Perekonomian-Perekonomian Waspada Hadapi Risiko Resesi Global

(VOVWORLD) - Karena dampak jangka panjang dari serentetan faktor yang tidak menguntungkan, ekonomi global menghadapi bahaya resesi yang semakin nyata. Banyak pakar dan lembaga keuangan internasional menyarankan agar perekonomian-perekonomian waspada, bersamaan dengan itu untuk terus memperkuat penyiapan skenario terbaik dan terburuk baik untuk jangka pendek maupun jangka menengah.
Perekonomian-Perekonomian Waspada Hadapi Risiko Resesi Global - ảnh 1Markas Besar the FED di Washington D.C, AS (Foto: AFP / VNA)

Serentetan data yang baru diumumkan lembaga-lembaga keuangan internasional serta sejumlah perekonomian besar dunia menunjukkan bahwa konflik Rusia-Ukraina dan terputusnya rantai pasokan barang global untuk waktu lama telah membuat tingkat inflasi di banyak perekonomian, terutama perekonomian besar dan maju, berada di rekor tertinggi. Fakta ini memaksa banyak bank sentral untuk menyesuaikan suku bunga acuan sehingga meningkatkan risiko resesi ekonomi.

Meningkatnya Risiko Resesi

Pada 21 September lalu, The Federal Reserve Amerika Serikat (the FED) mengumumkan keputusan untuk meningkatkan suku bunga acuan sebesar 0,75 basis poin guna menghadapi inflasi yang sedang berada pada tingkat tertinggi selama 4 dekade terakhir di perekonomian terbesar dunia ini. Ini merupakan kali ketiga the FED meningkatkan suku bunga acuan sebesar 0,75 basis poin dan merupakan kenaikan suku bunga acuan ke-5 sepanjang 2022 ini. Ini juga menjadi rekor jumlah peningkatan suku bunga dalam satu tahun di AS selama beberapa dekade terakhir.

Menurut kalangan analis keuangan dan ekonomi, peningkatan suku bunga acuan the FED yang belum pernah terjadi sebelumnya mengurangi peluang pertumbuhan, bersamaan dengan itu meningkatkan risiko resesi bagi perekonomian nomor satu dunia ini. Seperti diketahui, peningkatan suku bunga acuan akan membuat suku bunga lain juga meningkat seperti: suku bunga pinjaman untuk membeli rumah, mobil, suku bunga kredit dan suku bunga pinjaman untuk bisnis, sehingga dapat menurunkan laju pertumbuhan ekonomi. Faktanya bahwa dalam pernyataan setelah pengumuman peningkatan suku bunga, Presiden the FED, Jerome Powell juga mengakui implikasi ekonomi yang diakibatkan oleh kebijakan pengetatan moneter dengan berkomentar: “Tidak satu pun yang mengetahui apakah proses ini mengakibatkan resesi atau tidak, dan jika iya, seberapa seriusnya”. Selanjutnya, laporan perkiraan ekonomi terkini yang diumumkan the FED pada hari yang sama juga mencerminkan kekhawatiran ini. Laporan tersebut memperkirakan bahwa persentase penggangguran rata-rata di AS akan mencapai 4,4% tahun depan, lebih tinggi dibandingkan angka 3,7% saat ini, sedangkan tingkat pertumbuhan GDP dikoreksi menjadi hanya 0,2% pada tahun ini.

Akan tetapi bukan hanya perekonomian terbesar dunia yang tengah menghadapi kesulitan dan risiko resesi. Ini adalah kenyataan umum yang sedang dihadapi banyak perekonomian di seluruh dunia. Bank Dunia pada 15 September memperingatkan bahwa risiko resesi global tengah meningkat dan bank-bank sentral sedang memfokuskan upaya dalam pengendalian inflasi. Dalam wawancara dengan Kanal “Fox Business”, Presiden Bank Dunia, David Malpass memperingatkan bahwa perekonomian di seluruh dunia mungkin akan terus merosot pada 2023 dan bahkan setelahnya.

Perekonomian-Perekonomian Waspada Hadapi Risiko Resesi Global - ảnh 2Presiden Bank Dunia, David Malpass (Foto: Reuters)

Demikian pula, dalam laporan yang baru saja diumumkan beberapa hari sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 bagi kawasan Asia yang sedang berkembang. Konkretnya, ADB menurunkan perkiraan pertumbuhan kawasan Asia yang sedang berkembang menjadi 4,3%, lebih rendah dibandingkan perkiraan 5,2% yang dikeluarkan pada April lalu. Di antaranya, perkiraab pertumbuhan perekonomian terbesar kedua di dunia yaitu Tiongkok turun dari 5,0% menjadi 3,3%. Hal ini disebabkan langkah-langkah pencegahan pandemi dan pembatasan mobilitas sehingga membuat kegiatan ekonomi terhenti. Kawasan Asia yang sedang berkembang terdiri dari 46 anggota Bank ADB, dari Kepulauan Cook di Pasifik sampai Kazakhstan di Asia Tengah. Perkiraan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini pada tahun lalu mencapai 7%.

Berhati-Hati dan Memperkuat Upaya

Dengan latar belakang konflik Rusia-Ukraina yang terus berlangsung dan kendala rantai pasokan global yang belum terselesaikan, tingkat inflasi global diperkirakan akan terus tinggi dalam jangka pendek, sehingga memaksa bank-bank sentral untuk meningkatkan intervensi, yang paling populer ialah dengan peningkatan suku bunga acuan. Faktanya bahwa the FED beserta sejumlah bank sentral di kawasan dan negara-negara juga telah resmi mengumumkan rencana yang membuka peluang peningkatan suku bunga acuan di masa mendatang untuk menghadapi inflasi. Hal ini dapat diartikan bahwa peluang bagi pertumbuhan ekonomi akan semakin sempit.

Menghadapi perspektif yang mengkhawatirkan itu, para ahli ekonomi mengimbau pemerintah negara-negara untuk bertindak secara hati-hati dan perlu segera mencari solusi tepat untuk mendorong aktivitas produksi dan menjamin pertumbuhan.

Untuk jangka panjang, banyak pakar yang memiliki pandangan sama bahwa, bersama dengan langkah-langkah penanganan situasi ekonomi, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara perlu terus memprioritaskan solusi untuk menghentikan konflik Rusia-Ukraina dan melancarkan rantai pasokan global, sembari tetap mempertahankan konsistensi dengan strategi pertumbuhan yang hijau dan berkelanjutan.

Komentar

Yang lain