Kemacetan dalam upaya keras menaikkan harga minyak

(VOVworld) – Setelah perundingan selama 6 jam di Doha, Qatar, negara-negara produsen minyak besar di dunia, Minggu (17/4), telah gagal mencapai satu permufakatan untuk membatasi hasil prouksi minyak kasar, mendorong harga minyak membubung tinggi. Hasil ini bertentangan dengan suasana optimis menjelang konferensi, menunjukkan adanya perselisihan yang mendalam tentang kepentingan antara negara-negara penghasil minyak, bersamaan itu menunjukkan bahwa usaha menaikkan harga minyak merupakan persoalan yang sulit dipecahkan.


Kemacetan dalam upaya keras menaikkan harga minyak - ảnh 1
Harga minyak dunia membubung tinggi
(Foto: VOV)


Menteri Energi Rusia, Alexander Novak, memberitahukan bahwa Arab Saudi, Qatar, Venezuela dan Rusia telah mencapai pemahaman bersama tentang rancangan permufakatan guna membatasi hasil produksi minyak kasar pada Sabtu (16/4), namun sehari setelah itu, beberapa negara telah mengubah pendiriannya menjelang pembukaan konferensi. Menurut Menteri Energi Rusia, pasar minyak tambang global mungkin harus menunggu sampai pertengahan tahun 2017 baru bisa ada kesempatan mencapai keseimbangan kembali, atau paling lambat kira-kira 6 bulan terbanding dengan apa yang dicapai dalam permufakatan di Doha.


Tidak ada tanda-tanda mengurangi hasil produksi eksploitasi minyak

Konferensi di Doha berlangsung pada latar belakang negara-negara produsen minyak di Teluk selama beberapa tahun ini dengan giat meningkatkan hasil produksi eksploitasinya. Menurut statistik dari website Oilprice.com. jumlah anjungan minyak Arab Saudi di dalam negeri mulai meningkat drastis sejak tahun 2014, dari 58 anjungan menjadi 67 anjungan sekarang. Arab Saudi juga sedang mendorong perluasan minyak tambang Khurais supaya bisa selesai pada 2018, membantu menambah hasil produksi eksploitasi minyak lagi sebanyak 300.000 barel per hari. Bahkan pada bulan lalu, Amin Nasser, CEO dari Saudi Aramco, Grup Permigasan terbesar di Arab Saudi menyatakan bahwa Saudi Aramco tidak akan membatalkan proyek eksploitasi migas atau kapasitas kilang minyak manapun dan sedang mempelajari untuk memperluas kilang minyak Ras Tanura, membawa kapasitas kilang minyak di pabrik ini mencapai 550.000 barel per hari.

Irak, negara yang besar nomor 2 dalam OPEC juga tidak henti-hentinya meningkatkan hasil produksi eksploitasi minyak. Data terkini dari Perusahaan Marketing Minyak Tambang Irak (SOMO) menunjukkan bahwa hasil produksi minyak yang dilakukan negara ini pada Maret telah naik 2%, mencapai taraf rekor sebanyak 4,55 juta barel per hari. Satu negara anggota OPEC lain yang penting ialah Kuwait juga sedang berusaha meningkatkan hasil produksinya. Dalam pidatonya baru-baru ini, Direktur Pelaksana Perusahaan Minyak Tambang Kuwait, Jamal Jaafar, memberitahukan bahwa Kuwait berharap supaya pada tahun ini atau lebih lambat pada 2017, perusahaan ini akan meningkatkan hasil produksi dari 3 juta barel per hari mencapai taraf 3,165 juta barel per hari.

Sementara itu, Kementerian Minyak Tambang Iran menegaskan bahwa negara ini tidak ikut rencana pembatasan hasil produksi minyak jika Teheran belum bisa memulihkan taraf eksploitasi seperti waktu sebelum dikenai embargo.

Kenyataan menunjukkan bahwa negara-negara Teluk tidak berencana mengurangi sumber suplai. Yang patut diperhatikan ialah laporan terkini yang dikeluarkan OPEC memprakirakan bahwa pada 2016, kebutuhan minyak tambang global mencapai rata-rata 31,46 juta barel per hari, turun 60.000 barel per hari terbanding dengan prediksi sebelumnya. Berbagai perkembangan tersebut semakin membuat upaya keras menaikkan harga minyak menjadi lebih jauh melamun.


Pengaruh negatif terhadap pasar minyak tambang dan perekonomian

Kegagalan negara-negara dalam mencapai satu permufakatan tentang hasil produksi minyak di Doha segera membuat harga minyak dunia pada awal pekan turun secara drastis. Di pasar Asia, harga minyak kasar ringan Amerika Serikat (WTI) yang ditransfer pada Mei 2016 turun sebanyak 2,2 dolar Amerika Serikat menjadi hanya tinggal 36,16 dolar Amerika Serikat per barel. Sementara itu, harga minyak Brent Laut Barat yang ditransfer pada Juni juga turun sebanyak 2,23 dolar Amerika Serikat (sama dengan 5,17%) menjadi hanya tinggal 40,87 dolar Amerika Serikat per barel.

Turunnya harga minyak itu membuat banyak Pemerintah mengalami pontang-panting, khususnya bagi negara-negara di mana APBN banyak bergantung pada sumber pendapatan dari minyak tambang seperti Venezuela, Rusia atau anggota OPEC. Negara-negara produsen minyak akan terus mengalami kerugian selain angka ratusan miliar dolar Amerika Serikat seperti waktu belakangan ini. Hal ini juga berarti bahwa situasi defisit besar APBN tetap akan berlangsung.

Menurut penilaian dari Pusat Keuangan Kuwait (Markaz), dari sekarang sampai 2020, negara-negara Teluk akan harus meminjam dari 285-390 miliar dolar Amerika Serikat untuk menebus defisit APBN karena turunnya harga minyak. Banyak negara akan harus menerapkan langkah-langkah memperketat ikat pinggang, khususnya negara-negara Teluk. Pada latar belakang harga minyak terjun bebas, ribuan pekerja perminyakan tambang Kuwait telah mulai melakukan demonstrasi untuk memprotes rencana pemangkasan gaji – bonus yang diterapkan Pemerintah. Ketua Konfederasi Pekerja Minyak Tambang, Saif al-Qahtani menyatakan aksi-aksi protes akan berlangsung sampai saat tuntutan-tuntutan dari kaum pekerja dipenuhi kalangan majikan. Sementara itu, Pemerintah Kuwait mencela keras semua demonstrasi ini, serta meminta kepada Grup Minyak Tambang Kuwait (KPC) supaya menggerakkan sumber daya manusia yang perlu untuk menjamin dan mempertahankan aktivitas produksi.

Harapan tentang membatasi hasil produksi minyak kasar sudah tidak bisa menjadi kenyataan. Hal itu berarti bahwa situasi kelebihan suplai di pasar minyak tambang dunia terus berada pada taraf yang serius, diperkirakan sebanyak kira-kira 1,5 juta barel per hari. Pada latar belakang harga minyak kasar telah turun kira-kira 70% terbanding dengan masa yang sama tahun 2014, jika negara-negara tidak punya iktikat baik dalam perundingan untuk mengurangi hasil produksi, tampaknya pemulihan harga minyak menjadi hal yang utopis. 

Komentar

Yang lain