Masalah migran terus memecah-belah Eropa”

(VOVWORLD) - Untuk mempersiapkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa yang akan diadakan dari 28-29 Juni ini, negara-negara Eropa sedang berupaya keras untuk mengusahakan kebulatan pendapat tentang masalah-masalah yang salah satu di antaranya ialah masalah migran. Namun, tampaknya  masalah migran  sedang menjadi panas kembali dan terus menimbulkan perpecahan dalam Uni Eropa, khususnya setelah Italia dan Malta menolak kapal pertolongan yang membawa 600 orang migran  berlabuh di pelabuhan. 
Masalah migran terus  memecah-belah Eropa” - ảnh 1 Masalah migran terus  memecah-belah Eropa” (Foto :AFP/VNA)

Masalah  migran selama ini  telah diam-diam memecah-belah internal  Uni Eropa. Ini juga merupakan salah satu di antara alasan-alasan yang mendorong Inggeris meninggalkan Uni Eropa, dengan akibat-akibat tentang politik dan ekonomi yang mendalam.

Ketika  krisis  migran  meledak,  Eropa tampaknya tetap belum bisa sampai ke kesepakatan dalam  memecahkan tantangan ini.  Dan pada saat Uni Eropa tetap belum mencapai satu solusi paling optimal, maka setiap hari tetap ada ratusan orang dari Libia, Suriah dan lain-lain,  tanpa memperdulikan bahaya, menerobos Laut Tengah masuk ke Uni Eropa.

Bersusah payah mencari “celah sempit” bagi masalah migran.

Presiden Perancis, Emmanuel  Macron dan timpalan-nya dari Jerman, Angela Merkel mengadakan pertemuan di Berlin untuk mendorong satu upaya bersama dalam Uni Eropa guna memecahkan masalah migran, menggariskan satu kebijakan yang bisa diterima oleh semua negara anggotanya.

Namun, ketegangan telah meledak di seluruh Eropa setelah Italia dan Malta pada pekan lalu menolak membuka pintu pelabuhan bagi kapal Aquarius dari Perancis yang membawa kaum migran ilegal untuk bisa diselamatkan, bersamaan itu memperingatkan akan terus menutup pintu pelabuhan-pelabuhan terhadap kapal asing yang menyelamatkan manusia di laut. Gerak-gerik ini membuat kemungkinan mencapai suatu  permufakatan tentang masalah migran menjadi  lebih sulit.

Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte merupakan orang yang berpandangan menentang imigrasi dan bersikap skeptis Eropa. Pada pertemuan dengan timpalannya dari Jerman, Angela Merkel, pada Senin (18 Juni), PM Giuseppe Conte  terus menegaskan lagi pesan yang kuat tentang reformasi ketentuan-ketentuan  yang tercantum dalam Traktat Dublin yang membebankan masalah pengungsi kepada negara-negara  tempat kaum migran masuk  untuk  pertama kalinya. Pandangan Pemerintah baru di Italia tentang masalah ini sekali lagi menciptakan tantangan bagi pola “rumah bersama” Eropa. Keputusan Italia ini terbentur dengan celaan kuat dari Presiden Perancis, Emmanuel Macron dan mengakibatkan bahaya keretakan dalam hubungan yang sudah cukup baik antara dua sekutu selama  bertahun-tahun ini.

Paris berharap  akan bisa meyakinkan Berlin yang memperkuat bantuan keuangan kepada pasukan  perbatasan Frontex dari Uni Eropa, mempercepat pembentukan pusat-pusat pemecahan masalah migran di Afrika. Namun, tampaknya ruang politik untuk bertindak dari Kanselir Jerman, Angela Merkel juga sedang  menyempit.  Sekarang, Kanselir Angela Merkel dan Menteri Dalam Negeri Horst Seehofer yang sekaligus adalah pemimpin Partai Uni Sosial Kristen (CSU) sedang bererselisih tentang  kebijakan migran, sehingga  menciptakan bahaya  tidak kecil  bagi persekutan besar yang berkuasa yang mudah runtuh di Jerman antara CDU/CSU dan Partai Sosial Demokratik  (SPD). Pada saat Kanselir Angela Merkel berhaluan mengusahakan satu solusi di tingkat seluruh Eropa bagi kaum migran ilegal pada  KTT yang dijadwalkan akan diadakan dari 28 sampai 29 Juni ini,  maka  Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer ingin memperketat kontrol terhadap garis perbatasan Jerman dan menolak  penerimaan kaum migran ilegal. Pada awal bulan ini, Kanselir Angela Merkel mendukung seruan Presiden Perancis, Emmanuel Macron tentang pembentukan satu dana investasi untuk membantu negara-negara Eropa yang lebih miskin di bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan, teknologi dan pembaruan. Namun, sekarang tetap belum jelas beberapa jumlahnya dana ini karena Jerman tetap belum  menerima angka senilai miliaran Euro yang diajukan oleh Perancis.

Masalah migran tetap menyelubungkan bayang hitam terhadap  Uni Eropa.

Pada kenyataan-nya,  selama  hampir 3 tahun ini sejak krisis migran meledak di Eropa pada tahun 2015, Uni Eropa telah mengadakan perundingan untuk mengusahakan satu politik umum tentang kaum migran, namun tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Upaya-upaya keras untuk membongkar sumbu ledak dari  krisis  yang bersangkutan dengan  masalah migran belum sampai ke sasaran karena  masalah alokasi migran masih menimbulkan perselisihan. Misalnya Italia dan Malta baru-baru ini menolak kapal pertolongan yang membawa 600 orang migran lebih berlabuh di pelabuhan-nya. Pada latar belakang itu, bisa dilihat bahwa panorama persatuan Uni Eropa belum ada tambahan warna cerah. Apakah pemecahan atas perselisihan-perselisihan mendalam yang selama ini telah memecah-belah negara-negara anggota Uni Eropa sejak hari awal krisis  migran  pada tahun 2015  bisa diatasi pada KTT Uni Eropa yang akan diadakan pada akhir bulan ini, hal ini masih menunggu negara-negara lokomotif Uni Eropa seperti Perancis, Jerman dan Italia untuk menuju ke satu permufakatan bersama bagi seluruh blok ini.

Komentar

Yang lain