Eropa dan Jalan yang Sulit Di Masa Depan

(VOVWORLD) - Eskalasi konflik Rusia-Ukraina yang mengakibatkan serangkaian dampak buruk telah dan sedang menciptakan tantangan-tantangan yang serius bagi sebagian besar kawasan dan perekonomian di dunia. Di antaranya, Eropa dianggap sebagai kawasan yang menderita dampak  yang paling parah dengan serangkaian gejolak besar baik di gelanggang politik maupun sosial di banyak negara anggota. 
Pada tanggal 24 Oktober, Partai Konservatif yang berkuasa di Inggris telah mengidentifikasi mantan Menteri Keuangan Rishi Sunak (42 tahun) akan menjadi pemimpin baru Partai Konservatif, dan menjadi Perdana Menteri untuk menggantikan Liz Truss (yang baru saja mengundurkan diri pada tgl 20 Oktober setelah hanya satu setengah bulan memegang jabatan). Dengan demikian, dalam waktu kurang dari dua bulan, Kerajaan Inggris memiliki 3 Perdana Menteri (Boris Johnson, Liz Truss, dan Rishi Sunak), hal itu mencerminkan volatilitas yang kuat di gelanggang politik nasional mantan anggota Uni Eropa dan sekaligus merupakan perekonomian terbesar kedua di benua itu (setelah Republik Federasi Jerman). 

Salah satu alasan utama yang menyebabkan situasi ini ialah kondidi kesulitan parah tentang sosial-ekonomi  (harga bahan bakar dan bahan pangan meningkat tinggi, inflasi mencapai rekor, dan lain sebagainya), semuanya disbabkan dampak dari krisis Rusia-Ukraina. Namun, hal yang lebih patut  dibicarakan ialah tidak hanya gelanggang politik Inggris, tetapi juga banyak negara Eropa utama lainnya juga menghadapi kesulitan dan tantangan serius yang sama, dikarenakan alasan yang sama. 

Tantangan dan Kesulitan Yang Bertumpuk-Tumpuk di Banyak Negara Eropa

Banyak pakar regional dan internasional mengajukan penilaian yang sama bahwa pimpinan Pemerintah Inggris dalam konteks saat ini, yaitu Rishi Sunak akan harus menghadapi serangkaian tantangan, terutama tugas merevitalisasi perekonomian yang sedang  di ambang jatuh ke dalam resesi ketika harga energi dan pangan melonjak.

Di satu perekonomian besar Eropa lainnya, yaitu Italia (anggota Uni Eropa), serangkaian kesulitan dan tantangan serius juga menantikan Pemerintah pimpinan Perdana Menteri baru Giorgia Meloni (dilantik pada 22 Oktober).  

Sedangkan di Prancis, Pemerinta pimpinan Presiden Emmanuel Macron bahkan lebih pusing kepala ketika harus berupaya menghadapi gelombang demonstrasi untuk memprotes harga bahan bakar, pangan, dan persentase pengangguran yang tinggi di seluruh negeri.

Kurang rebut-ribut, tetapi situasi di perekonomian terbesar Uni Eropa, yaitu Jerman juga menghadapi kesulitan serius ketika persentase inflasi telah mencapai tingkat tertinggi dalam beberapa dekade dan risiko resesi ekonomi sudah dekat. Bahkan Jerman mungkin akan jatuh ke dalam resesi pada musim dingin ini juga dengan persentase inflasi pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 8,1% dan akan terus meningkat menjadi 9,3% pada tahun 2023. 

Solusi dan Prospek

Banyak analis independen internasional memiliki kesamaan pandangan yaitu meskipun mempunyai perbedaan tentang perkembangan dan tingkat, tetapi kesulitan dan tantangan yang dihadapi sejumlah pemerintah dan negara di Eropa sama berasal dari sebab-musabab penting, yaitu dampak krisis Rusia-Ukraina. Oleh karena itu, perlu memprioritaskan sumber daya untuk fokus menangani krisis.

Ini juga merupakan pandangan yang didukung oleh semakin banyak pemimpin Eropa. Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Hongaria, Peter Szijjarto memperingatkan bahwa krisis energi saat ini di Eropa akan berkepanjangan  hingga 2023 dan 2024, atau mungkin lebih lama. Terutama, Menlu Hungaria menegaskan kembali pandangan para pemimpin negara ini yang dikeluarkan sebelumnya: situasi krisis energi di Eropa merupakan akibat  dari pengenaan sanksi terhadap Rusia atas operasi militer di Ukraina. Oleh karena itu, Eropa perlu fokus mengusahakan solusi untuk mengakhiri konflik, alih-alih meningkatnya sanksi. 

Dengan pandangan yang sama, dalam waktu terakhir, Presiden Turki, Tayyip Erdogan juga terus-menerus menjalankan gerak-gerik untuk mendorong solusi -solusi damai bagi konflik Rusia-Ukraina. Pemimpin Turki itu menunjukkan bahwa pintu perdamaian harus selalu terbuka secara luas. Karena konflik yang didamaikan akan membantu menangani serangkaian masalah yang dihadapi Eropa, baik pada aspek sosial-ekonomi, pertahanan-keamanan, maupun politik-diplomatik.

Komentar

Yang lain