Masih belum tampak ada musim semi Arab

(VOVworld) – Lima tahun lalu, pada hari-hari medio bulan Januari 2011, revolusi menuntut demokrasi meledak di serentetan negara Afrika Utara dan Timur Tengah dengan nama yang indah-indah “Musim Semi Arab”. Lima tahun ini, semua ketidak-stabilan di Afrika Utara dan Timur Tengah masih berakhir. Sisa-sisa yang disapu oleh “musim semi” ini dengan gelombang huru hara dan demonstrasi penggulingan rezim telah mengubah secara mendalam seluruh kawasan ini. 



Masih belum tampak ada musim semi Arab - ảnh 1
Musim Arab yang melanda banyak negara 5 tahun lalu
(Foto: vietbao.vn)


Pada 5 tahun lalu, negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah dengan mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Barat melakukan apa yang dinamakan “reformasi yang mengarah ke demokrasi”  dengan nama “Musim semi Arab”. Akan tetapi, selama 5 tahun ini, arus angin musim semi itu telah tidak mendatangkan “bunga yang harum dan buah yang manis”, tapi sebaliknya hanyalah “bunga yang beracun dan buah yang pahit”. Dari negara-negara sedang berkembang normal, bahkan sejahtera seperti Libia, Tunisia atau Suriah, tapi setelah mengalami “Musim semi Arab”, negara-negara ini telah  terperangkap ke dalam krisis menyeluruh tentang polisik, sosial-ekonomi, kebudayaan dan keamanan sehingga memaksa jutaan warga harus meninggalkan kampung halaman dan Tanah Air untuk mencari tempat bersandar.


Gempa politik

Pada akhir Desember 2012, kasus seorang pedagang kaki lima membakar diri di Tunisia untuk memprotes kaum polisi yang menyita barang dagangannya telah menyulut sumbu terhadap serenteran kasus turun ke jalan dan huru hara di seluruh dunia Arab.

Hanya sebulan setelah peristiwa di Tunisia, gelombang “Musim semi Arab” telah melanda hampir semua 23 negara dan teritori di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. Gempa sosial-politik ini telah membuat serentetan Pemerintah di Yemen, Libia dan Bahrain yang sudah esksis selama puluhan tahun telah runtuh secara cepat.  Khususnya, harus berbicara tentang operasi  serangan udara yang dilakukan oleh NATO terhadap Libia untuk membantu kaum pembangkang menggulingkan rezim dan membunuh pemimpin Guammar Gaddafi. Akan tetapi, kematian pemimpin Gaddafi masih belum menjadi tahap akhir dari  semua instabilitas yang terjadi di kawasan ini. Perubahan lembaga di negara-negara tersebut telah membuat perekonomian negara-negara ini mengalami stagnasi, internalnya terpolarisasi dan perjuangan perebutan kekuasaan tetap terjadi sangat sengit. Di Suriah, gempa instabilitas walaupun tidak bisa menggulingkan Pemerintah pimpinan Presiden Bashar al Assad, tapi membuat negara ini terperangkap ke dalam perang saudara yang menyeluruh. Tekanan dari kekuatan oposisi dan tekanan dari luar semakin besar sehingga selama 5 tahun ini, situasinya semakin menjadi kacau balau dan belum mendapatkan solusi yang efektif.

Satu periode sejarah baru telah terbuka di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah, tapi demokrasi yang sebenarnya masih jauh. Harapan tentang satu rezim yang bebas dan demokratis pada permulaannya tidak hanya tidak menjadi kenyataan, tapi semua nilai dasar seperti hak dapat hidup dalam perdamaian juga buyar bersama dengan amunisi senapan. 


Bunga beracun dan buah pahit

“Musim Semi Arab” telah membuka satu periode baru yang penuh dengan gejolak di kawasan. Ia telah mengubah perbandingan kekuatan, menetapkan kembali geo-politik kawasan Afrika Utara – Timur Tengah. Demonstrasi dan huru hara untuk menggulingkan rezim dengan intervensi yang kuat, mendalam dari luar membuat kawasan yang kaya akan sumber kekayaan alam ini tidak lagi tenteram, mengabdi perhitungan-perhitungan yang terpisah-pisah. Korban dari situasi ini adalah para warga sipil yang tak berdosa.

Di Suriah, perang saudara selama 5 tahun ini telah menewaskan kira-kira 250.000 orang. Perang saudara menciptakan krisis kemanusiaan yang paling buruk sejak Perang Dunia II dimana jutaan orang harus meninggalkan rumah dan melarikan diri ke Eropa. Perang saudara juga membuat Suriah menjadi bumi yang subur bagi terorisme. Di Yaman, sengketa politik, agama dan suku berubah menjadi bentrokan antar-suku. Bentrokan yang terus-menerus memojok warga Yaman ke dalam situasi harus hidup dengan bantuan dari luar negeri. Sedangkan di Mesir, negara dengan jumlah penduduk yang paling banyak di dunia Arab, sejak Presiden Hosni Mubarak digulingkan, sampai sekarang, walaupun panorama politik, sosial-ekonomi berangsur-angsur terlihat, tapi negeri Piramida ini tetap harus menghadapi tidak sedikit tantangan setelah sekian waktu terperangkap ke dalam krisis. Yaitu situasi harga bahan pangan dan pajak yang membubung tinggi, defisit anggaran keuangan negara dan prosntase pengangguran tidak kecil pada saat 44% jumlah mahasiswa yang baru lulus belum mendapat lapangan kerja. Libia, setelah bertahun-tahun terperangkap ke dalam perang saudara, walaupun Pemerintah Persatuan telah didirikan, tapi perang saudara yang berasal dari “Musim Semi Arab” telah menghancurkan negara ini. Yang lebih buruk ialah sebagian wilayah negara Afrika Utara ini sekarang berada dalam tangan Organisasi yang menamakan diri sebagai “Negara Islam” (IS). Hanya Tunisia saja, tempat permulaannya “Musim Semi Arab”, tidak terseret dalam pusaran bentrokan. Akan tetapi, negara ini juga sedang harus menghadapi tantangan yang serius tentang keamanan dengan berbagai serangan teror. Tunisia juga merupakan negara yang menyumbangkan paling banyak milisi kepada IS.

Masa 5 tahun ini merupakan satu penggalan jalan yang penuh duri dan onar bagi kawasan Afrika Utara – Timur Tengah. Kebebasan dan demokrasi belum tampak, tapi instabilitas politik dan bentrokan yang menyebabkan pertumpahan darah, kelaparan, kemiskinan dan situasi terbelakang tetap sedang eksis di negara-negara tersebut. Setelah mengalami berbagai prahara, hal yang paling dinantikan para warga kawasan Afrika Utara – Timur Tengah ialah menghentikan situasi berantakan dan instabilitas untuk mengembangkan ekonomi. 

Komentar

Yang lain