Eropa menghadapi krisis migran baru: Kesulitan yang bertumpuk-tumpuk

(VOVWORLD) - Ketika Turki membuka lebar-lebar perbatasannya dengan negara tetangga Yunani untuk ribuan pengungsi dan migran yang lain, mendorong Eropa harus menghadapi krisis baru, orang mencemaskan  skenario tentang satu krisis kemanusiaan yang akan diulangi lagi seperti pada tahun 2015, bahkan lebih buruk karena pada latar belakang benua ini sedang harus  bergulat menghadapi pandemi Covid-19 yang tak tahu kapan akan berakhir. 
Eropa menghadapi krisis migran baru:  Kesulitan yang bertumpuk-tumpuk - ảnh 1 Para pemimpin Uni Eropa dan Turki mengadakan pertemuan di Brussels  pada tanggal 9/3/2020 (Ilustrasi) (Foto: AFP/VNA)

Menyusul perundingan pada tanggal 9 Maret, Eropa dan Turki akan melakukan pertemuan pada tanggal 26 Maret ini untuk mengusahakan satu solusi yang bisa diterima dua pihak guna mencegah arus migran yang masuk ke Eropa setiap hari, menghindari terjadinya krisis migran sekali lagi  seperti pada tahun 2015.

Mengapa Tukir membuka perbatasan

Pada tanggal 26 Maret tahun 2016, para pemimpin Uni Eropa telah menandatangani satu permufakatan dengan Turki untuk menghentikan krisis pengungsi. Konkretnya, Uni Eropa sepakat membayar 6 miliar Euro kepada Turki dan mendorong perundingan tentang permintaan Turki untuk masuk Uni Eropa alih-alih negara ini berupaya mencegah arus migran ke Uni Eropa. Dan permufakatan itu sebenarnya telah mengembangkan hasil-guna. Setelah 3 tahun kemudian, jumlah pengungsi yang datang ke pulau-pulau milik Yunani dari tempat transit Turki telah turun secara berarti, dari taraf puncaknya 7.000 orang per hari tutun menjadi beberapa ratus orang per hari. Akan tetapi, angka itu cenderung meningkat kembali pada tahun 2019.

Alasannya ialah walaupun Turki berupaya keras untuk masuk Uni Eropa, tetapi, prospek ini menjadi sulit ketika Parlemen Eropa meminta supaya membebukan semua perundingan tentang anggota baru. Permintaan Uni Eropa ini berlangsung pada latar belakang Presiden Turki sedang melakukan banyak langkah penumpasan  kuat di dalam negeri sehingga membuat Uni Eropa merasa  gusar dan ragu-ragu dalam perundingan.

Di segi lain, bentrokan bersenjata antara pasukan-pasukan Turki dan Suriah di Provinsi Idlib, benteng terakhir dari kaum pembangkang di Suriah selama ini telah membuat masalah pengungsi menjadi serius, obsesi terhadap negara-negara Eropa selama bertahun-tahun ini. Terserat dalam krisis di Provinsi Idlib, tapi Turki tidak mendapat bantuan dari negara-negara Barat, oleh karena itu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan telah menyatakan akan membuka pintu pos halangan jalan ke Eropa.

Dan segera setelah keputusan menyalakan lampu hijau dari Presiden Erdogan pada akhir bulan Februari lalu, banyak pengungsi Suriah telah melewati perbatasan Turki untuk menuju ke kawasan-kawasan pesisir dan kawasan perbatasan dengan Yunani dan Bulgaria.

Krisis ganda

Untuk memecahkan masalah pengungsi Suriah dan negara-negara Timur Tengah yang melewati perbatasan Turki, Uni Eropa terpaksa harus melakukan kembali perundingan dengan Turki. Pada perundingan yang pertama pada tanggal 9 Maret, dua pihak sepakat membentuk kelompok kerja untuk melaksanakan permufakatan tentang masalah migrasi yang sudah ditandatangani pada tahun 2016. Hal yang patut diperhatikan dalam perundingan ini ialah pihak Uni Eropa telah menyetujui secara prinsipiil pensuplaian keuangan kepada para migran Yunani dan Turki. Gerak-gerik ini bermaksud meredakan Turki untuk mengusahakan solusi-solusi yang efektif dalam mengontrol arus migran, menuju ke permufakatan-permufakatan sesuai dengan kepentingan baik dari Uni Eropa maupun dari Turki.

Direncanakan, dua pihak telah melakukan pertemuan pada tanggal 26 Maret 2020 untuk membahas masalah ini. Akan tetapi, pada latar belakang ini, Uni Eropa sedang mengalami periode yang teramat sulit, pusing  kepala dalam memecahkan masalah Brexit sambil memprioritaskan pengokohan intra kawasan. Di samping itu, masalah-masalah ekonomi dan anggaran keuangan bersama sedang menjadi masalah yang semakin besar bagi Uni Eropa. Dan yang paling serius sekarang ini ialah Uni Eropa sedang menjadi pusat-nya wabah dunia. Lebih-lebih lagi, untuk memecahkan secara mendasar masalah migran, semua pihak harus menghentikan perang di Suriah, di antaranya tempat panasnya ialah Provinsi Idlib. Akan tetapi, masalah ini tidak bisa dipecahkan dalam masa dekat ketika peranaan Uni Eropa dalam perang ini semakin kabur. Dan Turki sedang menggunakan “troef” migran untuk ditawar  dengan Uni Eropa. Nampaknya masalah migran di perbatasan Turki dengan negara-negara Uni Eropa masih terus berkepanjangan dan belum berakhir.  

Komentar

Yang lain