Kesulitan dalam mengusahakan persetujuan tentang Brexit

(VOVWORLD) - Parlemen Inggris, Selasa (12/3), memberikan suara kali kedua terhadap permufakatan tentang keluar-nya Inggris dari Uni Eropa (atau Brexit). Sebelum pemberian suara, semua perundingan, pembicaraan telepon dan perdebatan masih tetap berlangsung di sekitar masalah-masalah yang perlu diganti untuk mengatasi kemacetan yang bersangkutan dengan isi pemufakatan. Semua tanda ini membuktikan penilaian bahwa Brexit merupakan penggalan jalan yang tidak mudah baik terhadap Inggris maupun terhadap Uni Eropa.
Kesulitan dalam mengusahakan  persetujuan tentang Brexit - ảnh 1Perdana Menteri Inggris, Ibu Theresa May. (Foto: internet) 

Menurut rencana, Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May, Selasa (12/3), kembali di Parlemen Inggris untuk menyampaikan permufakatan Brexit amandemen di depan para legislator. Ini adalah untuk  kedua kalinya, Parlemen Inggris memberika suara terhadap permufakatan Brexit. Sebelum-nya, pada Januari lalu, permufakatan Brexit  ditolak oleh Parlemen dengan jumlah suara tentangan yang paling tinggi dalam sejarah Inggris modern.

Alasan utama  berada dalam ketentuan “rintangan” tentang perbatasan dengan Irlandia, sekitar satu kebijakan menjamin tidak muncul-nya garis perbatasan "keras" antara Irlandia Utara (wilayah Inggris) dengan Republik Irlandia (wilayah Uni Eropa) pasca Brexit. Para legislator Inggris menginginkan adanya perubahan-perubahan yang bersifat mengikat secara hukum terhadap permufakatan dari PM Theresa May guna menjamin bahwa ketentuan ini akan tidak eksis selama-lamanya, tapi untuk mengusahakan adanya anggukan  dari Uni Eropa sungguh tidak mudah.

Kesulitan mengepung sampai detik terakhir

Sebelum hari memberikan suara, dua faksi yang mempunyai piikiran menaruh kesangsian terhadap Eropa dalam Parlemen Inggris, semuanya memperingatkan akan memberikan suara untuk menentang permufakatan Brexit. Dalam satu pernyataan keras, beberapa legislator Partai Buruh Inggris menekankan bahwa PM Theresa May terpaksa menemukan cara menegakkan persejutuan dalam Parlemen yang bersangkutan dengan Brexit, kalau tidak, Parlemen akan berupaya merebut hak kontrol terhadap proses ini. Bahkan, PM Theresa May juga harus menghadapi tekanan meletakkan jabatan ketika para legislator Partai Konservatif penganut skeptisisme Eropa menganggap bahwa politisi perempuan ini mungkin harus “mengorbankan posisi PM” untuk ditukar dengan suara pendukung yang diberikan kelompok ini dalam pemberian suara yang penting pada Selasa (12/3).

Sementara itu, negara Inggris dianggap juga melakukan persiapan  lebih awal untuk kemungkinan Brexit tanpa permufakatan. Menurut Koran "The Financial Times" dari  Inggris, Bank Inggris (BoE) telah meminta kepada beberapa bank di dalam negeri supaya meningkatkan tiga kali lipat jumlah harta benda yang bersifat likuiditas yang tinggi untuk membantu menghadapi situasi Inggris meninggalkan Eropa tanpa ada permufakatan tentang  hubungan bilateral purna Brexit. Bank-bank harus menjamian  jumlah harta benda  yang bersifat  likuiditas tinggi yang cukup untuk bisa menghadapi tahap sulit yang memakan waktu 100 hari alih-alih 30 hari seperti yang sudah ditetapkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dari BoE. Sedangkan, menurut laporan organisasi Penelitian New Financial (Inggris), ada sampai 275 badan usaha keuangan yang sedang memberikan modal dan harta benda sebanyak 1,2 triliun USD beserta ribuan personel dari Inggeris ke negara-negara anggota  Uni Eropa yang lain untuk siap untuk  Brexit.

Permufakatan penting yang dicapai pada saat terakhir

Pada latar kesulitan sedang memblokir permufakatan Brexit, opini umum juga mencatat upaya-upaya terakhir untuk menyelamatkan permufakatan dari PM Theresa May. Sehari sebelum saat melakukan pemungutan suara, PM Theresa May terus melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Komisi Eropa, Jean Claude Juncker, bersamaan itu menekankan bahwa semua perundingan tentang ptrosese keluar-nya Inggeris dari Uni Eropa masih sedang berlangsung.

Tidak hanya begitu, dia juga melaksanakan perlawatan pada detik terakhir di Strasbourg, (Perancis), Senin (11/3) untuk langsung bertemu dengan Jean Claude Juncker dan Kepala perunding Brexit dari Uni Eropa, Michael Barnier. Sebelumnya, Perdana Menteri perempuan Inggris juga melakukan pembicaraan telepon dengan Pemimpin Eropa dari 8-9/3 untuk berupaya mengusahakan satu konsesi dari Uni Eropa terhadap permufakatn Brexit. Hasilnya yalah belum sampai 24 jam menjelang pemberian suara di Parlemen, PM Inggris, Theresa May telah menerima jaminan dari  Uni Eropa tentang “perubahan-perubahan yang bersifat mengikat” secara hukum terhadap rancangan permufakatan Brexit.

Kongkritnya yalah PM Irlandia, Leo Varadkar telah membubuhkan tanda tangan pada semua jaminan tambahan untuk London guna memecahkan semua kesulitan utama yang dihadapi para legislator Inggris, menjamin bahwa perbatasan terbuka antara Irlandia dengan Irlandia Utara di pulau ini.

Para legislator Inggeris akan mempelajari usulan-usulan baru sebelum melakukan pemungutan suara tentang “permufakatan bercerai”. Menungkapkan perkembangan baru ini, Presiden  Komisi  Eropa, Jean Klaude Juncker menyimpulkan: “Permufakatan ini atau Brexit mungkin tidak berlangsung. Tidak ada peluang yang ketiga. Marilah bersama-sama membawa  Inggris ke luar dari Uni Eropa secara tertib”.

Bisa dikatakan bahwa pemungutan suara ke-2 tentang permufakatan Brexit pada Selasa (12/3) dianggap sebagai tantangan terakhir yang harus dihadapi PM Theresa May  dalam masa bakti-nya yang penuh dengan topan prahara. PM perempuan ini telah melakukan segala yang bisa dilakukan untuk bisa memperoleh permufakatan-permufakatan yang menguntungkan Inggris ketika keluar dari Uni Eropa. Tapi, perkembangan-perkembangan yang terjadi di gelanggang politik Inggris sekarang ini tidak bisa menjamin  bahwa semua upaya di atas sudah cukup. Dan Brexit benar-benar merupakan proses yang tidak mudah.

Komentar

Yang lain