AS setelah Masa Bakti Empat Tahun dari Presiden Joe Biden

(VOVWORLD) - Pada tgl 20 Januari mendatang, Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden resmi meninggalkan Gedung Putih, menyerahkan jabatan pemimpin AS kepada Presiden terpilih Donald Trump. Menurut penilaian dari mayoritas pakar, setelah empat tahun, Presiden Joe Biden telah membantu perekonomian AS bersemarak tetapi prestasi-prestasi urusan luar negeri masih kontroversial.
AS setelah Masa Bakti Empat Tahun dari Presiden Joe Biden - ảnh 1Presiden Joe Biden. Foto:  VOV/The White House

Joe Biden resmi dilantik pada tgl 20 Januari 2021, menjadi Presiden ke-46 dalam sejarah AS. Setelah genap empat tahun, dia akan menyerahkan jabatan ini kepada Donald Trump pada tgl 20 Januari mendatang.

Panorama ekonomi yang menggembirakan

Dalam pidato pada tgl 10 Januari di Gedung Putih, Presiden Joe Biden mengutip banyak data untuk menegaskan bahwa dia telah meninggalkan satu perekonomian yang jauh lebih kokoh dibandingkan dengan empat tahun yang lalu untuk AS. Konkretnya, selama empat tahun masa bakti Joe Biden, AS telah menciptakan lagi 16,6 juta pekerjaan, sehingga menurunkan prosentase pengangguran ke taraf rendah sebesar 4,1%. Pemerintah pimpinan Joe Biden juga telah mengesahkan banyak Undang-Undang (UU) penting yang dinilai bersifat titik balik terhadap perekonomian AS, seperti UU Penyelamatan AS (ARP), UU Pengurangan Inflasi (IRA), UU Chip dan Sains (CSA), sehingga membantu AS memperhebat kembali produksi domestik, menyerap grup-grup besar asing, bersamaan itu melindungi bidang-bidang teknologi andalan yang mempunyai makna penting strategis.

Hampir semua institusi ekonomi-keuangan internasional besar memberikan penilaian positif terhadap perekonomian AS. Akan tetapi, menurut Jeremi Suri, Profesor Sejarah dan Administrasi Publik di Sekolah Administrasi Publik  Lyndon.B.Johnson (LBJ) dari Universttas Texas di Austin (AS), Presiden Joe Biden telah tidak tahu memanfaatkan prestasi ekonomi yang menggembirakan untuk menciptakan posisi politik yang lebih besar bagi dirinya dan Partai Demokrat.

Berbagi dengan penilaian ini, Nadia Brown, Profesor Pemerintahan di Universitas Georgetown (AS), menganggap bahwa prestasi ekonomi yang dicapai Biden sedikit diredupkan oleh peristiwa-peristiwa yang terkait dengan pemilihan presiden baru-baru ini.

Menurut hemat saya, sangat sulit untuk memuji beberapa reformasi utama yang telah dia dorong secara bijaksana, seperti UU Penyelamatan AS (ARP) atau UU Pengurangan Inflasi (IRA). Saya pikir bahwa dia akan dikenang sebagian besar dengan pengunduran dirinya yang relatif terlambat dari pemilihan presiden 2024, faktor yang dianggap banyak orang membuat penggantinya tidak bisa menang.

 

Prestasi urusan luar negeri yang kontroversial

Di samping ekonomi, urusan luar negeri merupakan bidang besar lain yang mencatat banyak rekam jejak Pemerintah pimpinan Presiden Joe Biden. Berbeda dengan cara pendekatan yang cenderung isolasionis dalam masa bakti pertama dari Donald Trump (2016-2020), Presiden Joe Biden menjunjung tinggi keterlibatan AS dalam isu-isu besar yang bersifat global, dari konflik-konflik geopolitik hingga isu tanggapan terhadap perubahan iklim. Ketika berbicara di Kementerian Luar Negeri AS pada tgl 13 Januari lalu, Presiden Joe Biden menegaskan bahwa cara pendekatan ini telah membantu AS mendapatkan kembali kepemimpinan dalam sejumlah isu global, sekaligus menjalin banyak hubungan kemitraan penting lainnya untuk AS.

Sebelum saya dilantik, hanya ada 9 negara sekutu NATO yang membiayai 2% PDB untuk pertahanan. Angka ini sekarang adalah 23 negara. Di Indo-Pasifik, kita mendorong hubungan-hubungan kemitraan yang lebih kuat dan menggalang hubungan-hubungan kemitraan baru. Kita telah berhasil melakukan sesuatu yang hanya sedikit orang yang mengira itu mungkin, yaitu menggalang hubungan kemitraan trilateral antara AS, Jepang, dan Republik Korea.

Namun, penilaian terhadap prestasi urusan luar negeri yang dicapai Pemerintah pimpinan Presiden Joe Biden tidak sederhana. Menurut Ibu Nadia Brown, tanpa memedulikan kemajuan-kemajuan yang patut diperhatikan dalam memperkokoh peranan AS di kawasan Indo-Pasifik, merebaknya dua konflik terbesar selama beberapa dekade ini di Ukraina dan Jalur Gaza tetap memberikan dampak kuat terhadap cara penilaian terhadap AS di periode pimpinan Presiden Joe Biden. Nadia Brown menilai bahwa upaya-upaya mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza selama beberapa hari terakhir masa bakti semakin memperlihatkan bahwa Pemerintah pimpinan Joe Biden telah mengalami jalan buntu dalam waktu lama. Sementara itu, terhadap konflik di Ukraina, mendukung Ukraina secara tekun dan tidak mendorong upaya-upaya dialog dengan Rusia telah membuat Pemerintah pimpinan Joe Biden meninggalkan satu masalah yang sulit untuk Pemerintah penggantinya.

Terhadap posisi menyeluruh dari AS dalam persaingan geopolitik global, Presiden Joe Biden juga menegaskan bahwa dia telah meninggalkan satu AS yang lebih kuat untuk penggantinya. Namun, banyak pakar menganggap bahwa “keunggulan-keunggulan” ini mungkin terlupakan dengan cepat karena Pemerintah baru pimpinan Donald Trump telah menunjukkan cara pendekatan yang sangat berbeda terhadap politik luar negeri dan keamanan baru dari AS./.

Komentar

Yang lain