Nilai guci dalam kehidupan warga etnis minoritas E De

(VOVWORLD) - E De adalah etnis minoritas yang hidup di Daerah Tay Nguyen Tengah, memiliki kebudayaan yang berkaitan dengan sejarah perkembangan peradaban ladang dan huma. Dalam kehidupan spiritualitas, warga etnis minoritas E De menganut kepercayaan politeisme, semua benda punya jiwa, mka ada banyak ritual pemujaan yang bersangkutan dengan pertanian. Dalam proses melaksanakan ritual-ritual ini, satu benda yang tidak bisa kurang ialah guci yang dibuat dari berbagai jenis keramik (atau disebut Che). Guci ini digunakan untuk memeram miras dan mewadahi untuk memberi sedekah kepada dewa.
Nilai guci dalam kehidupan warga etnis minoritas E De - ảnh 1Guci adalah benda yang tidak bisa kurang dalam ritual-ritual warga etnis minoritas E De  (Foto: vov.vn) 

Dari dahulu kala, bagi etnis-etnis minoritas  di Daerah Tay Nguyen pada umumnya dan etnis minoritas E De pada khususnya, guci miras Can merupakan satu aset yang bernilai. Orang membeli guci ini tidak hanya untuk memeram miras saja, tapi disediakan sebagai benda pusaka keluarga, bisa digunakan sebagai maskawin dalam acara pernikahan, pemberian tebusan ketika dikenai hukuman, sebagai bingkisan untuk diberikan kepada teman, sanak keluarga dan lain-lain. Di setiap rumah gadang dengan tipe arsitektur yang khas dari warga etnis minoritas E De, di samping dapur, pandi perunggu, berbagai jenis gong dan bonang, maka ada satu benda hiasan yang menonjol dan tidak bisa kurang ialah guci miras Can. Pada saat gong dan bonang dianggap sebagai benda-benda yang paling keramat dan paling bernilai di setiap keluarga dan komunitas, maka guci ini memanifestasikan kemakmuran, kekuatan marga dan lain-lain. Saudari H’Be, pemandu museum dari Museum Provinsi Dak Lak memberitahukan: “Dulu, ada guci yang harus diganti dengan 7 sampai 10 ekor kerbau. Untuk mengetahui  keluarga yang kaya atau miskin, maka orang melihat apakah keluarga itu punya banyak bonang dan guci atau tidak atau apakah keluarga itu punya banyak kerbau dan sapi atau tidak”.

Di rumah gadang milik bapak Y Bhiao Mlo di Kotamadya Buon Ho, Provinsi Dak Lak ada banyak jenis guci yang bernilai dengan banyak ukuran yang diatur secara tertib. Ada guci yang kosong dan ada yang sedang berisi miras. Bapak Y Bhiao Mlo memberitahukan bahwa ini merupakan guci-guci yang disimpan oleh keluarganya dan dibeli dari warga di dukuh-dukuh yang lain, nilainya sama dengan seeko sapi. Dulu, di dukuh-dukuh, guci masih banyak, tapi sekarang ini, karena berkurangnnya penyelenggaraan ritual-ritual tradisional dan situasi perdagangan benda-benda klasik yang terjadi di beberapa daerah, maka guci-guci yang bernilai semakin lebih langka. Dia memberitahukan: “Keluarga saya memiliki 4 sampai 5 jenis guci semunya kira-kira 20 buah, di antaranya ada banyak yang baru saja saya beli. Guci-guci yang bernilai dan guci klasik seperti guci Tang baru saja saya beli. Guci-guci peninggalan oleh ayah-ibu  telah terbakar pada tahun 1973. Sekarang ini, guci sangat langka, kalau mau beli juga tidak ada. Tapi sekarang ini, siapa  yang menjualnya, kami bersedia membelinya karena ingin menjaga aset yang bernilai dari etnis saya dan digunakan dalam ritual-ritual”.

Warga etnis minoritas E De mengklasifikasikan guci menjadi empat jenis utama yaitu guci Tuk, guci Tang, guci Ba dan gudi Bo. Menurut konsep pengertian mereka, guci-guci yang semakin klasik semakin bernilai, sekaligus merupakan guci yang suci. Guci yang berisi miras tidak bisa kurang dalam semua ritual, dari ritual menyambut padi baru, memohon kesehatan, memohon panenan yang berlimpah-limpah dan lain-lain. Guci juga merupakan salah satu di antara benda-benda pertama yang disedekahkan kepada Yang Maha Kuasa (Yang). Oleh karena itu, adat istiadat umum dari warga etnis minoritas Tay Nguyen ialah setelah membeli guci atau sebelum menjual guci, mereka juga mengadakan upacara sedekah. Ketika membawa satu guci yang bernilai ke dalam rumahnya, mereka juga mengadakan ritual masuk untuk guci ini. Upacara  ini berarti tuan rumah ingin memberitahukan kepada sanak keluarga dan warga dukuh untuk turut bergembira kepada keluarga karena berhasil membeli satu guci yang bernilai, agar dari situ, guci ini resmi dianggap sebagai satu anggota dalam keluarga, diperlakukan sebagai manusia, hidup bersama secara jangka-panjang, sehat, gembira dan harmonis dengan keluarga. Juga seperti itu, ketika tidak menggunakannya lagi atau ketika menjual guci, mereka juga mengadakan upacara perpisahan dan kalau membuat guci ini pecah, maka harus mengadakan upacara minta maaf kepada dewa dan pemilik guci.

Ketika melaksanakan ritual-ritual menyedekahi dewa atau pada kesempatan pesta, guci-guci miras Can memanifestasikan  keramahan tuan rumah, marga atau dukuh. Mungkin karena itu, bagi banyak warga etnis minoritas E De, guci ini tidak semata-mata sebagai satu benda saja, tapi bersifat keramat dan merupakan perkakas untuk melakukan temu pergaulan dan mengaitkan komunitas dan marga. 

 

Komentar

Yang lain