(VOVWORLD) - Berlangsung pada Senin (20 November) di London, Inggris, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ketahanan Pangan Global tahun ini memusatkan semua upaya internasional dalam penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, menghubungkan ide inovasi tentang pertanian untuk membangun satu sistem pangan global baru yang lebih berkelanjutan, dengan demikian mencegah kerawanan pangan yang sedang meningkat di seluruh dunia.
KTT Ketahanan Pangan Global (GFSS) tahun ini diadakan dari ide pemerintah-pemerintah Inggris, Somalia, Uni Emirat Arab dan beberapa organisasi seperti Dana investasi untuk anak-anak (CIFF), Dana Bill & Melinda Gates. Konferensi tahun ini berlangsung pada konteks ketahanan pangan global terus diauskan akibat konflik, instabilitas politik dan dampak perubahan iklim yang meningkat di seluruh dunia sehingga membuat komunitas internasional harus mengusahakan langkah tanggapan secara darurat dan berkelanjutan.
Kerawanan Pangan Global Meningkat
Menurut angka-angka dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat ini ada sekitar 345 juta orang di seluruh dunia sedang mengalami kerawanan pangan yang serius. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019, waktu sebelum merebaknya Pandemi Covid-19. Selain itu, sekitar 40 juta orang saat ini dianggap mengalami kelaparan darurat yaitu tingkat ke-4 menurut klasifikasi kerawanan pangan di antara 5 tingkat yang ditentukan PBB yang disebut IPC, yaitu terpaksa untuk menerapkan langkah-langkah putus asa untuk bisa hidup dan menghadapi bahaya kematian karena kekurangan gizi.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) telah mengeluarkan satu angka lain yang menunjukkan bahwa kalau memperhitungkan jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan di taraf sedang, maka di dunia saat ini ada sekitar 2,4 miliar orang, atau sama dengan 30 persen jumlah penduduk di dunia yang tidak terjamin dalam hal ketahanan pangan. Dengan kenyataan saat ini, PBB memperingatkan bahwa dunia tidak akan bisa menyelesaikan target pengentasan kelaparan, satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang paling penting pada tahun 2030 sesuai dengan rencana.
Wakil Direktur Eksekutis WFP, Carl Skau (Foto: 21stcenturychronic.com) |
Dalam laporan global tentang “Krisis pangan 2023” yang diumumkan pada bulan Agustus lalu, PBB juga mengeluarkan angka alarm lain tentang situasi kekurangan gizi di kalangan anak-anak di seluruh dunia. Konkretnya, pada tahun lalu, di dunia ada 148 juta anak balita yang kerdil dan 45 jutaanak lain kurang berat badannya. Menurut Wakil Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP), Carl Skau, instabilitas ekonomi dan ketahanan pangan di dunia saat ini kian membuat krisis pangan dan kekurangan gizi menjadi berambah serius.
“Krisis pangan dan gizi yang terbesar dalam sejarah sedang berlangung. Ada banyak sebabnya seperti perubahan iklim, bencana alam terus menerus, tekanan inflasi harga bahan makanan, beban utang publik meningkat tinggi dalam konteks ekonomi dunia mengalami situasi sulit. Namun, konflik dan instabilitas adalah sebab-sebab terbesar yang menimbulkan kelaparan serius di seluruh dunia.”
Di samping sebab-sebab yang disebut di atas, satu faktor lain juga menimbulkan peningkatan kerawanan pangan di dunia saat ini yaitu anggaran keuangan untuk kegiatan WFP harus dipangkas secara terus-menerus selama ini, sehingga badan ini tidak bisa mempertahankan pekerjaan pertolongan di banyak kawasan yang menderit krisis. Dalam laporan yang dikeluarkan pada tanggal 12 September lalu, WFP, memberitahukan bahwa kekuangan anggaran keuangan untuk kegiataan organisasi ini pada tahun ini meningkat menjadi 60 persen, taraf tertinggi dalam sejarah. Kenyataan ini telah membuat WFP harus memangkas atau mempersempit kegiatan 38 di antara 86 program pertolongan di negara-negara, sehingga mendatangkan bahaya ada lagi sekitar 24 juta orang di dunia yang mengalami kelaparan pada akhir tahun ini.
