Konferensi COP-21 belum mencapai kesepakatan bersama tentang kepentingan dan kewajiban sebelum saat yang menentukan

(VOVworld) – Konferensi Konvensi kerangka tentang perubahan iklim dari Perserikatan Bangsa-Bangsa  (COP-21) yang berlangsung di Paris (ibu kota Perancis)dari 30 November sedang memasuki tahap kunci. Walaupun telah mencapai beberapa indikasi positif, tapi, sekarang ini 195 negara harus mengatasi kepentingan-kepentingan sendirii untuk bisa mencapai satu permufakatan kerangka bersama global pada akhir Jumat (11/12). 


Konferensi COP-21 belum mencapai kesepakatan bersama tentang kepentingan dan kewajiban sebelum saat yang menentukan  - ảnh 1
Para peserta Konferensi COP-21
(Foto: vovgiaothong.vn)

Selama lebih dari 9 hari berlangsung, hingga sekarang ini telah ada indikasi yang positif dari konferensi. Lebih dari  195 negara telah sepakat mengesahkan satu rancangan pengurangan gas CO2 setelah dikedepankan pada Konferensi COP ke-17 yang diadakan di  kota Durban, Afrika Selatan pada lebih dari 4 tahun lalu. Akan tetapi, rancangan ini juga belum memastikan satu hari depan yang lebih cerah bagi umat manusia kalau pada hari kerja terakhir Konferensi COP-21 ini semua negara peserta belum menyusun satu permufakatan yang bersifat mengikat secara hukum dan berjangka-panjang.


Masalah-masalah yang menonjol

Rancangan permufakatan yang dicapai menegaskan mengekang kenaikan suhu seluruh dunia pada taraf di bawah 2 derajat Celsius terbanding dengan tahap pra industri. Hal yang penting ialah permufakatan ini harus bersifat mengikat bagaimana bisa mencapai angka tersebut. Akan tetapi,  masalahnya ialah bagaimana mengikat 195 negara secara adil, ketika tetap masih ada perbedaan-perbedaan yang terlalu besar antara semua negara  tentang gas emisi rumah kaca dan taraf sosial-ekonomi antara negara-negara kaya dan miskin. Oleh karena itu, harus berhasil menemukan langkah-langkah untuk melaksanakan target tersebut.

Masalah yang menimbulkan kontradiksi besar di konferensi ini serta membuat berulang kali konferensi tentang perubahan iklim yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari tahun 1995 hingga sekarang tidak mencapai hasil ialah perselisihan pandangan tentang kepentingan dan kewajiban antara negara-negara kaya dan miskin. Kewajiban memberikan urun keuangan dari semua negara, masalah bantuan kepada negara-negara miskin untuk menanggulangi perubahan iklim dan tuntutan dari negara-negara kurang berkembang untuk mendapat hak melepaskan gas karbon  secara lebih banyak terbanding dengan negara-negara kaya untuk menjamin target pertumbuhan ekonomi selalu menjadi tema yang menimbulkan perdebatan. Negara-negara miskin meminta kepada negara-negara kaya supaya harus memikul tanggung-jawab lebih banyak lagi tentang memanasnya bola bumi, karena mereka telah menggunakan banyak bahan bakar fosil  untuk tujuan pengembangan ekonomi sejak revolusi industri untuk memperkaya diri sendiri. Dalam pada itu, Amerika Serikat dan negara-negara maju menyatakan bahwa perekonomian-perekonomian yang baru muncul seperti Tiongkok harus bertindak lebih lanjut lagi, karena justru negara-negara ini sedang  menggunakan satu volume bahan bakar fosil  yang besar untuk mengabdi perekonomiannya yang sedang menjadi besar dan kuat.


Tidak bisa terlambat

Dunia sekarang ini sedang berada  di atas jalan mengatasi dan membatasi secara maksimal suhu rata-rata seluruh dunia yang tidak melampaui 2 derajat Celsius sebelum akhir abad ini. Para ilmuwan menegaskan bahwa kalau tidak bisa mengontrol  angka suhu ini, bola bumi akan terperangkap pada siklus musibah yang teramat mengerikan dan sulit dibalikkan. Organisasi Kesehatan Dunia memprakirakan bahwa perubahan iklim merupakan sebab yang menimbulkan kematian terhadap lebih dari 140.000 orang per tahun dan angka ini diprakirakan akan meningkat dua kali lipat dalam waktu 30 tahun mendatang. Dalam pada itu, Bank Dunia memprakirakan bahwa pemanasan global akan mendorong 100 juta orang terperangkap dalam kelaparan, kekurangan pangan, obat-obatan dan semua  peralatan aktivitas sehari-hari sebelum tahun 2030. Kenaikan suhu air laut juga merupakan  sebab pokok yang membuat es cair, semua musibah cuara juga karena itu mengalami perkembangan-perkembangan di luar kebiasaan, berbahaya dan punya frekuensi jauh lebih tinggi. Selama lebih dari 2 dekade ini, bencana banjir telah menyerang 2,3 miliar orang, di hampir semua negara Asia. Gejala El Nino yang meledak secara kuat dan berkecenderungan mengalami perubahan di luar dugaan juga menciptakan bencana-bencana kekeringan rekor di banyak kawasan di dunia. Diprakirakan, semua bencana kekeringan telah menewaskan 148.000 orang, mayoritasnya di Eropa. Kebakaran hutan juga menimbulkan pengaruh terhadap 108.000 orang lain, kerugiannya diprakirakan mencapai lebih dari 11 miliar dolar Amerika Serikat.


Menentukan nasib umat manusia

Skala dan daya rusak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tidak bisa diprakirakan sebelumnya dan semua negara telah bisa memahami hal ini. Akan tetapi, untuk mengubah pemahaman menjadi tindakan barulah hal yang patut dibicarakan. Masalah ini juga telah dimasukkan kepada agenda perbahasan di  COP berulang kali sebelumnya. Akan tetapi, semua harapan selalu dipadamkan pada sesi perbahasan terakhir dan kemacetan ini terus berkepanjangan melalui banyak konferensi. Oleh karena itu, semua harapan sedang dipusatkan pada konferensi kali ini. Jelaslah, dunia dan manusia sedang mengalami banyak gejolak seperti terorisme, migran dan perang sehingga membuat setiap negara sulit memusatkan semua sumber daya kepada tujuan perubahan iklim. Akan tetapi, komunitas internasional berharap bahwa dengan pemahaman  tentang sifat mendesak dalam upaya bersama tentang penanggulangan perubahan iklim, maka semua permufakatan pada Konferensi COP-21  ini tidak bersifat diplomatik saja, tapi akan menjadi tekad-tekad  dan solusi sesungguhnya dari semua negara yang menentukan nasib umat manusia.  


Komentar

Yang lain