Dalih AS untuk menimbulkan tekanan memaksa Iran kembali ke meja perundingan

(VOVWORLD) -  Walaupun serangan terhadap basis minyak tambang Arab Saudi pada tanggal 14 September telah diakui oleh kelompok pembangkang Houthi di Yaman sebagai pelakunya, tapi semua perhatian opini umum internasional sedang mengarah ke Iran setelah Amerika Serikat (AS) dan beberapa sekutunya di Timur Tengah keras kepala melemparkan kesalahan kepada Iran. Situasi menjadi lebih panas ketika Presiden AS pada Rabu (18 September) memerintahkan “memperkuat sanksi” terhadap Iran pada saat negara Islam ini menegaskan akan memberikan balasan setimpal terhadap semua tindakan menghasut permusuhan. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa nampaknya AS sedang mencari semua cara menimbulkan tekanan untuk memaksa Iran kembali ke meja perundingan nuklir, tapi hal ini belum pernah mudah.

Kaum pembangkang Houthi di Yaman memberitahukan bahwa mereka telah meluncurkan dua pesawat nirawak (UAV) untuk menyerang 2 basis kilang minyak Abqaiq (basis produksi minyak terbesar di dunia) dan Khurais di Arab Saudi sebelah Timur untuk memberikan balasan terhadap serangan udara dari koalisi militer yang dikepalai oleh Arab Saudi dalam satu perang yang sudah memakan waktu 5 tahun di Yaman. Akan tetapi, koalisi militer yang dikepalai oleh Arab Saudi menyatakan bahwa dua pabrik kilang minyak di Arab Saudi mungkin diserang “dengan senjata dari Iran”. Juru bicara koalisi militer ini menegaskan bahwa serangan-serangan tersebut “tidak bertolak dari wilayah Yaman” dan  kaum pembangkang Houthi sedang pura-pura menerima tanggung-jawab.

 

Tudhan-tuduhan yang bertubi-tubi

Segera setelah kasus ini terjadi, dari Presiden AS, Donald Trump, para kolega dan sekutu AS di Timur Tengah telah menuduh Iran sebagai biang kedali. Mereka menyatakan bahwa tidak ada bukti yang memperlihatkan serangan ini berasal dari Yaman dan menegaskan bahwa serangan ini mendapat bantuan dari Iran. Dalam satu reaksi yang sangat cepat, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo telah segera tiba di Arab Saudi untuk membahas kemungkinan memberikan balasan walaupun di pesawat terbangnya, dia mengakui kepada kalangan media bahwa masih belum ada bukti yang menunjukkan serangan-serangan ini dicanangkan dari Iran. Menteri Pertahanan (Menhan) AS, Mark Esper menyatakan bahwa AS dan para sekutunya sedang berkoordinasi untuk membela “ketertiban berdasarkan pada ketentuan-ketentuan internasional yang  sedang diauskan oleh Iran”. Sementara itu, Boss Gedung Putih, Donald Trump memerintahkan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin supaya “memperkuat sanksi-sanksi” terhadap Iran. Dia juga memberitahukan bahwa “AS mempunyai banyak pilihan. Ada pilihan maksimal dan ada juga pilihan-pilihan lain yang lebih sedikit dari  itu. Pilihan maksimal berarti memasuki satu peperangan”. Bersamaan waktu dengan pernyataan-pernyataan dari Gedung Putih, Pemerintah Arab Saudi telah mengumumkan kepingan-kepingan yang ditemukan di tempat kejadian serangan di dua basis kilang minyak yang mereka anggap dari kepingan-kepingan rudal penjelajah dan pesawat nirawak dari Iran.

Semua perkembangan ini mengingatkan kembali “skenario” yang bekan pada kira-kira 3 bulan lalu ketika dua tanker minyak internasional diserang di kawasan laut di dekat selat strategis Hormuz. Pada waktu itu, AS juga segera menuduh Iran sebagai pelakunya dan mengeluarkan bukti-bukti bagi tuduhannya.

Ketika menanggapinya, Menlu Iran, Javad Zarif menegasi peranan Iran dalam kasus serangan terhadap basis kilang minyak Arab Saudi dan tidak lupa menegaskan bahwa pada latar belakang Washington mengalami kegagalan dalam strategi “tekanan maksimal”, AS sedang berpindah ke strategi “ penipuan maksimal”. Bersamaan itu, Iran memperingatkan akan segera memberikan balasan terhadap semua gerak-gerik yang dilakukan oleh AS terhadap Iran.

 

Menekan Iran untuk kembali ke meja peurndingan

Opini umum internasional selama ini tidak asing dengan taktik menimbulkan tekanan yang dilakukan oleh AS untuk memaksa Iran kembali ke meja perundingan nuklir, oleh karena itu, dalam kasus ini, banyak negara telah meminta supaya mengadakan satu investigasi yang obyektif dan cermat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) direncanakan juga mengirim para pakarnya ke Arab Saudi untuk memulai satu investigasi internasional terhadap serangan-serangan dalam kerangka satu resolusi Dewan Keamanan PBB tentang permufakatan nuklir tahun 2015 bagi Iran dan satu resolusi yang lain tentang embargo senjata terhadap Yaman. Sekjen PBB, Antonio Guterres memperingatkan bahwa dunia tidak bisa eksis kalau terjadi bentrokan besar di  Teluk. Dia menekankan perlunya h menghindari semua tindakan yang membuat situasi bereskalasi.

Ketegangan antara AS dan Iran meledak kembali sejak Presiden AS, Donald Trump menyatakan menarik diri dari permufakatan nuklir yang ditandatangani oleh Iran dengan negara-negara adi kuasa pada tahun 2015 karena menyatakan bahwa permufakatan ini belum ketat. Sejak itu, AS berangsur-angsur mengenakan kembali dan meningkatkan sanksi-sanksi, khususnya terhadap jaringan keuangan dan cabang-cabang ekonomi utama Iran yaitu ekspor minyak tambang.

Melalui tuduhan terhadap Iran yang bersangkutan dengan serangan terhadap 2 basis kilang minyak Arab Saudi, sekali lagi memperlihatkan bahwa AS sedang menimbulkan “tekanan maksimal” terhadap Iran dengan tujuan  terakhir ialah satu permufakatan nuklir baru. Dan ada banyak kemungkinan, tuduhan-tuduhan akan terus berlangsung sampai saat semua pihak menerima duduk di meja perundingan atau yang lebih buruk ialah terjadinya satu bentrokan di skala seluruh kawasan. 

Komentar

Yang lain