Mengusahakan Solusi yang Berkelanjutan
Untuk mengusahakan solusi menghadapi kenyataan ketahanan pangan global yang sedang memburuk, Konferensi GFSS tahun ini di London fokus mendiskusikan tema-tema besar, meliputi membangun cara pendekatan baru untuk mencegah kematian anak-anak akibat kekurangan gizi, memobilisasi sains dan teknologi bagi ketahanan pangan, memperkirakan dan mencegah kelaparan dan krisis pangan, membangun satu sistem pangan global yang berkelanjutan, dan menghadapi perubahan iklim dengan lebih baik.
PM Inggris, Rishi Sunak berbicara di konferensi (Foto: Dan Kitwood/PA) |
Pada konferensi ini, Pemerintah Inggris telah mengumumkan inisiatif tentang pembentukan satu pusat ilmu pengetahuan online atau disebut Kelompok Konsultan tentang Penelitian Pertanian Internasional (CGIAR). Kelompok ini akan menghubungkan inisiatif inovasi kreatif tentang pertanian dari semua organisasi, ilmuwan dan pakar di seluruh dunia untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman pangan yang memiliki daya tahan lebih baik terhadap perubahan iklim dan wabah, bersamaan dengan itu, membangun satu sistem pangan global baru yang lebih berkelanjutan. Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, memberitahukan bahwa penelitian tentang berbagai varietas tanaman baru dari Inggris saat ini sedang membantu sekitar 100 juta warga Afrika, dan Inggris ingin menggandakan pola itu ke seluruh dunia.
“Kami ingin maju lebih jauh dengan peluncuran satu pusat ilmu pengetahuan yang berfokus pada penelitian andalan mengenai berbagai varietas padi yang memiliki daya tahan yang baik terhadap banjir, berbagai jenis gandum yang menahan baik dengan wabah, dan lebih banyak lagi. Semua penelitian ini akan memberikan kepentingan bagi jutaan orang di negara-negara miskin, bersamaan dengan itu, memperbaiki produktivitas tanaman di Inggris, dengan demikian menurunkan harga bahan makanan.”
Yang mendesak, untuk menghadapi berbagai krisis pangan yang darurat di banyak kawasan di dunia, wakil 20 negara dan banyak organisasi internasional peserta konferensi tersebut,telah mengeluarkan banyak komitmen keuangan yang penting. Pemerintah Inggris, memberitahukan akan memberikan bantuan sebanyak 100 juta poundsterling (sama dengan 125 juta USD) untuk “tempat-tempat panas” tentang kerawanan pangan seperti Etiopia, Sudan, Sudan Selatan, Afghanistan, Malawi dan kawasan Sahel. Seratus juta poundsterling lain juga diperuntukkan untuk membantu Somalia dalam hal pangan dan pengembangan metode-metode pertanian yang tidak begitu rentan dalam menghadapi perubahan iklim di negara ini.
Bagi masalah kekurangan gizi di kalangan anak-anak di dunia, Pemerintah Inggris berkomitmen memberikan bantuan sebesar 16 juta poundsterling (sekitar 20 juta USD) untuk Dana Internasional tentang Gizi Anak-Anak. Pada konferensi ini, Menteri urusan Perubahan Iklim dan Lingkungan Uni Emirat Arab, Mariam Al Mheiri, juga mengimbau semua negara dan organisasi untuk mengeluarkan masalah pangan dan pertanian yang menanggapi perubahan iklim secara berkelanjutan menjadi salah satu tema yang didiskusikan di KTT PBB – COP28 yang akan diadakan pada 30 November di Kota Dubai, Uni Emirat Arab.