Eropa dalam perang anti terorisme

 (VOVworld) – Bayangan hitam terorisme meliputi negeri Perancis, Eropa dan seluruh dunia setelah dua serangan teror terjadi pada pekan lalu di negara Perancis, sehingga menewaskan 17 orang. Kasus ini membuat negeri-negeri Eropa yang lebih saling mendekat dalam perang anti terorisme, akan tetapi juga mengajukan banyak masalah dalam menghadapi bahaya teror yang selalu mengintip, khususnya ketika kalangan pejabat keamanan Eropa percaya bahwa semua sasaran di Perancis yang terkena pada waktu lalu hanya merupakan permulaan saja. 

Eropa dalam perang anti terorisme - ảnh 1
Rakyat Perancis melakukan pawai untuk mengutuk terorisme.
(Foto: phunuonline.com.vn)


Setelah pawai-pawai yang dilakukan untuk menyatakan duka cita terhadap warga Perancis, serentetan negeri Eropa segera memperketat keamanan secara maksimal untuk mencegah kasus –kasus serupa dan menggelarkan rencana keamanan khusus dengan langkah-langkah darurat.

Psikologi waspada meliputi banyak negeri Eropa.

Serenteran serangan teror di Perancis pada hari-hari lalu menunjukkan banyak lobang dalam usaha menjamin keamanan di Perancis pada khususnya dan negeri-negeri Eropa pada umumnya dalam usaha menghadapi bahaya terorisme ekstrim. Persatuan dan kerjasama yang dilakukan banyak negeri  Eropa terhadap Perancis pada hari-hari lalu menunjukkan bahwa pimpinan negara-negara Eropa telah memahami bahwa satu peristiwa yang berdarah-darah seperti  di Perancis sepenuhnya bisa terjadi di negeri-nya sendiri .

Oleh karena itu, di Inggris, Perdana Menteri David Cameron telah meminta kepada pasukan polisi dan satuan-satuan yang bersangkutan siap menghadapinya kalau terjadi serangan teror yang berturut-turut di banyak tempat dan berkepanjangan selama berhari- hari. Dia juga meminta kepada pasukan polisi dan tentara supaya terus berkoordinasi erat untuk menjamin bahwa polisi bisa mendapat bantuan yang berhasil-guna dari tentara kalau diperlukan. Perdana Menteri David Cameron berkomitmen akan memberikan wewenang yang “lebih menyeluruh” kepada badan-badan intelijen  untuk memantau dan mengawasi  obyek-obyek yang dicurigai sebagai teroris di Inggris.

Di Perancis, bahaya teror tetap masih ada ketika Perdana Menteri Perancis, Manuel Valls menegaskan  bahwa Rencana anti terorisme  akan terus dilakukan di tingkat tertinggi. Perancis akan mengerahkan jumlah serdadu secara maksimal untuk membela kantor-kantor readaksi, berbagai organisasi dan badan negara, gereja Yahudi dan masjid Islam, sekolahan agama- tempat-tempat  yang mungkin menjadi sasaran  serangan dari kaum teroris.

Sementara itu, Kanselir Republik Federasi Jerman, Angela Merkel berseru kepada  badan-badan intelijen internasional supaya berkerjasama erat untuk  tukar-menukar informasi di seluruh Eropa dan di dunia. Dia juga memberitahukan bahwa sistim keamanan di Jerman selalu disesuaikan dan harus  memperluas investasi pada sistim ini dan meningkatkan anggaran keuangan bagi kekuatan polisi federal. Menurut rencana, Kementerian Hukum Jerman menyampaikan satu undang-undang baru  kepada Pemerintah pada bulan Januari ini, diantaranya ada langkah-langkah yang keras untuk mencegah dukungan dan bantuan kepada organisasi-organisasi teroris serta mobilitas orang-orang Muslim  ke kawasan-kawasan terjadi pertempuran

Italia juga meningkatkan tarap peringatan tentang bahaya  serangan terror. Perdana Menteri Italia, Matteo  Renzi  juga merekomendasikan pembentukan satu badan intelijan bersama dari negara-negara Uni Eropa karena selain menggunakan mata uang bersama, Uni Eropa  harus bersatu  padu dan harus mengeluarkan politik diplomatik yang tunggal.


Tantangan yang sekarang  ada


Tidak bisa diingkari bahwa serentetan serangan teror yang  membuat 17 orang  di Perancis tewas telah mendorong negara-negara Eropa menyusun rencana aksi yang gigih terhadap terorisme. Namun, perang-perang anti terorisme tidak hanya termasuk dalam satu operasi keamanan dan bukanlah tanggung jawab dari sebuah negara secara sendiri-sendiri. Yang lebih mencemaskan ialah ketika Direktor Organisasi  Polisi Eropa (Europol), Rob Wainwright memberitahukan: Ada 5000 orang warga negara dari Uni Eropa yang masuk ke barisan milisi mujahidin. Hal ini berarti bahwa  Uni Eropa sedang menghadapi sejumlah besar orang yang pada pokoknya adalah pemuda untuk kembali pulang melakukan serangan-serangan yang telah disaksikan oleh opini umum  di Paris pada pekan lalu.

Koordinator anti terorisme dari Uni Eropa, Gilles de Kerchove mengakui bahwa tidak ada cara yang bisa mencegah secara absolut serangan-serangan teror seperti beberapa kasus  yang baru saja terjadi di Paris. Menurut Gilles de Kerchove, jawaban-nya bukan menangkap anasir-anasir mujahidin yang kembali ke Eropa dari  Suriah atau Irak, karena rumah penjara dimisalkan sebagai “taman-taman pembenihan raksasa” untuk ekstrimisasi.

Selain itu, Eropa juga menjunjung tinggi kewaspadaan ketika para anasir provokatif telah banting kemudi melakukan kasus sendiri-sendiri, menyasar pada sasaran-sasaran yang mudah dilaksanakan. Oleh karena itu, perang anti terorisme menuntut cara pendekatan yang lebih komprehensif. Yaitu menghargai hak menentukan nasib sendiri sendiri negara-negara lain dalam dunia Arab, membantu negara-negara di Timur Tengah mengembangkan ekonomi, mengentas dari kelaparan dan kemiskinan serta menciptakan lapangan kerja untuk kaum pemuda. Semua hal ini akan membatasi para benggolan organisasi-organisasi mujahidin merekrut  anggota-nya.

Jelaslah bahwa Eropa terus menjadi sasaran serangan dari kaum teroris adalah kenyataan. Perang anti terorisme  akan memakan waktu panjang. Dalam perang ini, selain rencana aksi gigih dari setiap negeri, Eropa perlu mengarah ke kerjasama yang lebih intensif, ekstensif  dan komprehensif  di medan anti terorisme./.


Komentar

Yang lain