuk mengurangi kerugian terhadap badan usaha Eropa. Bagi Amerika Serikat, Austria harus berbuat sebagaimana untuk mendorong perundingan guna mencegah bahaya tentang satu perang perdagangan.

 

Masa bakti yang tidak mudah

Target yang penuh ambisius  seperti itu, tetapi kesulitan-kesulitan obyektif maupun masalah internal blok ini bisa membuat target-target yang penuh ambisius dari Austria menjadi sulit dilaksanakan.

Pertama, tahun 2018 merupakan yang bersifat menentukan bagi Uni Eropa ketika banyak institusi dari organisasi ini sedang siap melakukan restrukturisasi tentang personalia karena ada banyak pemilu berlangsung di negara-negara anggota maupun  pemilu Parlemen pada tahun mendatang. Pada latar belakang ini, pemerintah banyak negara sekarang sedang berfokus pada masalah-masalah substantif yang bersangkutan dengan kehidupan politik domestik lebih dari pada tingkat Uni Eropa. Oleh karena itu, dimungkinkan bahwa “berpadu tenaga” dalam Uni Eropa akan dibatasi.

Kedua, dalam masalah-masalah sulit yang masih ada dalam Uni Eropa tetap disaksikan pendirian-pendirian yang tidak tunggal dari negara-negara anggota, yang paling mencuat ialah masalah migran. Walaupun Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa yang berakhir pada tanggal 29 Juni lalu telah mencapai satu permufakatan tentang masalah ini, tetapi perselisihan antara negara-negara Eropa Timur dan Eropa Barat tetap ada sehingga membuat pelaksanaan permufakatan ini sangat tipis.

Selama ini, Austria telah memanifestasikan tekad mencegah perpecahan internal Uni Eropa dan bertindak sebagai mediator dialog antara semua pihak. Dengan jabatan baru, di bawah pengendalian dari seorang Perdana Menteri yang paling muda dalam sejarah, ditambah lagi, Austria telah dua kali pernah memikul jabatan Presiden Dewan Uni Eropa (1998 dan 2006), ini merupakan waktu bagi negara Eropa Barat ini membuktikan kemampuannya sebagai faktor mendorong persatuan Uni Eropa. Akan tetapi, pada latar belakang Uni Eropa yang sedang menghadapi seribu satu kesulitan yang bersangkutan dengan Brexit, masalah migran, diferensi tentang kepentingan antara negara-negara anggota, keamanan internal serta masalah anggaran keuangan Uni Eropa dan lain-lain, maka waktu 6 bulan dalam masa bakti benar-benar merupakan satu ujian yang sulit bagi Wina.  

Komentar

Yang lain