Akibat global dari sanksi-sanksi terhadap Rusia

(VOVworld) – Masalah mata uang Rubel (dari Rusia) terus kehilangan nilainya pada pekan-pekan ini serta perekonomian Rusia harus menghadapi bahaya resesi merupakan efek-efek langsung akibat sanksi-sanksi keuangan yang dikenakan Barat terhadap Rusia. Pengaruh-pengaruh dari hilangnya nilai mata uang rubel terhadap Rusia sudah jelas, tapi masalah-masalah yang sedang menyerap perhatian opini umum sekarang ialah apa dampak resesi perekonomian Rusia terhadap situasi ekonomi global pada waktu mendatang. 

Akibat global dari sanksi-sanksi terhadap Rusia - ảnh 1
Nilai mata uang Rubel (Rusia) turun
(Foto: baomoi.com)

Sebelum tahun 2014, perekonomian Rusia tidak pernah menunjukkan tanda-tanda peringatan merosot, tapi sebaliknya semua indeks dan kriterium memanifestasikan satu keuangan yang kuat. Tapi memasuki tahun 2014, terhitung dari Juni 2014, ketika harga minyak turun separo akibat dampak sanksi-sanksi yang dikenakan Barat terhadap Rusia terkait dengan perang di Ukraina dan karena Organisasi Negara-Negara Eksportir Minyak Tambang (OPEC) menolak mengurangi pemangkasan volume produksinya, perekonomian Rusia yang selama ini bergantung pada ekspor energi tidak bisa terhindar dari keguncangan. Embargo terhadap usaha impor bahan makanan telah membuat indeks harga konsumsi (CPI) Rusia pada bulan-bulan akhir tahun lalu mencapai 8%. Turunnya nilai mata uang Rubel juga membuat paket-paket utang dalam mata uang USD dari berbagai badan usaha dan bank menjadi lebih berat. Inflasi pada tahun 2014 mencapai hampir 10% dan diprediksikan akan naik pada tahun 2015.


Dampak balik dari sanksi-sanksi

Jelaslah bahwa sanksi-sanksi keuangan yang dikenakan Barat sedang berpengaruh negatif terhadap perekonomian Rusia. Tapi Rusia bukan satu-satunya negara yang harus menghadapi kemerosotan ekonomi akibat kehilangan nilai mata uang dalam negeri. Banyak negara di kawasan diprakirakan juga harus menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi. Pertama-tama, krisis ekonomi Rusia menimbulkan dampak sampai ke pasar moneter di Asia Tengah dan Eropa Timur. Pada kenyataannya, bahkan pada saat mata uang Rubel kehilangan nilainya, beberapa negara di kawasan harus segera melaksanakan langkah-langkah ikut campur pada pasar keuangan – moneter, guna membela nilai kurs mata uang dalam negerinya ketika harus menerima penarikan modal secara mendadak dari Rusia. Sistim perbankan Uni Eropa juga mengeluarkan sinyal-sinyal “khawatir”, karena banyak bank di negara-negara anggotanya punya daftar pemberian pinjaman yang berarti di Rusia. Belarus dan Kazakhstan merupakan dua negara yang menderita pengaruh besar karena punya hubungan konektivitas ekonomi dan politik dengan Rusia. Ketiga negara negara pada awal tahun ini telah menanda-tangani permufakatan membentuk Persekutuan Ekonomi Asia – Eropa. Menurut prakiraan dari Bank Pembangunan dan Rekonstruksi Eropa (EBRD), separo GDP Belarus berkaitan erat dengan ekonomi Rusia melalui hubungan dagang, valuta asing yang ditransfer warga kembali ke dalam negeri, harta benda bank. Rusia sekarang merupakan pasar konsumsi 40% barang eks Belarus dan ini merupakan titik-titik rentan dari perekonomian negara ini terhadap gejolak yang terjadi di Rusia.

Beberapa perekonomian lain yang lebih kecil di Asia Tengah harus memikul banyak efek langsung yaitu negara-negara dimana sumber pendapatan valuta asing sebagian besar bergantung pada valuta asing yang ditransfer pulang ke dalam negeri oleh para tenaga kerjanya di  Rusia. Ekonomi Rusia turun berarti akan ada lebih sedikit lapangan kerja, ditambah lagi laju hilangnya nilai mata uang Rubel sehingga aliran valuta asing dari Rusia ke negara-negara ini semakin turun. Negara-negara lain seperti Armenia, Uzbekistan, Georgia, Moldova juga berada pada keadaan serupa.

Perekonomian-perekonomian Uni Eropa juga tidak terkecuali karena Uni Eropa merupakan mitra dagang, sumber suplai modal investasi asing yang paling besar bagi Rusia. Pada saat daftar hitam Uni Eropa mencatat semakin banyak perusahaan Rusia yang dikenai sanksi, maka ekonomi Eropa juga menderita pengaruh yang jelas. Hanya sebulan setelah sanksi ini mulai berlaku, ekspor Uni Eropa ke Rusia telah segera turun 19%, berarti kehilangan kira-kira USD 2 miliar.


Pengaruh terhadap ketertiban manajemen global

Salah satu diantara hal-hal yang menonjol dalam ketertiban global pasca Perang Dunia ke-2 ialah lahirnya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dan Dana Moneter Internasional (IMF) guna membantu menstabilkan politik, keuangan dan moneter global. Pada tahun-tahun 90an abad lalu, Rusia telah masuk IMF dan merebut satu kursi dalam badan presidiumnya. Rusia juga merupakan salah satu diantara 5 negara anggota tetap DK PBB, bersamaan itu juga merupakan anggota dari Kelompok G-8 (yang terdiri dari 7 negara industri maju dan Rusia), anggota Kelompok 20 Perekonomian Maju dan Baru Muncul Papan Atas di Dunia (G-20). Tapi G-8 telah menghentikan sementara keanggotaan Rusia dan negara ini dan martabat negara ini juga diturunkan oleh G-20 menjadi status “Pengamat” dalam Konferensi Tingkat Tinggi yang diselenggarakan baru-baru ini di Australia. Ketertiban dunia sedang berubah dan Rusia sedang berangsur-angsur kehilangan posisinya. Itulah efek-efek di depan mata karena sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap Rusia yang bersangkutan dengan krisis di Ukraina.

Alasan utama bagi ketegangan sekarang ialah krisis di Ukraina tetap belum diatasi, pada saat sanksi-sanksi yang diajukan para pihak tidak hanya merugikan perekonomian Rusia saja, melainkan juga berpengaruh terhadap negara-negara Uni Eropa dan perekonomian dunia. Sampai sekarang, banyak negara Eropa tampaknya sudah mulai menyedari efek sampingan dari sanksi-sanksi ini karena adanya konektivitas kerjasama ekonomi dan perdagangan yang saling berselang-seling dan bergantungan. Kenyataan menunjukkan bahwa sanksi-sanksi telah mengakibatkan efek-efek buruk, bisa memundurkan upaya-upaya memulihkan ekonomi global./. 

Komentar

Yang lain