Brexit semakin menjadi rumit

(VOVWORLD) - Opini umum sekali lagi menyaksikan gelanggang politik Inggris kembali bergejolak ketika setelah Majelis Rendah, Selasa (15/1), menolak permufakatan sementara tentang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Hasil ini meskipun tidak mengherankan, tetapi  telah menimbulkan pagar  rintangan baru bagi proses berpisahnya Inggris dari Uni Eropa.
Brexit semakin menjadi rumit - ảnh 1Ilustrasi.  (Foto: vnplus)

Pesimisme sedang menyelubungi seluruh Inggris dan Eropa setelah gerak gerik terbaru dari Majelis Rendah Inggris. Sekarang, kesulitan adalah hal yang diperbincangkan orang ahli-ahli fikiran optimis dan positif.

Kegagalan yang bersejarah dari Pemerintah Inggris

Dalam pemungutan suara di Majelis Rendah tentang permufakatan sementara tentang Brexit yang dicapai Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May dengan Uni Eropa,  ada 432 lagislator yang  telah memberikan suara kontra, lebih tinggi terbanding dengan angka 202 legislator yang mendukung permufakatan ini. Selisih suara-nya  terlalu besar- 230 suara hasil yang di luar dugaan dari banyak politisi.

Hasil pemungutan suara tidak hanya merupakan kegagalan terbesar dalam sejarah modern terhadap satu pemerintah Inggris di Majelis Rendah saja, tapi juga menunjukkan bahwa perselisihan semakin menjadi besar di kalangan politik Inggris tentang permufakatan Brexit dan merupakan  ukuran  taraf reaksi para legislator Inggris terhadap ketentuan-ketentuan dalam Rancangan permufakatan Brexit. Yang patut diperhatikan yalah ada lebih dari 100 legislator dari Partai Konservatif pimpinan PM Theresa May, terdiri dari para pendukung Brexit dan para bukan pendukung Brexit, telah memberikan suara menolak isi-isi permufakatan (pada pokoknya yalah ketentuan yang bersangkutan dengan garis perbatasan dengan Irlandia Utara). Jelaslah bahwa PM Inggris telah tidak mendapat dukungan justru dari para legislator dalam internal Partai Konservatif. Banyak pendapat mengatakan bahwa hasil pemungutan suara merupakan tonggak klimaks dalam  masa dua tahun kekisruhan politik sejak negara Inggris melakukan referendum tentang Brexit.

Eropa kepanikan

Tidak hanya di Inggris saja, sampai saat ini, proses Brexit juga membuat kalangan pejabat Eropa merasa panik, mengeluarkan pesan-pesan yang bertentangan.  Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, Rabu (16/1), memperingatkan sudah tidak ada banyak waktu untuk menemukan solusi bagi Brexit dan “waktu untuk bermain telah berakhir.” Sementara itu, Menteri Perancis urusan masalah Eropa, Nathalie Loiseau membuka kemungkinan Uni Eropa menerima penundaan waktu ini kalau London mengajukan rekomendasi. Menteri Loiseau menegaskan bahwa secara hukum dan teknis hal ini sepenuhnya bisa terjadi, tetapi Inggris perlu mengajukan rekomendasi dan perlu mendapat kesepakatan dari ke dua puluh tujuh anggota lainnya dari Uni Eropa. Akan tetapi, dia juga menekankan bahwa permufakatan sementara tentang Brexit yang disepakati Inggris dan kalangan pejabat Uni Eropa adalah satu-satunya dan tidak bisa ditinjau kembali. Bertentangan dengan pandangan tersebut, Kepala perunding Uni Eropa urusan Brexit, Michel Barnier menegaskan bahwa blok ini bersedia berbahas dengan Inggris tentang permufakatan lainnya, tetapi hanya kalau London mengubah semua tuntutan utamanya.

Tidak menyerah

Meskipun gagal dalam menyakinkan Majelis Rendah untuk meratifikasi permufakatan sementara tentang Brexit, tetapi PM Inggris, Theresa May selalu menegaskan komitmen akan mengeluarkan Inggris dari Uni Eropa menurut keinginan para pemilih negara ini. Segera setelah mengalami pemungutan suara tentang morsi tak percaya di Majelis Rendah yang terjadi Rabu malam (16/1) setelah Majelis Rendah menolak permufakatan sementara Brexit, PM Theresa May telah melakukan pertemuan dengan para pemimpin berbagai partai politik lainnya dari Inggris, untuk mendorong permufakatan Brexit akan diratifikasi para legislator pada kali berikutnya. Para legislator yang mengepalai Partai Buruh, Partai Liberal Demokrarat, Partai SNP dan Partai Plaid Cymru menghadiri pertemuan ini. PM Inggris menilai bahwa pertemuan ini bersifat konstruktif dan mengatakan bahwa, sejak Kamis (17/1), pertemuan dengan para legislator konservatif yang menganut aliran skeptisisme Eropa akan dipercepat untuk berbahas tentang rekomendasi-rekomendasi terhadap Brexit.

Sementara itu, para pejabat Uni Eropa sedang meninjau rencana menunda Brexit sampai tahun 2020. Rencana yang dipertimbangkan sebelumnya yalah  menunda Brexit selama 3 bulan sejak 29/3 ke akhir Juni mendatang. Akan tetapi, sekarang, kalangan pejabat Uni Eropa sedang meneliti semua peta jalan hukum untuk menunda Brexit sampai tahun 2020.

Meskipun proses Brexit ditunda atau tidak, pemberian suara menentang dari Majelis Rendah Inggris terhadap permufakatan sementara tentang Brexit, naskah yang  dicapai  dengan pontang-panting antara PM Theresa May dan Uni Eropa, telah membuat masa depan permufakatan ini menjadi tidak menentu, bahkan menghadapi bahaya dibatalkan. Hal ini memperlihatkan bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa menurut cara yang menguntungkan kedua fihak benar-benar merupakan proses yang tidak mudah.

Komentar

Yang lain