Menemui Eko Widianto- relawan pengajar bahasa Indonesia di Kota Ha Noi

(VOVWORLD) - Eko Widianto, lelaki 27 tahun asal Indonesia sekarang ini sedang tinggal dan mengajar bahasa Indonesia di Kota Ha Noi. Selama 3 bulan bekerja di kota ini  sebagai seorang relawan, dia punya tugas menyosialisasikan bahasa dan kebudayaan Indonesia kepada warga Ibu kota Ha Noi.
Menemui Eko Widianto- relawan pengajar bahasa Indonesia di Kota Ha Noi - ảnh 1 Eko Widianto memimbing para siswa membuat kolak pisang  (Foto: Nguyen Ha) 

Selama dua bulan ini, pada hari-hari Selasa, Kamis dan Sabtu sore setiap pekan, saudara Eko Widianto naik bis datang ke Universitas Ha Noi untuk mengajar bahasa Indonesia kepada para mahasiswa. Selain kursus-kursus di universitas, dia juga ikut mengajar bahasa Indonesia di “Umah Indo”-satu ruang pameran tentang Indonesia yang terletak di pekarangan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kota Ha Noi. Total seluruh siswanya meningkat sampai 200 orang yang mayoritasnya adalah para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, sisanya adalah para aspiran dan personil dari perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas di bidang yang bersangkutan dengan Indonesia.

“Pertama saya ingin tahun-tahun berikutnya program pelajaran bahasa Indonesia di Viet Nam makin besar dan lebih luas karena di tahun pertama ini ada kira-kira 230 pelajar, jadi untuk tahun-tahun selanjutnya seharusnya lebih besar lagi. Kemudian yang kedua, pelajar di Viet Nam, di Ha Noi khususnya bisa ke Indonesia untuk ikut serta dalam beberapa program beasiswa. Yang paling penting, pada tahun-tahun berikutnya semoga di salah satu Universitas di Ha Noi membuka program studi atau jurusan bahasa Indonesia”.

Akan tetapi, ketika memutuskan datang ke Viet Nam, saudara Eko Widianto harus  mengalami perjuangan fikiran yang besar. Pada waktu itu, istrinya telah hamil  6 bulan. Dia memikirkan istrinya, tetapi justru istrinya adalah orang yang menyemangati dia supaya dengan  tenang melaksanakan tugas. Saudara Eko Widianto mengatakan:

Istri saya sudah mengerti pekerjaan saya. Dia juga seorang dosen, saya dosen dan kapan saja negara memanggil saya bertugas, kita harus siap, termasuk dia sudah siap. Pertama dia sedih karena dia sedang hamil tetapi ketika dia tahu bahwa nanti kepulangan bulan Desember, dia tetap ok”.

Menemui Eko Widianto- relawan pengajar bahasa Indonesia di Kota Ha Noi - ảnh 2Eko Widianto dalam satu jam mengajar di Universitas Ha Noi (Foto: Facebook Eko Widianto) 

Ketika datang ke Viet Nam, dia merasa seperti sedang hidup di Indonesia karena kebudayaan dua negara tidak jauh berbeda. Dia tidak menjumpai kesulitan besar selain masakan dan rintangan tentang bahasa. Bagi dia, hari dimulai pada pukul 5.00. Sebagai seorang Muslim, maka dia mempunyai kebiasaan bangun dini untuk melakukan sembahyang. Kemudian, dia sendiri membuat masakan  pagi, pergi ke pasar dan berangkat ke “Umah Indo” pada pukul 8.30 untuk mempersiapkan kursus bahasa Indonesia.

Jam kerja pada hari ini lebih istimewa terbanding dengan hari-hari lain. Melepaskan buku dan huruf, para siswa bersama dengan pak guru Eko Widianto memasak “Kolak pisang”. Semua bahan mentah sudah disiapkan oleh para siswa sebelumnya. Setelah jam kuliah, para siswa tidak hanya dapat belajar banyak kosakata, tapi juga mengerti lagi kebudayaan Indonesia melalui masakan ini.

"Karena sebelumnya mereka ada ujian, jadi harus ada waktu freshing. Dan hari ini kita masak masakan Indonesia. Pertama untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Yang ke-2, agar tidak selalu belajar bahasa, tapi belajar bahasa dengan belajar budaya Indonesia, salah satunya makanan karena nanti kalau mereka bisa masak makanan Indonesia di sini dan mereka suka, mereka bisa masak di rumah dan memperkenalkan-nya kepada keluarga dan teman-temannya".

Para siswa merasa sangat antusias bagi pengajaran yang diberikan oleh pak Eko Widianto dan selalu memberikan rasa cinta istimewa kepada dia. Saudari Ho Thi Dinh, mahasiswi tahun ke-2 Institut Ekonomi Nasional Ha Noi memberitahukan: “Ketika  membayangkan dia, saya berpikir tentang kata “funny”, karena dia sangat humoritis. Ada jam belajar di mana kami merasa sangat lelah, tetapi setelah selesai belajar di kursus ini, kami merasa penuh energi dan lebih mencintai negeri Indonesia. Dia punya cara penyampaian yang sangat mudah dimengerti. Dia berbaur dan membantu semua orang untuk merasa antusias dan ingin belajar bahasa ini”.

Justru perasaan dan rasa haus belajar dari para siswa menjadi tenaga pendorong untuk membantu Eko Widianto berupaya menyampaikan opsi-opsi pengajaran yang paling baik dan paling dimengerti. Nampaknya tidak ada kesenjangan antara guru dan siswa, mereka benar-benar berteman satu sama lain. Para siswa mengantar pak Eko Widianto untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Kota Ha Noi. Hal ini tidak hanya mengaitkan perasaan antara semua orang, membantu para siswa menambah banyak kosakata, tapi lebih dari pada yang sudah-sudah ialah membantu pak Eko Widianto menemukan keindahan Vietnam lebih banyak lagi. Eko Widianto mengatakan:

"Pertama saya suka Hanoi karena aman. Kemudian suasananya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, jadi saya cepat beradaptasi, cepat bergaul, orang-orang di Hanoi juga ramah ketika saya perlu bantuan, saya bisa bertanya kepada siapa saja meskipun kadang-kadang ada orang-orang yang tidak bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus belajar sedikit bahasa Viet Nam".

Pada awal bulan Desember mendatang, pak Eko Widianto akan pulang ke tanah air, mengakhiri masa 3 bulan bertugas di Kota Ha Noi. Dia memberitahukan bahwa pada tahun mendatang, kalau bisa, dia tetap memilih Viet Nam untuk meneruskan perjalanan membawa bahasa dan kebudayaan indonesia kepada semua orang. Atau sedikit-dikitnya dia akan membawa istri, anak dan keluarganya mengunjungi Viet Nam dan menemui kembali teman-temannya di Viet Nam.  

Komentar

Yang lain