Di belakang perang saudara di Yaman

(VOVworld) – Pada hari-hari belakangan ini, perang saudara di Yaman telah menjadi masalah bersama  di seluruh kawasan, di dunia Islam dan di dunia Arab setelah Arab Saudi dan beberapa sekutunya secara langsung terjun ke dalam perkembangan perang di negara ini. Situasi di Yaman semakin menjadi panas, langsung mengancam keamanan kawasan yang sudah lama seperti tong amunisi yang hanya menunggu-nunggu satu percikan api kecil saja bisa meledak pada setiap saat. 

Di belakang perang saudara di Yaman - ảnh 1
Dewan Keamanan PBB melakukan sidang tentang
situasi di Yamen.(Ilustrasi).
(Foto:vn.sputniknews.com).

Operasi serangan udara yang dilakukan pasukan Aliansi yang dikepalai oleh Arab Saudi terhadap pasukan milisi Houthi di Yaman Selatan pada  Rabu (8 April), telah memasuki hari ke-14. Baku hantam sengit telah membuat situasi perikemanusiaan di Yaman berkembang semakin rumit. Serenteran negara terus mengungsikan warga negaranya dari Yaman. Sejak pasukan aliansi Arab terus-menerus melakukan serangan terhadap semua sasaran pasukan milisi Houthi di Yaman Selatan, sampai sekarang,  ada kira-kira 500 orang yang telah tewas dan kira-kira 1.000 orang lain cedera.

Bentrokan etnis  belum berhenti

Ketegangan di Yaman bereskalasi sejak pasukan milisi Houthi menduduki Ibukota Sana’a pada September 2014. Bentrokan di negara Asia Barat Daya ini sudah hempir mendekati perang saudara ketika Houthi memperluas pasukannya untuk menuju ke kota Aden di Yaman Selatan - tempat pengungsian Presiden Yaman, Abd Rabbu Mansour Hadi. Menghadapi serangan yang dilakukan pasukan milisi Houthi guna “membela Pemerintah yang sah” pimpinan Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi, satu operasi serangan udara dari Uni negara-negara Arab pimpinan Arab Saudi telah cepat digelarkan dalam skala besar. Tindakan intervensi militer keras yang dilakukan pasukan aliansi sedang mencemaskan opini umum akan satu perang saudara  antara sekte Sunni dan sekte Syiah di dunia Arab.

Kalau melihat kembali sejarah kawasan Timur Tengah, konferontasi antara sekte Sunni dan sekte Syiah, yang semuanya mengikuti Islam telah berlarut-larut sepanjang sejarah agama ini, jadi tidak  hanya di Yaman saja. Dalam masa lampau, kawasan Timur Tengah setelah Perang Dunia II, ketika kaum imperialis menarik diri, negara-negara dibentuk dengan warisan-warisan lama yaitu situasi terpecah-belah, kelompok-kelompok etnis dan agama dipisah-pisah lalu digabung-gabung dalam banyak negara berbeda-beda. Di tengah-tengah beberapa ratus juta orang Arab itu, muncul negara Israel ke menghimpun orang Yahudi dari seluruh dunia yang daerah cikal bakal untuk bermukim dengan dukungan dari Amerika Serikat dan Eropa. Itulah merupakan satu benih perpecahan dan bentrokan yang terjadi terus-menerus di kawasan ini.Tapi di dalam dunia Arab, telah ada perpecah-belahan antara dua faksi yang sama-sama menganut Islam, orang Sunni yang menduduki mayoritas dan orang Syiah yang menduduki minoritas telah mengucurkan darah saling bermusuhan selama puluhan abad ini. Kelompok  penganut  sekte Syiah yang paling banyak berada di Iran dan inilah yang merupakan sebab-musabab dari kontradiksi-kontradiksi sekarang di kawasan, karena pada hakekatnya, perang saudara Yaman sekarang adalah konfrontasi antara Iran dengan negara-negara Arab yang dikepalai oleh Arab Saudi dengan dukungan dari Amerika Serikat.


