AS dan Upaya-Upaya Sepihak dalam Masalah Nuklir Iran

(VOVWORLD) - Di hari-hari terakhir Agustus ini, dokumen nuklir Iran kembali menjadi topik yang memancing perhatian dan mengundang opini internasional. Alasan utama yang patut diperhatikan bukan hanya kunjungan yang dilakukan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi di Iran, namun lebih pada kampanye peningkatan tekanan sepihak oleh Amerika Serikat (AS) terhadap negara Islam.
AS dan Upaya-Upaya Sepihak dalam Masalah Nuklir Iran - ảnh 1 Menlu AS, Mike Pompeo (tengah) (Foto: REUTERS - MIKE SEGAR)

Puncaknya masalah tersebut ialah pada 20 Agustus yang lalu, ketika Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo datang ke Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York untuk mengajukan surat tuntutan kepada Dewan Keamanan PBB untuk mengaktifkan “proses menggertak kembali” (Snapback) guna mengenakan kembali sanksi-sanksi PBB terhadap Iran dengan tuduhan bahwa Teheran tidak mematuhi komitmen-komitmen dalam masalah nuklir, sebuah langkah yang bisa sama sekali meruntuhkan permufakatan nuklir yang ditandatangani pada 2015 lalu, antara Iran dan Kelompok P5+1, atau disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Mekanisme “Snapback” dan upaya-upaya sepihak dari AS

Mekanisme “Snapback” adalah klausul yang membolehkan semua negara dalam Kelompok P5+1 (yang meliputi 5 negara anggota tetap DK PBB plus Jerman) merekomendasikan dikenakannnya kembali sanksi-sanksi PBB terhadap Iran, apabila Teheran tidak mematuhi komitmen-komitmen dalam permufakatan. Setelah menerima permintaan resmi, para anggota lain DK PBB diberi waktu 10 hari untuk mengeluarkan keputusannya. Jika DK PBB tidak bisa mengeluarkan keputusan sesuai batas waktu tersebut, sanksi-sanksi terhadap Iran secara otomatis akan diaktifkan 20 hari kemudian, atau 30 hari sejak permintaan resmi dikeluarkan. Menurut kalangan analis, skenario ini mudah terjadi karena AS sedang memiliki hak memberikan veto dan bisa menolak semua rancangan resolusi yang tidak sesuai dengan keinginan Washington.

AS memutuskan untuk melakukan langkah tersebut hanya sepekan setelah gagal mengesahkan satu resolusi untuk memperpanjang gencatan senjata terhadap Iran di DK PBB (pada 14 Agustus). Hal ini menunjukkan bahwa Washington sangat bertekad mengejar langkah-langkah keras terhadap negara Islam. Namun, upaya-upaya sepihak AS dalam masalah nuklir Iran bertentangan dengan pandangan hampir semua negara lainnya, termasuk para sekutu AS.

Reaksi Keras Negara-Negara Lain

Segera setelah tindakan AS dalam menuntut supaya mengaktifkan mekanisme “Snapback”, beberapa negara lain cepat memberikan suara protes. Dalam pucuk surat kepada DK PBB pada 20/8 yang lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia mengimbau kepada semua negara anggota DK PBB supaya memrotes tindakan AS, menekankan bahwa Washington tidak berhak mengaktifkan mekanisme dikenakannya kembali sanksi terhadap Iran.

Khususnya, tiga negara sekutu lama AS, yaitu: Inggris, Jerman, dan Prancis, pada hari yang sama juga mengeluarkan komunike bersama, yang antaranya lain menegaskan tidak akan mendukung tuntutan yang direkomendasikan AS untuk menerapkan kembali sanksi terhadap Iran. Negara-negara ini menganggap bahwa Washington tidak punya hak hukum untuk mengaktifkan mekanisme “Snapback” karena negara ini sudah menarik diri dari “JCPOA” pada 2018 lalu. Sebelumnya, para sekutu Eropa ini juga merupakan negara-negara yang memberikan reaksi keras terhadap keputusan Washington dalam menarik diri dari JCPOA. Kenyataan ini menunjukkan bahwa akan sangat sulit bagi AS untuk meyakinkan para sekutu Eropa untuk menyambut dan ikut serta dalam penerapan sanksi-sanksi baru terhadap Iran, bahkan dalam situasi apabila mekanisme “Snapback” berhasil diaktifkan menurut keinginan AS. Bahkan hal ini bisa membuat Eropa dan Iran menjadi lebih dekat satu sama lain, meruntuhkan rencana Washington dalam upaya mengisolasi Teheran, serta akan banyak melibatkan masalah-masalah lain yang sulit diramal.

Hal itu menjelaskan mengapa dalam internal negara AS juga ada banyak pendapat yang menentang langkah-langkah sepihak yang tengah dikejar Washington dalam masalah nuklir Iran. Wendy R.Sherman, Kepala Juru Runding AS di masa Presiden Barack Obama, memperingatkan bahwa Washington bisa melemahkan kekuasaannya jika terus bertentangan dengan negara-negara adi kuasa lainnya, termasuk para sekutunya, dalam masalah nuklir Iran ini.

Oleh karena itu, dalam situasi sekarang ini banyak analis menilai bahwa Eropa dan negara-negara lain tetap memelihara perundingan-perundingan dengan Iran guna menjamin permufakatan nuklir 2015 tidak runtuh hingga pemilihan presiden AS berakhir pada November mendatang, dengan harapan bahwa kebijakan AS dalam masalah nuklir Iran akan berubah menurut arah yang positif setelah event ini. 

Komentar

Yang lain