Langkah Awal bagi Proses Hidupkan Kembali Permufakatan Nuklir Iran

(VOVWORLD) - Pada 29 November, di Wina (Austria), Iran dan 5 negara adi kuasa yaitu Inggris, Tiongkok, Perancis, Rusia dan Jerman duduk pada meja perundingan setelah sekitar 6 bulan termacet untuk menyelamatkan permufakatan nuklir 2015 atau disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Meskipun hasil yang dicapai tidak seberapa, tetapi menurut para analis, hal Iran setuju duduk pada meja perundingan merupakan tindakan yang beriktikat baik, membuka satu hubungan yang baik di masa depan.
Langkah Awal bagi Proses Hidupkan Kembali Permufakatan Nuklir Iran - ảnh 1Perundingan di Wina pada 29 November  (Foto: perwakilan Uni Eropa/Reuters)

Perundingan-perundingan  termacet sejak Juni 2021. Pada putaran perundingan kali ini, para pihak peserta telah menyetujui langkah-langkah berikutnya. Menurut Duta Besar Rusia di organisasi-organisasi internasional di Wina (Austria), Mikhail Ulyanov, di Twiter telah menilai bahwa putaran perundingan sudah berakhir dan “diawali secara sukses”. Sepandangan dengan wakil Rusia, Kepala perunding nuklir Iran, Ali Bagheri Kani juga menyatakan optimismenya tentang pertemuan-pertemuan pertama yang baru saja diadakan. Menurut itu, para pihak peserta putaran perundingan telah menyepakati agenda yang fokus pada penghapusan sanksi terhadap Teheran.

 

Peluang Harmoniskan Kepentingan dan Pendirian Para Pihak

Sebelum memasuki putaran perundingan ini, pendirian para pihak sangat berbeda. Kuncinya ialah penghapusan sanksi-sanksi terhadap Iran.

Iran menegaskan negara ini memiliki sikap yang serius dalam perundingan-perundingan untuk memulihkan permufakat nuklir, namun pandangan Teheran yang jelas ialah semua sanksi harus dihapuskan dan semua hak dan kepentingan warga Iran harus terjamin. Konkretnya, Iran mengeluarkan permintaan kepada Amerika Serikat (AS) supaya membebaskan aset Iran senilai 10 miliar USD yang dibekukan sebagai satu iktikat baik awal kalau AS menginginkan “satu tiket” kembali ke perundingan nuklir.

Sementara itu, Presiden AS, Joe Biden telah mengeluarkan indikasi tentang keinginan AS untuk ikut serta kembali dalam permufakatan nuklir 2015. Tetapi, menjelang perundingan tersebut, Utusan Khusus AS tentang Iran, Robert Malley mengumumkan bahwa indikasi-indikasi dari Iran “bukanlah yang menggembirakan”. AS secara tak langsung ikut serta dalam perundingan melalui konsultasi-konsultasi terpisah dengan para peserta JCPOA yang lain. Pada pihak Rusia, wakil negara ini telah melakukan konsultasi-konsultasi tidak resmi untuk mengerti jelas tentang pendirian semua pihak. Pandangan Rusia ialah menciptakan tekanan  untuk membuat proses perundingan mencapai kemajuan setelah untuk sementara tertunda.

Meskipun sudah mencapai beberapa kemajuan yang signifikan dalam 6 putaran perundingan sebelumnya di Wina, tetapi para pihak tidak mencapai target utama ialah pemulihan sepenuhnya permufakatan nuklir. Harapan menyelamatkan permufakatan nuklir 2015 diletakkan pada putaran perundingan kali ini, pada konteks opini umum mencemaskan bahwa Iran tengah diam-diam memperkuat program nuklir dan melaksanakan pendekatan keras.

 

Munsul Peluang Pemulihan

JCPOA telah runtuh pada 2018 di bawa zaman Presiden Donald Trump ketika AS memutuskan menarik diri dari permufakatan ini dan mengenakan kembali sanksi-sanksi ekonomi sehingga membuat perekonomian Iran lumpuh. Setelah berkuasa, Presiden AS, Joe Biden menegaskan bahwa dia bersedia kembali kepada JCPOA asalnya Iran juga kembali mematuhinya secara lengkap dengan cara menurunkan aktivitas-aktivitas nuklir yang sudah dilaksanakan negara ini untuk membalas sanksi-sanksi yang dikenakan oleh pendahulunya Donald Trump.

Langkah Awal bagi Proses Hidupkan Kembali Permufakatan Nuklir Iran - ảnh 2Kamera-kamera di depan tempat berlangsungnya perundingan  (Foto: Lisi Niesner/Rauters)

Iran telah mengadakan 6 putaran perundingan tidak langsung dengan pemerintah Presiden Joe Biden tentang kembalinya kepada permufakatan nuklir 2015, tetapi perundingan-perundingan tersebut telah termacet pada Juni lalu ketika Ebrahim Raisi, pengikut garis politik keras dan anti Barat resmi menjadi presiden baru Iran. Iran meskipun menyatakan bersedia mengadakan kembali perundingan-perundingan, tetapi tidak mengeluarkan jadwal waktu konkret pun. Di samping itu, perihal Iran secara bertahap menurunkan komitmen pematuhan JCPOA kian mencemaskan opini umum. Pada latar belakang ini, Uni Eropa dan negara-negara adi kuasa telah harus bergulat membangkitkan perundingan-perundingan yang tengah tertunda untuk “menghidupkan kembali” JCPOA.

Pada saat Washington merasa hati-hati menanggapi pengumuman Teheran, banyak analis percaya bahwa Iran tetap mendukung kembalinya kepada JCPOA karena negara ini tengah memerlukan peringanan sanksi-sanksi dan hal itu akan tidak dicapai kalau tidak mendapat kesepakatan AS. Oleh karenanya, perihal Iran setuju duduk pada meja perundingan merupakan iktikat baik, membuka satu hubungan yang baik di masa depan. Meskipun penggalan jalan bagi Iran untuk kembali melaksanakan komitmen-komitmen dalam permufakatan nuklir masih panjang, tetapi diadakannya kembali perundingan telah memunculkan peluang “menghidupkan kembali” permufakatan bersejarah ini.  

Komentar

Yang lain