(VOVWORLD) - Sanksi-sanksi yang dikenakan kembali oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Iran resmi berlaku pada Selasa (7 Agustus). Pengenaan sanksi merupakan satu pilar penting dalam kebijakan Washington terhadap Iran. Akan tetapi, kalangan analis menilai bahwa sanksi-sanksi yang dikenakan kembali oleh AS sulit ada kemungkitan yang membuat Iran mengubah kebijakan negara ini di kawasan Timur Tengah.
Ilustrasi (Foto: reuters) |
AS menyatakan mengenakan kembali sanksi terhadap Iran setelah AS menarik diri dari permufakatan nuklir yang bersejarah yang ditandatangani pada tahun 2015 dengan Iran. Paket sanksi pertama yang dikenakan oleh As punya batas waktu 90 hari, mulai pada Selasa (7 Agustus). Menurut itu, Pemerintah Iran akan dilarang membeli mata uang USD, dicegah melakukan transaksi emas dan berbagai logam lain, batu bara dan perangkat lunak yang bersangkutan dengan industri. Selain itu, AS juga menghentikan impor berbagai jenis barang permadani dan bahan makanan dari Iran dan mencegah beberapa transaksi keuangan negara ini.
Kemudian, sampai awal bulan November, AS berencana mengenakan paket sanksi kedua terhadap minyak tambang dan bank sentral Iran.
Sikap keras AS
AS mengenakan kembali sanksi terhadap Iran pada latar belakang perekonomian Iran sedang menunjukkan ada indikasi krisis, inflasi meningkat, nilai mata uang domestik merosot. Situasi ekonomi yang mengalamai kesulitan meningkatkan tantangan-tantangan di segi sosial di Iran seperti misalnya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin lebih besar, instabilitas mengalami eskalasi ketika di Iran semakin berlangsung banyak demonstrasi. Prakiraan IMF tentang pertumbuhan ekonomi Iran pada tahun ini mencapai kira-kira 4%, tetapi dampak-dampak buruk akibat sanksi-sanksi AS bisa membuat taraf pertumbuhan turun menjadi di bawah 2%.
Tepat pada hari perintah sanksi terhadap Iran berlaku, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo menegaskan secara kuat bahwa AS akan melaksanakan secara lengkap sanksi-sanksi terhadap Iran. Sedangkan dekrit eksekutif yang mengenakan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran, pada tanggal 6 Agustus menunjukkan kebijakan Washington ialah “menimbulkan tekanan maksimal tentang ekonomi” terhadap Iran.
Akan tetapi, sanksi yang dikenakan kembali oleh AS sulit ada kemungkinan membuat Iran mengubah politik negara di ini di kawasan Timur Tengah. Sanksi-sanksi ini hanya bisa memperkokoh sikap Iran yang sudah ada mengeluarkan konsesi manapun di kawasan Timur Tengah. Dan sanksi ini hanya benar-benar efektif kalau mendapat dukungan dari seluruh dunia.
Iran siap menghadapinya
Benar seperti yang diramalkan. Tanpa memperdulikan peringatan-peringatan tentang dampak sanksi-sanksi yang dikenakan oleh AS, Iran menyatakan akan tidak mundur menghadapi rencana AS. Dan tampaknya simultans dengan sanksi yang berlaku, negara Islam ini telah mengeluarkan langkah-langkah melonggarkan ketentuan-ketentuan tentang valuta asing. Menurut itu, semua biro transaksi mendapat izin untuk membeli dan menjual berbagai jenis valuta asing yang kuat. Para pengimpor barang dagangan yang tidak pokok diizinkan mendekati sumber valuta asing kuat dan kurs ditetapkan oleh pasar terbuka. Arus uang ini tidak dibatasi dan tidak dipungut pajak. Dalam pada itu, akun-akun tabungan dengan USD sekarang ini diterima oleh bank, satu gerak-gerik yang direncanakan akan mendorong penduduk mengeluarkan uangnya ke pasar.
Tidak hanya Iran saja, dalam perang menghadapi embargo AS juga ada negara-negara Eropa. Uni Eropa menyatakan bahwa blok ini telah bersedia mengeluarkan langkah-langkah baru untuk membela badan usaha Eropa dalam menghadapi pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh embargo yang dikenakan kembali oleh AS terhadap Iran. Satu “status blokade” mulai menjadi efektif pada pukul 4.00 waktu GMT pada Selasa (7 Agustus). Mekanisme ini bermaksud mencegah perusahaan-perusahaan Eropa menaati sanksi-sanksi AS, kecuali mendapat ijin dari Komisi Eropa. Kementerian Ekonomi Federasi Jerman berkomitmen terus mensponsori aktivitas-aktivitas ekspor dan investasi yang dilakukan oleh badan-badan usaha negara ini yang melakukan usaha di Iran.
Jelaslah bahwa dalam perang ekonomi menjatuhkan sanksi terhadap Iran, hingga sekarang ini, AS masih berhasil meyakinkan para sekutu Eropa, negara-negara yang sangat menghargai permufakatan yang telah ditandatangani dengan Iran pada tahun 2015. Dan sanksi ini akan sulit mendapat hasil-guna seperti yang diinginkan ketika tidak mendapat dukungan dari seluruh dunia.
Barang kali karena bisa menyedari masalah tersebut, maka walaupun mengenakan kembali sanksi, tetapi Gedung Putih juga mengeluarkan syarat yang mengizinkan Iran mengadakan kembali aktivitas perdagangan. Yaitu Iran akan mengubah aktivitas menurut cara moderat dan berbahas tentang kecemasan-kecemasan AS yang bersangkutan dengan uji coba rudal balistik atau bantuan kepada kelompok-kelompok pembangkang di kawasan ini yang dilakukan oleh Iran. Akan tetapi, karena AS mengenakan kembali sanksi-sanksi, menarik diri dari permufakatan nuklir tahun 2015 dan kemudian ingin melakukan perundingan telah menghilangkan kepercayaan Iran terhadap AS. Sekarang ini, kalangan otoritas Iran menegaskan bahwa Washington tidak bisa membuktikan tentang kepercayaannya dalam perundingan manapun.