Bayangan hantu populisme mengancam Eropa

(VOVworld) – Populisme semakin melanda luas di Eropa. Selama tahun-tahun belakangan ini, hasil pemilihan tingkat dewan perwakilan daerah, sub negara bagian dan nasional di banyak negara telah mencerminkan keberhasilan yang dicapai oleh partai-partai politik populisme. Khususnya , dari akhir tahun 2016 hingga sekarang terbukti kebangkitan yang kuat dari populisme di banyak negara Eropa dan bayangan hantu populisme sedang benar-benar menjadi kekhawatiran umum bagi partai-partai demokrat dan organisasi-organisasi sosial di Eropa.

 Bayangan hantu populisme mengancam Eropa - ảnh 1

Satu persidangan Parlemen Uni Eropa
(Foto: AFP-vovworld) 


Populisme didefinisikan sebagai satu perjuangan politik, satu langgam politik yang digunakan oleh wakil dari berbagai kecenderungan politik untuk menyerang dan menuduh satu sama lain dalam perjuangan merebut suara pemilih. Populisme tidak  menjalankan  satu sistim nilai  tertentu untuk dibedakan dengan sistim-sistim ideologi yang lain, oleh karena itu, populisme terwujud dalam semua kecenderungan politik (sayap kiri, sayap kanan, progresif, konservatif) dalam bentuk partai politik  penentang atau gerakan-gerakan sosial.

Mengapa populisme bersemarak?

Globalisasi ekonomi telah memperhebat kesenjangan antara semua unsur yang mendapat keuntungan dan unsur yang menderita kerugian. Pengangguran tidak hanya mengancam kaum buruh, personil,  melainkan termasuk lapisan menengah juga merasa khawatir  menghadapi degradasi sosial. Krisis sosial-ekonomi merupakan kesempatan bagi populisme untuk mendapat tambahan pemilih. Ditambah lagi, pola Eropa  menjanjikan bisa menciptakan keseimbangan antara pasar dan jaring pengaman sosial, tapi, dalam kenyataannya tidak seperti itu. Beberapa daerah yang kurang berkembang telah tidak mampu bersaing dalam menghadapi proses globalisasi sehingga menciptakan kontradiksi antara berbagai lapisan dalam maysarakat. Kalangan pekerja dan lapisan menengah bersikap menolak Eropa secara paling kuat.

Keberhasilan yang dicapai oleh populisme selama ini berdasarkan pada ketidak-puasan dari para pemilih terhadap keputusan-keputusan politik yang dikeluarkan oleh partai  berkuasa atau situasi perubahan watak dari lapisan intisari politik dalam masyarakat. Hal ini bisa tampak secara jelas melalui pandangan menentang penerimaan migran, mencurigai agama  Islam, menolak pernikahan sesama kelamin  di banyak negara Eropa  selama ini. Referendum di Inggris pada 6/2016 dengan pilihan warga “negeri embun” yang memilih keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau disebut Brexit dianggap sebagai puncaknya gelombang serangan dari populisme terhadap benteng-benteng Eropa. Atau sebelumnya, Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi telah harus mengundurkan diri setelah mengalami kegagalan dalam referendum tentang reformasi Undang-Undang Dasar. Kegagalan Matteo Renzi dianggap sebagai kesempatan  bagi para pendukung ideologi populisme yang menentang semua prinsip sosial, politik dan ekonomi tradisional.

Bersama-sama beraksi untuk menghadapinya

Kalangan analis mencemaskan bahwa populisme bisa lebih melanda secara luas di Eropa pada tahun ini. Walaupun populisme telah tidak mencapai kemenangan dalam pemilihan di Belanda baru-baru ini, tapi, pada waktu mendatang, Kanselir Jerman, Angela Merkel, orang yang telah membuka pintu untuk menerima serentetan migran selama dua tahun ini, sekali lagi akan mencalonkan diri lagi. Kesempatan bagi ibu Angela Merkel untuk terus mencapai kemenangan dalam pemilihan sangat tipis dalam menghadapi kebangkitan Partai AfD yang menentang kaum migran dan kaum Muslim. Selain itu, ibu Angela Merkel juga harus  mencerita celaan keras di dalam partai politiknya.

Dalam pada itu, proses Brexit masih mengalami terlalu banyak rintangan. Proses mengaktifkan pasal 50 Traktat Lisabon bagi keluarnya Inggris dari Uni Eropa sedang mengalami langkah-langkah permulaan. Proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa memakan waktu dua tahun, tetapi semua instabilitas tampaknya telah berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan Inggris serta harapan tentang percepatan melakukan perundingan tentang perjanjian- perjanjian perdagangan bilateral dengan negara-negara di luar Uni Eropa. Ketika menilai penggalan jalan yang penuh rintangan di depan mata sebelum Inggris berupaya menggalang hubungan-hubungan ekonomi dan perdagangan baru, kalangan analis memperingatkan bahwa  keluarnya Inggris dari Uni Eropa hanyalah langkah pertama dari perjalanan ini. Inggris akan harus membentuk kebijakan perdagangan baru yang mungkin akan memakan waktu 20 tahun.

Bayangan hantu  populisme benar-benar menjadi kecemasan umum terhadap partai-partai demokrat, semua organisasi sosial dan kalangan media di Eropa sekarang ini. Sampai berapa lama hantu  baru ini mampu “bertahan” , hal itu akan bergantung pada langkah-langkah dalam memulihkan keaslian partai yang berkuasa dan daya-guna aksi politik yang dijalankan oleh pemerintah-pemerintah demokrat di Eropa. Jelaslah bahwa, populisme atau populisme sayap kanan sedang menjadi satu gejala dari institusi-institusi demokrat Barat, pada latar belakang ketidak-adilan sosial mungkin bisa memainkan peranan yang menentukan terhadap pilihan  para pemilih. Kalau pemerintah negara-negara Barat tidak berusaha lebih keras lagi untuk memecahkan banyak masalah sosial-ekonomi yang sedang mereka hadapi, maka populisme akan menimbulkan banyak gempa baru. 

Komentar

Yang lain