Perang urat syaraf baru antara Rusia dan Turki di Suriah

(VOVWORLD) - Selama ini, medan perang di Suriah Barat Laut sekali lagi menjadi tempat yang panas dalam krisis yang sudah memakan waktu bertahun-tahun di negara Arab ini. Di antaranya, hal yang paling dicemaskan oleh opini umum ialah posisi konfrontasi yang menegangkan antara Rusia dan Turki, dua negara yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap situasi di Suriah, sekarang masih belum ada indikasi turun suhu.
Perang urat syaraf baru antara Rusia dan Turki di Suriah - ảnh 1Serdadu Turki melanda ke Suriah  (Foto: NBCNews) 

Selama hari-hari ini, tentara Turki terus-menerus memberitahukan tentang serangan-serangan terhadap pasukan tentara Suriah di Provinsi Idlib, Suriah Barat Laut. Itu belum habis, Ankara juga menyatakan bahwa serangan-serangan terhadap target-target Pemerintah Suriah akan “terus dilaksanakan”, merealisasi pernyataan Presiden Turki, Tayyip Erdogan pada tanggal 26 Februari bahwa Ankara bertekad tidak mundur, bersumpah akan memundurkan kekuatan Pemerintah Suriah ke luar dari pos-pos pengawasan di kawasan Idlib. Kenyataan ini mencerminkan situasi yang sedang sangat menegangkan di Suriah Barat Laut, benteng terakhir dari pasukan pembangkang di Suriah.

Akan tetapi, medan perang Idlib dan sebagian kawasan Aleppo tidak hanya semata-mata merupakan konfrontasi antara pasukan-pasukan Suriah dan Turki saja, tapi pada hakekatnya merupakan perang urat syaraf yang menegangkan antara Rusia yang mendukung tentara Pemerintah Suriah dan Turki yang mendukung beberapa kekuatan pembangkang di Suriah.

 

Situasi di Idlib dan reaksi Turki

Dengan tekad menghancurkan benteng-benteng terakhir dari pasukan pembangkang dan oposisi di Idlib, kekuatan-kekuatan tentara Pemerintah Suriah telah memperhebat operasi serangan terhadap Provinsi Idlib sejak akhir tahun lalu dan telah berhasil merebut kontrol terhadap banyak kotamadya dan desa. Sudah barang tentu, operasi ini telah mendapat dukungan dengan kekuatan api yang kuat dari angkatan udara Rusia, sekutu terbesar  Suriah dan telah melakukan intervensi yang kuat terhadap krisis ini sejak bulan September 2015.

Dalam memberikan  reaksi terhadap gerak-gerik yang dilakukan oleh gabungan pasukan Rusia-Suriah, Turki menyatakan bahwa operasi serangan terhadap Idlib telah melanggar permufakatan tahun 2018 antara Rusia dan Turki tentang pembentukan kawasan kurang tegang di Idlib. Dan selama beberapa pekan ini, belakangan iniAnkara telah menggelarkan kekuatan besar serdadu dan peralatan militernya ke Idlib dan Aleppo. Dengan keberadaan kekuatan Turki, kemajuan tentara Suriah telah  melambat pada saat frekuensi konfrontasi langsung antara tentara Pemerintah Suriah dan serdadu Turki meningkat terus-menerus. Khususnya, menurut informasi terkini yang diumumkan oleh Kanal Televisi Nasional Rusia “Rossiya 1” pada Kamis (27 Februari), pesawat tempur Rusia yang melakukan aktivitas di wilayah udara Provinsi Idlib telah berulang kali diserang dengan roket yang dipanggul oleh serdadu Turki selama hari-hari ini.

 

Pandangan keras dari Rusia dan Suriah

Walaupun kemajuan tentara Pemerintah Suriah di Provinsi Idlib telah sedikit melambat, tetapi Turki dan pihak-pihak pendukung pasukan pembangkang di Suriah sedang memahami kenyataan secara jelas bahwa tentara Pemerintah Suriah akan cepat merebut seluruh hak kontrol terhadap Provinsi Idlib dan kawasan Suriah Barat Laut, hal ini berarti semua kekuatan pro-Ankara di sana akan dihapuskan. Oleh karena itu, Turki dan beberapa negara telah mendesak Rusia dan Suriah menghentikan operasi serangan terhadap Provinsi Idlib. Akan tetapi, dalam pernyataannya di depan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss pada tanggal 25 Februari, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov telah menolak seruan ini dan menunjukkan bahwa penghentian operasi di Provinsi Idlib berarti “menyerah kepada kaum teroris, bahkan merupakan hadiah kepada para anasir teroris”.

Menurut kalangan analis, pandangan keras dari Rusia dalam operasi membebaskan Provinsi Idlib telah “dicengkam” oleh kekuatan tentara Pemerintah Suriah. Dalam berbagai pernyataan yang berbeda-beda selama ini, tentara Suriah terus menekankan tekad membebaskan Provinsi Idlib, membasmi secara tuntas semua kekuatan teroris yang didukung dari luar negeri dan sedang bersembunyi dan bertahan di sana.

Bisa dilihat, baik Rusia, Suriah dan Turki semuanya sangat bertekad dan mempertahankan pendirian tidak memberikan konsesi dalam masalah Idlib. Kenyataan ini membangkitkan kecemasan-kecemasan tentang bahaya konfrontasi yang berlumuran darah di Idlib antara semua faksi pada waktu mendatang. Menurut kalangan analis, akibat dan keterlibatan dari konfrontasi militer akan sangat mengerikan bagi  semua pihak, tanpa mempedulikan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Khususnya, hubungan kemitraan ekonomi dan kerjasama  sedang ada  yang baik antara Rusia dan Turki tentang banyak masalah bisa mengalami kerugian dan pastilah bahwa kedua negara memahami secara sangat jelas  bahaya ini. Hal itu menjelaskan mengapa bersama dengan pernyataan-pernyataan kuat tentang tindakan-tindakan militer yang keras, baik Moskow maupun Ankara semuanya telah memanifestasikan keinginan melakukan dialog dan dalam kenyataannya telah melakukan beberapa putaran perundingan selama ini. Akan tetapi, karena situasi di lapangan yang rumit beserta perhitungan-perhitungan yang berbeda-beda tentang kepentingan strategis, maka proses perundingan tentang nasib Idlib hingga sekarang masih belum selesai, belum pernah memberikan harapan tentang kedamaian dan ketenteraman terhadap puluhan ribu penduduk tak berdosa Suriah yang sedang termacet di tengah-tengah dua garis peluru. 

 

Komentar

Yang lain