Instabilitas Meningkat di Niger

(VOVWORLD) - Situasi politik di Niger sedang menarik perhatian opini umum internasional setelah Presiden Mohamed Bazoum digulingkan oleh tentara dan pemerintah militer yang didirikan oleh faksi kudeta melakukan banyak penangkapan terhadap para anggota dari pemerintah konstitusional. Gerak gerik ini menandai eskalasi ketegangan dari krisis politik yang terkini di Niger, salah satu negara paling miskin di dunia. Bersamaan dengan itu, hal ini bisa lebih merumitkan upaya-upaya Barat dalam membantu negara-negara di Kawasan Sahel melawan pemberontakan yang dilakukan oleh para oknum mujahidin.
Instabilitas Meningkat di Niger - ảnh 1Para demonstran pendukung kudeta berkumpul di Ibu Kota Niamey  (Foto: Balima Boureima/Reuters)

Niger terletak di kawasan Afrika Barat. Negara ini telah mengalami 4 kali kudeta sejak merebut kemerdekaan pada tahun 1960, di antaranya, kudeta terkini terjadi pada bulan Februari 2010. Niger memiliki sekitar 25 juta jiwa penduduk, 2/3 areanya adalah gurun pasir dan selalu berada di akhir pemeringkatan Indeks Pembangunan Manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), satu standar tentang kemakmuran.

 

Negeri yang Terperangkap Dalam Kekacauan

Mohamed Bazoum dipilih menjadi Presiden Niger pada tahun 2021, berkuasa pada saat negara ini sedang tenggelam dalam kemiskinan dan kelaparan. Tetapi sejak itu hingga saat ini, situasi instabilitas selalu ada dengan munculnya kelompok-kelompok perampok bersenjata atau beberapa kelompok mujahidin di garis perbatasan Niger.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah menggulingkan presiden pada tanggal 26 Juli, juru bicara tentara Niger, Kolonel Amadou Abdramane, mengatakan bahwa pasukan pertahanan dan keamanan memutuskan “menghentikan rezim yang telah membuat situasi keamanan menjadi buruk dan pengelolaan yang lemah”. Juru bicara tentara Niger ini juga menambahkan bahwa garis perbatasan negara telah ditutup dan jam malam di seluruh negeri telah diberlakukan.

Yang patut diperhatikan, 2 hari setelah menggulingkan presiden, pada tanggal 28 Juli, Jenderal Abdourahamane Tchiani, pemimpin Pasukan Pembela Presiden sejak tahun 2011, menyatakan menjadi pemimpin baru negara Afrika yang penuh dengan instabilitas ini, dan memperingatkan bahwa intervensi militer manapun dari luar negeri juga akan menimbulkan kekacauan. Bersama dengan pernyataan tersebut, pemerintah militer yang berkuasa di Niger juga menangkap banyak anggota dari pemerintah dari presiden Mohamed Bazoum.

Menurut kalangan analis, situasi instabilitas di Niger sebagian besar dipengaruhi oleh beberapa negara tetangga. Melihat panorama Afrika Barat, sejak tahun 2020, kudeta selalu terjadi di beberapa negara di kawasan ini, di antaranya ada Mali, Guinea dan Burkina Faso. Pada akhir tahun lalu, para pemimpin Komunitas Ekonomi Afrikat Barat (ECOWAS) telah sepakat membentuk kekuatan regional untuk melakukan intervansi ketika terjadi kudeta dan melawan para oknum mujahidin.

 

Reaksi Komunitas Internasional

Dalam reaksinya terhadap situasi di Niger, pimpinan kalangan militer Mali dan Burkina Faso memperingatkan bahwa intervensi militer manapun terhadap Niger akan juga membawakan pernyataan menentang Burkina Faso dan Mali. Sebaliknya, pernyataan bersama yang mengakhiri konferensi tingkat tinggi darurat para pemimpin ECOWAS yang berlangsung di Kota Abuja, ibu kota Nigeria pada tanggal 30 Juli telah meminta pemerintah militer yang didirikan oleh faksi kudeta di Niger supaya menolak kekuasaan dan memulihkan ketertiban undang-undang dasar maupun jabatan untuk Presiden Mohamed Bazoum. Selama sepekan, kalau permintaan ini tidak ditanggapi, ECOWAS akan menerapkan semua langkah yang perlu, mungkin terdiri dari langkah militer untuk memulihkan ketertiban undang-undang dasar di Niger. Para pemimpin 15 negara Afrika Barat juga memutuskan mengenakan serentetan sanksi terhadap faksi kudeta di Niger seperti  membekukan semua transaksi keuangan dan perdagangan antara negara-negara ECOWAS dengan Niger, menutup garis perbatasan dengan Niger, melarang masuk terhadap para individu peserta dan yang terlibat dengan kudeta. Bersamaan dengan itu, pernyataan bersama para pemimpin Afrika Barat juga mengutuk beberapa kekuatan asing yang mendukung kudeta tersebut.

Instabilitas Meningkat di Niger - ảnh 2Para demonstran pendukung kudeta berkumpul di luar Kedutaan Besar Prancis  (Foto: Souleymane Ag Anara/Reuters)

Dari pihak komunitas internasional, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengutuk kuat semua upaya merebut kekuasaan dengan kekerasan dan  menyabot manajemen demokrasi, perdamaian dan stabilitas di Niger. Dia mengimbau semua pihak terjadi supaya mengekang diri dan  menjamin melindungi ketertiban undang-undang dasar. Sementara itu, dari tanggal 29 hingga 31 Juli, Uni Eropa, Jerman dan Prancis mengumumkan menghentikan semua bantuan keuangan dan kerja sama pembangunan dengan Niger.

Pada pihak Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, mengatakan bahwa hubungan kemitraan ekonomi dan keamanan Amerika Serikat dengan Niger, diperkirakan sebesar ratusan juta USD bergantung pada dipertahankannya demokrasi dan ketertiban undang-undang dasar di negara ini. Bantuan itu sedang mengalami bahaya dan semua tindakan menimbulkan instabilitas harus segera dibalikkan.

Niger adalah negara penerima bantuan utama dari Barat. Niger harus bergulat dengan dua kampanye mujahidin, satu di sebelah Barat Daya yang berasal dari Mali pada tahun 2015 dan kampanye sisanya dari sebelah Tenggara yang terkait dengan kekuatan mujahidin dari Nigeria Timur Laut. Pemerintah konstitusional di Niger yang digulingkan telah lebih merumitkan upaya Barat dalam membantu negara-negara di Kawasan Sahel untuk melawan pemberontakan para oknum mujahidin. Bersamaan dengan itu, membuat kehidupan warga Niger, salah satu negara paling miskin di dunia kian lebih sulit. 

Komentar

Yang lain