(VOVworld) – Perundingan tentang permufakatan berbagi kekuasaan antara dua calon presiden yalah Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah telah runtuh, sehingga membangkitkan kecemasan tentang kemungkinan meledak konflik etnis yang bersangkuatan dengan perdebatan-perdebatan pasca pemilu.
Menurut pasal-pasal dalam permufakatan dimana Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS), John Kerry menjadi perantara, orang yang menduduki posisi kedua dalam pemilu akan mengangkat
“seorang pemimpin” dalam pemerintah penyatuan untuk meredakan ketegangan politik. Akan tetapi, dalam kenyataan dua fihak tidak bisa menyetujui kekuasaan
“pemimpin ini”.
Presiden Afghanistan, Hamid Karzai (tengah), capres Ashraf Ghani (kiri)
dan capres Abdullah Abdullah (kanan)
(Foto: Kantor Berita Vietnam)
Pada Senin (1 September), calon presiden Abdullah mengeluarkan satu ultimatum yang bersangkutan dengan hasil pemilu yang kontroversial, bersamaan itu mengancam akan menarik diri dari semua upaya perundingan guna mengatasi kemacetan politik sekarang kalau tidak bisa melakukan satu verifikasi suara yang transparan dengan pengawasan perutusan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut rencana, hasil verifikasi terhadap seluruh 8,1 juta suara pada putaran kedua pemilu akan diumumkan setelah 10 September mendatang.
Pemilu Prsesiden Afghanistan mengalami kemacetan setelah hasil sementara putaran ke-dua menunjukkan bahwa calon presiden Ghani dengan mendadak melampaui Abdullah, calon yang paling unggul yang mendapat paling banyak suara pada putaran pertama dan diharapkan akan terpilih. Abdullah telah segera menolak hasil pemilu dengan tuduhan ada kecurangan./.