NATO menghadapi persimpangan jalan yang penting setelah eksis selama 70 tahun

(VOVWORLD) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk memperingati ulang tahun ke-70 berdirinya NATO yang dibuka pada Selasa (3 Desember) di London, Ibukota Kerajaan Inggris menargetkan memperkuat solidaritas dan menggariskan orientasi masa depan. Akan tetapi, persekutuan militer ini sedang menghadapi banyak tantangan, terutama urusan internal setelah eksis selama 70 tahun.
NATO menghadapi persimpangan jalan yang penting setelah eksis selama 70 tahun - ảnh 1KTT NATO diadakan di London, Inggris  (Fto: Getty) 

Konferensi ini dihadiri oleh kepala 29 negara anggota, di antaranya ada Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, Kanselir Jerman, Angela Merkel, Presiden Perancis, Emmanuel Macron. Menurut pemberitahuan menjelang konferensi ini, peristiwa tersebut akan mengeluarkan pernyataan bersama, di antaranya ada komitmen tentang pertahanan kolektif. Akan tetapi, opini umum menyangsikan tentang hasilnya. Kesulitan-kesulitan yang bertumpuk-tumpuk yang sedang dihadapi oleh NATO tidak mudah diatasi untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah panas. 

Tantangan dari masalah intra-kawasan

Menjelang KTT di London, salah satu di antara tema-tema yang terus paling banyak diungkapkan ialah peningkatan belanja militer negara-negara NATO naik 2% GDP masing-masing negara. Ini merupakan tema yang menimbulkan banyak kontradiksi dalam internal NATO selama beberapa tahun ini ketika AS terus-menerus mimbulkan tekanan dan mencela negara-negara Eropa telah memberikan terlalu banyak beban keuangan kepada pundak AS.

NATO juga menghadapi serentetan masalah intra-kawasan, di samping masalah berbagi biaya. Pertama ialah perselisihan mendalam antara Turki dan para sekutu teras dalam NATO, khususnya AS, bersangkutan dengan operasi militer yang dilakukan oleh Turki di Suriah Timur Laut baru-baru ini. Sepekan menjelang KTT ini, Turki mengeluarkan ultimatum kepada NATO yang isinya memperingatkan akan memveto semua rencana dari persekutuan militer ini kalau tidak mendapat dukungan politik kuat tentang pendirian terhadap pasukan orang Kurdi di Suriah. Pandangan Turki yang keras ini membuat NATO lebih menjumpai kesulitan dalam menggelarkan renana-rencana pertahanan militer ke beberapa negara Eropa Timur untuk mencegah ancaman-ancaman dari Rusia setelah Moskow menggabungkan Semenanjung Krimea pada tahun 2014.

Walaupun merupakan  satu anggota NATO, tetapi, selama ini, Turki terus-menerus melakukan gerak-gerik yang tidak memuaskan NATO, dari masalah mengerahkan serdadu ke Suriah untuk menyerang pasukan orang Kurdi, sekutu NATO dalam perang melawan IS atau menjabat tangan dengan Rusia, lawannya NATO. Semua gerak-gerik yang dilakukan oleh Presiden Turki,  Erdogan membuat banyak sekutu dan pakar mencurigai bahwa apakah Turki terus tinggal di persekutuan militer ini atau tidak. Walaupun begitu, NATO juga tidak ingin meninggalkan hubungan ketika Turki memiliki luas  wilayah yang besar, potensi militer kuat dan punya posisi geografi yang punya arti penting strategis.

Tidak hanya begitu saja, KTT kali ini juga dibayangi dengan serentetan masalah internal yang lain. Di AS, Presiden Donald Trump sedang menghadapi pemakzulan yang semakin keras. Di Perancis, Presiden Emmanuel Macron harus menangani pemogokan umum di seluruh negeri pada tanggal 5 Desember 2019. Di Jerman, pemerintah koalisi pimpinan Kanselir Jerman, Angela Merkel menghadapi bahaya keruntuhan setelah mitranya yaitu Partai Sosial Demokrat (SPD) punya badan pimpinan baru. Sedangkan, di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson hanya punya kira-kira sebulan lagi untuk memasuki pemilihan umum yang bersifat menentukan proses Brexit. Di samping itu juga ada banyak perselisihan dalam internal persekutuan ini tentang masalah nuklir Iran, proyek jalur pipa penghantar gas “Aliran Utara 2” antara Jerman dan Rusia dan sebagainya.

NATO menghadapi persimpangan jalan

Pada latar belakang itu, KTT kali ini menandai satu waktu yang penting bagi persekutuan ini. Tidak hanya memperingati tonggak usia 70 tahun, tapi ini merupakan waktu yang sesuai untuk menyembuhkan dan memecahkan semua perselisihan selama ini guna menjamin satu persekutuan lintas Atlantik menjadi seimbang kembali. Menjelang KTT ini, Presiden Perancis, Emmanuel Macron mengakui bahwa NATO sedang lumpuh karena kekurangan koordinasi tingkat tinggi dan kekurangan target-target strategis. Juru bicara NATO bahkan membantah nama sidang persekutuan militer ini merupakan KTT, tapi hanya menyatakan bahwa ini merupakan sidang di tingkat lebih rendah, bersamaan itu memberitahukan bahwa bisa akan tidak ada pernyataan bersama beserta rencana masa depan manapun yang dikeluarkan.

Semua pernyataan dan celaan yang keras dari beberapa anggota mencerminkan kenyataan kontradiksi blok merupakan tugas yang tidak mudah dilaksanakan secepat mungkin. NATO sedang menghadapi  persimpangan jalan yang penting dalam sejarah hidupnya. Para pemimpin NATO perlu menggariskan strategi baru, pola pikir tentang orientasi mendatang dan penjelasan tas banyak masalah yang sulit baik intra-kawasan maupun ekstra-kawasan.  

Komentar

Yang lain