Permufakatan nuklir Iran mengalami keruntuhan dengan akibat-akibat yang sulit diduga

(VOVWORLD) - Tanpa memperdulikan pembenaran dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) bahwa Iran menaati secara serius permufakatan nuklir, Amerika Serikat (AS) tetap gigih menyatakan minat menarik diri dari permufakatan ini, sekaligus mempertimbangkan langkah-langkah mengenakan embargo baru. Gerak-gerik ini membuat hubungan AS-Iran terperangkap ke dalam pusaran ketegangan dengan akibat-akibat berbahaya yang sulit diduga.
Permufakatan nuklir Iran mengalami keruntuhan dengan akibat-akibat yang sulit diduga - ảnh 1Presiden AS, Donald Trump   (Foto: VNA) 

Permufakatan nuklir Iran  dengan nama Rencana Aksi Bersama Komprehensif ditandatangani oleh Iran dengan kelompok P5 plus 1 (meliputi Inggris, Perancis, AS, Tiongkok, Rusia plus Jerman) pada tahun 2015. Menurut permufakatan ini, Iran setuju mempersempit program nuklir untuk ditukar dengan penghapusan sebagian besar sanksi oleh komunitas internasional terhadap negara ini. Ini dianggap sebagai satu kemenangan diplomatik dan satu selar dalam masa bakti Presiden AS, Barack Obama. Akan tetapi, sejak berkuasa, pemerintah pimpinan Presiden AS, Donald Trump telah  mencari alasan-alasan untuk secara sepihak menarik diri atau membatalkan permufakatan ini. Bahkan, Presiden Donald Trump juga menganggap permufakatan nuklir dengan Iran adalah sebagai “mentertawakan” dan adalah “permufakatan yang paling buruk dalam sejarah”.

 

Ketegangan mengalami eskalasi

Sejak permufakatan nuklir ini ditandatangani, IAEA, badan yang bertanggung-jawab mengawasi aktivitas-aktivitas Iran secara terus-menerus mengeluarkan laporan-laporan terkini. Menurut itu, membenarkan bahwa Teheran menaati permufakatan ini. Yang terkini, laporan IAEA, pada Senin (9 Oktober), menegaskan bahwa Teheran telah membekukan beberapa aktivitas nuklirnya dan gudang cadangan uranium dari Iran, jenis yang digunakan demi tujuan sipil sekarang ini juga tidak melampaui batas yang sudah dipermufakatkan yaitu 300 kilogram. Laporan ini juga memberitahukan baha Iran tidak berminat membangun reaktor nuklir Arak yang bisa membuat sampai taraf senjata.

Akan tetapi, laporan-laporan ini menjadi tak bernilai dalam pandangan pemerintah pimpinan Presiden Donald Trump. Dalam pidatonya di depan pertemuan dengan para pejabat militer di Gedung Putih pada 5 Oktober ini, Presiden Donald Trump menyatakan bahwa AS tidak membolehkan Iran memiliki senjata nuklir. Dukungan  Iran  terhadap terorisme dan adalah sebab yang menimbulkan kekerasan, pertumphan darah dan kekisruhan di Timur Tengah, Itulah alasan mengapa AS perlu menghentikan ambisi nuklir Iran. Bahkan,Washington menuduh Teheran tidak melaksanakan semangat permufakatan ini. Tanpa memperdulikan kecemasan komunitas internasional dan upaya-upaya mengimbau kerujukan, AS menyatakan kemungkinan menarik diri dari permufakatan nuklir dengan Iran pada tanggal 12 Oktober dan Kongres AS akan adawaktu  60 hari untuk memutuskan apakah mengenakan kembali sanksi terhadap Iran atau tidak.

Dalam pada itu, untuk menanggapi pernyataan AS, Iran memperingatkan AS bahwa mereka akan memberikan balasan terhadap kekuatan AS di kawasan kalau Washington mengenakan lagi embargo. Sebelumnya, dalam pidatonya di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Presiden Iran, Hassan Rouhani mengutuk Presiden AS, Donald Trump yang punya sikap dan pernyataan yang bermusuhan terhadap Iran. Menurut Presiden Rouhani, tuduhan-tuduhan AS tidak bersifat konstruktif, tidak mendorong perdamaian dan saling menghormati antar-negara. Dia juga memperingatkan bahwa Iran akan tidak berinisiatif merusak permufakatan nuklir, tapi bersedia menarik diri dari permufakatan ini dan kembali kepada program nuklir “hanya beberapa jam” kalau AS menimbulkan kesulitan dan “akan memberikan balasan keras terhadap semua pelanggaran dari negara manapun”. Tidak hanya mencela AS, Iran juga menuduh Israel, sekutu dekat AS di Timur Tengah sebagai ancaman keamanan terhadap kawasan dan seluruh dunia ketika memiliki gudang senjata nuklir yang raksasa dan justru persekutuan AS-Israel barulah orang-orang yang sedang melaksanakan kampanye agrasi terhadap Timur Tengah.

 

Akibat berbahaya yang sulit diduga

Peringatan-peringatan timbal balik menimbulkan gelombang kecemasan di kawasan dan komunitas internasional. Presiden Perancis, Emmanuel Macron menegaskan tidak ada pilihan lain kecuali permufakatan nuklir yang sudah ditandatangani dengan Iran pada tahun 2015. Kalau AS membatalkan permufakatan ini, AS akan memundurkan dirinya sendiri  ke dalam posisi terisolasi, karena Eropa tetap mendukung permufakatan ini. Rusia memperingatkan “akibat-akibat negatif” kalau Presiden AS, Donald Trump tidak mempertahankan permufakatan nuklir dengan Iran. Dalam pada itu, banyak analis menyatakan bahwa kalau AS gigih membatalkan permufakatan nuklir dengan Iran, berbagai perlombaan senjata akan segera muncul sekaligus akan membuat ketegangan situasi di Timur Tengah meningkat.

Semua perkembangan tersebut sedang membuat hubungan AS-Iran menjadi sangat tegang dan semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pimpinan Presiden Donald Trump juga bisa membuat hubungan ini keluar dari kontrol. Kalau permufakatan ini berhenti, Iran bisa meneruskan program mengayakan uranium. Negara ini akan juga menderita akibat dari sanksi-sanksi baru. Menurut para pengamat, satu keputusan sepihak dari pemerintah pimpinan Donald Trump  yang menyatakan bahwa Iran tidak menaati resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau mendukung terorisme akan hanya membuat AS terisolasi dan menciptakan dalih kepada Iran untuk melakukan kembali berbagai aktivitas nuklir. Hal ini hanya semakin memperluas dan memperpanjang krisis di Timur Tengah pada waktu mendatang. 

Komentar

Yang lain