Indonesia memprotes hak sejarah Tiongkok di Laut Timur kepada PBB

(VOVWORLD) - Untuk melanjutkan langkah-langkah diplomatik yang kuat baru-baru ini guna memprotes klaim Tiongkok, Indonesia terus mengirimkan satu nota kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membantah klaim tentang “hak sejarah” terhadap zona ekonomi eksklusif milik Indonesia di Laut Timur.

Indonesia memprotes hak sejarah Tiongkok di Laut Timur kepada PBB - ảnh 1Menlu Indonesia, Retno Marsudi menegaskan akan tidak melakukan perundingan dengan Tiongkok (Foto: VOV) 

Nota tertanggal 12/6 yang dikirim Indonesia kepada PBB menegaskan pendirian negara ini tentang masalah Laut Timur sesuai dengan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (UNCLOS 1982) dan vonis Mahkamah Arbitrase Internasional tahun 2016.

Dua isi utama yang disampaikan secara singkat dan tegas dalam nota tersebut yaitu: Yang pertama, “tidak ada maujud di kepulauan Truong Sa (Spratly) yang memperoleh status zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen, oleh karena itu tidak ada maujud di sini yang menciptakan zona tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen Indonesia”. Yang kedua, tidak ada hak sejarah di zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen Indonesia terhadap  Republik Rakyat Tiongkok. Kalau ada hak sejarah manapun sebelum berlakunya UNCLOS, semua hak ini digantikan oleh UNCLOS 1982. Menlu Indonesia, Retno Marsudi menekankan:

“Di atas dasar UNCLOS 1982, Indonesia tidak punya zona tumpang tindih dengan Tiongkok, maka tidak berpartisipasi pada perundingan manapun tentang delimitasi perbatasan dengan negara ini. Di Laut Timur, Indonesia hanya punya kedaulatan yang tumpang tindih dengan Vietnam dan Malaysia. Akan tetapi, melalui perundingan-perundingan, Indonesia telah berhasil melakukan delimitasi perbatasan landas kontinen dengan Vietnam dan Malaysia. Sekarang, Indonesia hanya melakukan perundingan tentang delimitasi perbatasan zona ekonomi eksklusif dengan dua negara tersebut”.

Sebelumnya, Indonesia telah dengan gigih menolak klaim Tiongkok di Laut Timur dan berseru kepada semua negara supaya menaati UNCLOS 1982 dan vonis Mahkamah Arbitrase Internasional tahun 2016 dalam gugatan antara Filipina dan Tiongkok tentang bentrokan kedaulatan.

Komentar

Yang lain