Ketegangan dagang AS-Tiongkok belum ada akhirnya

(VOVWORLD) - Dalam satu gerak-gerik untuk meningkatkan tekanan terhadap Tiongkok, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Senin (18 Juni), terus mengumumkan rencana-rencana mengenakan tatif 10% terhadap t barang dagangan senilai 200 miliar USD yang diimpor dari Tinongkok untuk membalas peningkatan tarif terhadap barang dagangan AS yang dilakukan oleh Tiongkok. Perkembangan baru ini menunjukkan bahwa ketegangan dagang antara dua perekonomian yang terbesar di dunia ini tidak mudah diatasi walaupun sebelumnya pimpinan dua negara telah bernapas lega karena berhasil menghindari perang dagang.
Ketegangan dagang AS-Tiongkok belum ada akhirnya - ảnh 1Presiden Tiongkok, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump   (Foto: AFP) 

Dalam pernyataannya pada Selasa (19 Juni) menurut WIB, Presiden AS, Donald Trump menegaskan harus melakukan tindakan lanjutan untuk memacu Tiongkok mengubah ketentuan-ketentuan yang tidak adil, membuka pasar bagi barang dagangan AS dan menerima satu hubungan dagang yang lebih setara dengan AS. Presiden Donald Trump memberitahukan bahwa dia telah memerintahkan Wakil Perdagangan AS supaya menetapkan komoditas-komoditas Tiongkok yang harus dikenai tarif baru. Menurut dia, ini merupakan tindakan balasan terhadap peningkatan tarif  dari  barang dagangan AS senilai 50 miliar USD yang dilakukan oleh Tiongkok.

 

Tindakan yang saling bertentangan

Pada kira-kira sebulan sebelumnya, pejabat perdagangan dua negara setelah melakukan banyak perundingan yang menegangkan di Beijing dan diWashington telah mengeluarkan pernyataan bersama yang isinya menegaskan bahwa dua pihak sepakat perlu melaksanakan langkah-langkah yang efektif untuk mengurangi secara berarti defisit perdagangan AS senilai lebih dari 300 miliar USD terhadap Tiongkok. Dua perekonomian terbesar di dunia akan berupaya untuk mengatasi semua kecemasan tentang ekonomi dan perdagangan secara berinisiatif. Kalangan otoritas dua negara pada khususnya dan dunia pada umumnya telah bernapas lega setelah pernyataan tersebut, tapi semua masalah yang berlangsung kemudian tidak seperti yang diharapkan.

Hanya sepekan setelah pernyataan bersama diesahkan, pada tanggal 29 Mei, Presiden AS, Donald Trump dengan mendadak menyatakan akan mengenakan pajak sanksi terhadap barang dagangan senilai 50 miliar USD yang diimpor dari Tiongkok dan membatasi investasi Tiongkok di bidang industri teknologi tinggi dari AS, meliputi teknologi-teknologi yang bersangkutan dengan strategi “Made in China 2025”, satu kebijakan Pemerintah Tiongkok untuk membantu mengembangkan teknologi-teknologi di dalam negeri.

 Selanjutnya, Kementerian Perdagangan AS mulai melakukan investigasi terhadap barang yang diimpor dari Tiongkok dengan tuduhan para produsen tanki propan dari baja telah melakukan dumping dan menerima subsidi tidak adil. Washington menegaskan bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan sebagian dari langkah-langkah untuk membela teknologi domestik dan harta benda inteligensia dari beberapa perilaku diskriminatif dan menimbulkan beban perdagangan tertentu terhadap Tiongkok.

Sudah barang tentu, Tiongkok tidak  bisa duduk berpangku tangan terhadap tekanan-tekanan dari AS dan  juga mengeluarkan pernyataan mengenakan tarif senilai 50 miliar USD, di antaranya pada pokoknya ialah komoditas-komoditas agribisnis, ikan dan kendaraan  AS.

Secara keseluruhan, perihal kalangan otoritas AS merusak kebulatan pendapat yang dicapai oleh dua pihak di Washington pada akhir bulan Mei lalu sangat mengejutkan Tiongkok maupun kalangan investor internasional. Tiongkok merasa bingung  tidak  tahu bagaimana kebijakan AS. Sedangkan, kalangan analis menilai bahwa sedang ada kontradiksi di arena politik AS tentang ‘perlakuan” terhadap Tiongkok tentang masalah perdagangan.

 

Kalangan investor dua negara merasa cemas

Dalam kenyataannya, karena watak dua perekonomian AS dan Tiongkok  saling bergantung, maka  tidak ada banyak cara bagi AS untuk mencegah Tiongkok tanpa menimbulkan kerugian terhadap AS sendiri. Grup Cargill, perusahaan swasta terbesar di AS yang khusus melakukan aktivitas di bidang pertanian telah mengimbau kepada Washington dan Beijing melakukan dialog agar badan-badan usaha, petani dan konsumen akan tidak tertarik ke dalam satu perang dagang. Juru bicara Grup Archer Daniels Midland urusan agribinis juga menyatakan bahwa dua negara supaya menjalankan dialog, menekankan bahwa Tiongkok “tetap terus merupakan satu pasar ekspor penting bagi agribisnis AS”.

Dalam pada itu, beberapa perusahaan besar AS seperti Boeing mulai menilai pengaruh-pengaruh dari langkah-langkah tarif yang dilakukan oleh Tiongkok. Boeing telah mencapai kira-kira 12,8% di antara total pendapatan Tiongkok  pada tahun 2017  dan merupakan salah satu di antara perusahaan-perusahaan multinasional AS yang paling rentan dalam menghadapi satu perang dagang “total”. Asosiasi Tekstil-Produk Tekstil dan Alas Kaki AS (AAFA) juga memperingatkan bahwa langkah-langkah balasan yang dilakukan oleh Tiongkok bisa mengancam kaum tani AS dan para produsen tekstil dan produk tekstil maupun meningkatkan biaya bagi rantai suplai bagi cabang industri ini. Ketua AAFA, Rick Helfenbein menyatakan bahwa Kongres AS supaya ikut serta untuk menghentikan “obsesi yang berbahaya ini”.

Sejak memegang kekuasaan, Presiden AS, Donald Trump telah bertekad menggalang kembali hubungan dagang dengan Tiongkok agar supaya ada satu hubungan yang sama derajat dan saling menguntungkan. Langkah yang digunakan oleh Donald Trump ialah kebijakan tarif. Akan tetapi, hingga sekarang, langkah ini masih belum mencatat perubahan-perubahan dari pihak Tiongkok. Ini nampaknya bukanlah cara pendekatan yang paling efektif terhadap masalah difisit perdagangan terhadap Tiongkok. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah ini, baik AS maupun Tiongkok perlu membuka ruang bagi perundingan-perundingan dagang untuk mengusahakan solusi yang bisa membantu  target dari masing-masing pihak.  

Komentar

Yang lain