Penerbangan Indonesia bersedia bagi udara terbuka ASEAN

(VOVworld) - Kebutuhan cabang penerbangan Indonesia sedang mengalami eksplosi.  Khususnya, kebijakan Udara terbuka ASEAN yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2015, ketika Komunitas ASEAN  lahir, akan menciptakan lingkungan aktivitas  baru yang lebih liberal, namun tarap persaingan juga akan lebih tinggi. Hal ini menuntut Indonesia supaya membuat strategi perkembangan baru untuk mengatasi tantangan ini dan menguasai peluang perkembangan

Penerbangan Indonesia  bersedia  bagi udara terbuka ASEAN - ảnh 1
Ilustrasi
(Foto: vetnamplus.vn)

Pada tahun 2012, semua bandara Indonesia menerima 1,5 juta misi penerbangan, meningkat dua kali lipat terbanding dengan tahun sebelumnya. Hal ini menciptakan satu tekanan besar terhadap sistim  transportasi penerbangan di negara ini. Sekarang, Indonesia sedang kekurangan kira-kira 800 pilot per tahun. Sementara itu,  semua basis  pendidikan saban tahun hanya mendidik  maksimal dari 200-250  siswa.  Selain itu, sistim bandara dan pengelolaan wilayah udara Indonesia juga secara permanen mengalami kelebihan penumpang. Setiap misi penerbangan rata-rata  tertunda sedikit-dikitnya 30 menit.

Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini, Pemerintah dan semua perusahaan penerbangan Indonesia menerapkan banyak solusi untuk sementara dan untuk jangka panjang. Banyak perusahaan penerbangan telah memperkerjakan pilot asing atau para pilot militer. Endic Trewedater, yang pernah mendidik pilot pesawat perang Sukhoi, sekarang pindah menjadi pilot sipil mengatakan:  "Perbedaan-nya ialah uniform. Sikap layanan, pengetahuan dan teknik semuanya sama. Barang kali, misi-misi penerbangan sipil  lebih rumit dari pada latihan-latihan dalam tentara. Lebih sedikt gerak, tapi secara umum  semuanya sama”.

Selain itu, karena kurang ada bandara, bandara-bandara militer juga digunakan dengan 30 misi penerbangan  per hari yang terdiri dari  misi-misi penerbangan, misi-misi penerbangan militer dan pendidikan untuk praktek. Ditambah lagi, dalam waktu tiga tahun mendatang, Pemerintah Indonesia akan melakukan investasi  senilai USD 250 juta untuk satu sistim kontrol wilayah udara. Sistim ini dijanjikan akan mengurangi  waktu penundaan misi penerbangan di bawah tiga menit. Sekarang, Indonesia membentuk satu badan kontrol wilayah udara tunggal yang mampu mengelola 150 pesawat terbang  untuk  pesawat terbang militer dan pesawat terbang sipil. Angka ini jelaslah belum bisa memenuhi kebutuhan yang dihadapi cabang penerbangan. Amran, Direktur Badan Kontrol Wilayah Udara Ena, Indonesia memberitahukan: “Pada tahun 2016, pada permulaannya akan melaksanakan pengelolaan wilayah udara menurut sistim  baru, kami  menargetkan  akan mengurangi kelambatan  kira-kira 15 menit  per misi penerbangan terhadap kira-kira 30%  misi penerbangan,  sama dengan 3000 misi penerbangan.  Pada tahun 2017, target kami ialah mengurangai  kelambatan per misi penerbangan menjadi hanya tinggal dari 2 sampai 3 menit saja”.

Meskipun sistim penerbangan selalu mengalami kelebihan penumpang, tapi semua misi penerbangan Indonesia dinilai secara lebih aman. Pada tahun 2011, jumlah kasus kecelakaan pesawat terbang di Indonesia ialah 32 kasus. Pada tahun 2012, angka ini menjadi hanya tinggal 27 kasus. Ini merupakan perbaikan yang berarti, khususnya  jumlah misi penerbangan  berlipat dua kali pada tahun  ini.

Dengan cara meningkatkan sumber daya manusia dan kualitas infrastruktur, Indonesia sedang berupaya untuk bisa bersaing dengan para lawan lain yang lebih kuat dalam ASEAN seperti Singapura, Malaysia ketika kebijakan udara yang terbuka ASEAN  dilaksanakan pada tahun 2015./. 

Komentar

Yang lain