(VOVworld) – Para diplomat Amerika Serikat (AS), Rusia, Inggris, Perancis dan Tiongkok, pada Rabu (18 September) terus membahas resolusi yang disusun oleh negara-negara Barat dengan isi ialah menuntut pemusnahan gudang senjata kimia Suriah sesuai dengan permufakatan yang telah dicapai Rusia dan AS pada akhir pekan lalu.
Perbahasan tersebut berlangsung setelah para inspektur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkonfirmasikan penggunaan gas racun syarat Sarin dalam serangan pada 21 Agustus lalu di peluaran Ibukota Damaskus. Rancangan resolusi tersebut mengutuk dan melemparkan tanggung jawab kepada Presiden Suriah, Bashar al-Assad tentang penggunaan senjata kimia di Suriah. Menurut itu, Dewan Keamanan PBB akan memberikan sanksi terhadap Pemerintah Suriah kalau negara ini tidak menaati ketentuan-ketentuan dalam resolusi menurut bab 7, Piagam PBB yang mengizinkan penggunaan kekuatan dengan bermacam-macam bentuk: dari sanksi-sanksi sampai intervensi militer untuk menghukum semua tindakan melanggar resolusi.
Sekjen PBB, Ban Ki-moon
(Foto: baotintuc.vn)
Sementara itu, kantor berita AFP mengutip satu sumber berita keamanan tingkat tinggi Suriah, pada Selasa (17 September) menegaskan bahwa pasukan pembangkang di negara ini memiliki rudal darat ke darat, gas racun Sarin dan senjata kimia ini telah digunakan dalam serangan-serangan di dekat Damaskus. Pejabat tersebut “dengan tegas menolak” penggunaan gas racun Sarin dari kekuatan keamanan Suriah, bersamaan itu menegaskan bahwa pasukan ini “tidak mendapatkan kepentingan apa-apa ketika bertindak seperti itu pada latar belakang tentara sedang merebut kemenangan di medan”. Juga menurut pejabat ini, “anasir-anasir teror telah membuat sendiri rudal darat ke darat” dan memakai rudal ini untuk menyebarkan gas racun Sarin.
Sebelumnya, pada Senin (16 Sepember), grup pakar PBB telah memberikan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon laporan tentang proses investigasi serangan yang menggunakan senjata kimia di Suriah pada 21 Agustus lalu, di antaranya menegaskan bahwa senjata kimia telah digunakan “di dalam skala yang agak besar” dalam krisis yang memakan waktu selama 30 bulan di Suriah. Laporan ini tidak memberitahukan kekuatan mana yang menggunakan jenis senjata ini, tapi faksi oposisi Suriah dan sekutu-sekutunya menuduh bahwa pelaku adalah tentara pemerintah./.