Perang perebutan pengaruh di kawasan


Perang di Yaman yang dikepalai oleh Arab Saudi dan mendapat dukungan dari Amerika Serikat dinyatakan sebagai satu missi  untuk membela pemerintah pimpinan Presiden konstitusional Abd Rabbu Mansour Hadi, tapi pada hakekatnya di belakang itu ialah demi kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak dalam papan catur Timur Tengah  yang selalu mengalami gejolak.

Pertama-tama, kalau melihat perkembangan-perkembangan yang cepat  dalam waktu belakangan ini di kawasan ini. Di Suriah, Pemerintah pimpinan Presiden Bashar al-Assad telah berhasil memperkokoh posisi-nya, sedangkan di Irak ini dengan mendapatkan bantuan kuat dari Iran dan pasukan lokal yang melakukan persekutuan kuat dengan Teheran, telah menyingkirkan organisasi yang menamakan diri sebagai  “Negara Islam” (IS) keluar dari daerah. Sementara itu, Iran tidak menutup-nutupi  ambisi mengembangkan pengaruh-nya ke seluruh kawasan. Permufakatan kerangka yang baru saja dicapai antara Teheran dengan negara-negara adi kuasa tentang masalah nuklir Iran merupakan batu loncatan bagi Iran untuk memperkuat peranan dan pengaruh-nya. Pendudukan ibukota Sana’a oleh pasukan milisi Houthi yang berlangsung dalam jangka waktu pendek bisa dianggap sebagai kemenangan di kawasan bagi Iran, Hezbollah dan Suriah yang selama ini dimasukkan oleh Amerika Serikat  dan Barat ke dalam poros setan di Timur Tengah. Oleh karena itu, Arab Saudi tidak bisa  duduk berpangku tangan melihat Iran memperluas ruang pengaruh-nya dan bertekat terjun ke dalam petualangan militer di Yaman guna menyelamatkan rezim politik sekarang ini.

Ada satu alasan lain yang mengkhawatirkan Arab Saudi dan Amerika Serikat ketika pasukan milisi Houthi  merebut kontrol terhadap banyak wilayah titik berat strategis di Yaman. Yaitu Yaman terletak di posisi geografi  penting, hampir semua kapal pengangkut minyak dari negara-negara Arab Saudi, negara-negara Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak, semuanya harus lewat daerah pantai Yaman, melalui wilayah Aden yang terlalu sempit, sebelum masuk ke Laut Merah menuju ke terusan Suez guna diekspor ke Eropa. Oleh karena itu, Amerika Serikat dan negara-negara Arab tidak bisa dengan tenang duduk  melihat satu pemerintah sekte Syiah dalam mengontrol jalan laut ini.

Bagi Amerika Serikat sendiri, masalah keruntuhan rezim politik yang sah di Yaman akan  menjadi satu rintangan bagi politik luar negeri Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat terpaksa harus menarik kembali aktivitas-aktivitas Pentagon dan CIA yang telah digelarkan di Yaman. Akan tetapi, saat ini Amerika Serikat tidak mau merusak hubungan dengan Iran setelah dalam waktu panjang berupaya keras membina-nya, ditambah lagi, dalam perang terhadap organisasi yang menamakan diri “Negara Islam” (IS), Amerika Serikat sangat memerlukan peranan Iran untuk menyelesaikan missi-nya. Oleh karena itu, intervensi Washington pada perang saudara di Yaman pasti punya ada titik berhenti untuk bisa mengharmoniskan kepentingan semua sekutunya.

Dengan semua kepentingan dan kontradiksi yang simpang siur seperti itu, bisa ditegaskan bahwa di belakang perang saudara di Yaman ada pengaruh dari  tangan-tangan yang tidak kasat mata dari negara-negara adi kuasa, yang mengubah perang saudara di Yaman menjadi medan perang bagi negara-negara adi kuasa yang mau memanifestasikan pengaruh-nya. Instabilitas di Yaman bisa menyalakan sumbu ledak bagi perang antar-etnis di seluruh kawasan./.


Komentar

Yang lain