Hasrat yang pada tempatnya dari rakyat Palestina

(VOVworld) – Pada Kamis (29 November), Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan suara untuk meningkatkan posisi Palestina dari satu pengamat menjadi negara pengamat non-anggota di PBB. Berbeda dengan surat permintaan yang diajukan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB pada September 2011, kesempatan bagi rakyat Palestine untuk meningkatkan posisinya di organisasi yang terdiri dari 193 negara kali ini diprakirakan ada banyak kemungkinan akan sukses. Jika diesahkan, pengakuan PBB ini akan membantu Palestina meningkatkan kekuatannya dalam proses mengusahakan dukungan terhadap satu negara miliknya sendiri. Akan tetapi, satu hal yang pasti bahwa untuk mengusahakan target ini, rakyat Palestina akan harus menemui seribu satu  onak dan duri serta tantangan. 

Hasrat yang pada tempatnya dari rakyat Palestina - ảnh 1

Menlu Perancis Laurent Fabius
(Foto: vietnamplus.vn)

Dalam satu perkembangan terkini, rancangan Resolusi yang mengakui martabat sebagai negara pengamat untuk Palestina telah mendapat dukungan yang luas dari mayoritas negara anggota PBB. Pada Selasa (27 November), Perancis menunjukkan jelas pendiriannya ketika Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius mengumumkan di depan Parlemen di Paris bahwa negara ini akan memberikan suara dukungan kepada Resolusi tersebut. Portugal, Swiss dan yang paling belakngan ini ialah Inggeris telah setuju memberikan suara pro. Sebelumnya, 132 negara diantara 193 negara anggota PBB telah mengakui negara Palestina. Menurut ketentuan, untuk mendapat pengakuan sebagai negara non-anggota, Palestina harus mendapat persetujuan dari 2/3 jumlah negara anggota PBB, oleh karena itu, kesempatan untuk merebut cukup jumlah suara yang diperlukan hampir-hampir sudah pasti. Hal yang penting ialah di Majelis Umum PBB, Amerika Serikat tidak punya hak veto dan proses pemungutan suara di sini tidak perlu diesahkan oleh Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian, ini bisa dianggap sebagai satu kemenangan diplomatik dan semangat yang besar bagi rakyat Palestina.

Hasrat yang pada tempatnya dari rakyat Palestina - ảnh 2

Presiden Palestina Mahmoud Abbas
(Foto: qdnd.vn)

Akan tetapi, kemajuan yang punya arti penting yang diperoleh rakyat Palestina akan disertai dengan banyak kesulitan. Pertama-tama ialah dalam internal Palestina sendiri. Dalam Palestina sedang terjadi perpecahan yang mendalam. Gerakan Islam Hamas, organisasi yang tidak mengakui keberadaan Israel, yang sedang mengontrol  jalur Gaza selalu beranggapan bahwa Mahmoud Abbas telah berjalan tidak tepat dengan keinginan rakyat Palestina ketika mengakui garis perbatasan tahun 1967 dan ini justru merupakan alasan sehingga 80% tanah milik rakyat Palestina berada dalam wilayah Israel. Sedangkan di arena internasional, Amerika Serikat dan Israel tetap mempertahankan pendiriannya yaitu menghalangi sehabis-habisnya semua upaya Palestina di atas jalan mengusahakan satu negara yang merdeka. Segera setelah Presiden Palestiina Mahmoud Abbas mengajukan surat yang meminta peningkatan status kepada PBB, baik Amerika Serikat maupun Israel mengeluarkan reaksi-reaksi yang keras. Washington beranggapan bahwa hal ini akan menghancurkan proses perundingan dengan Israel untuk menghentikan bentrokan antara dua pihak yang sudah memakan waktu selama berpuluh-puluh tahun. Sedangkan Israel telah memprotes keras dan Tel Aviv bahkan mengancam akan menerapkan langkah-langkah ekonomi keras terhadap Palestina jika Presiden Mahmoud Abbas menggelarkan secara lancar rencana tersebut. Opini umum berpendapat bahwa semua reaksi tersebut sama sekali mudah dimengerti. Bagi Pemerintahan Israel, pengakuan kemerdekaan Palestina juga berarti harus menghapuskan “pendudukannya” selama ini di wilayah Palestina. Sedangkan Washington harus bahu-membahu dengan sekutu terasnya di Timur Tengah adalah hal yang tak bisa diperdebatkan.

Kalau kembali pada sejarah selama 60 tahun ini, solusi dua negara merupakan gagasan internasional pertama dari komunitas internasional untuk menangani sengketa Israel – Palestina di wilayah yang dimiliki orang Palestina. Pada 29 November 1947, Majelis Umum PBB telah mengesahkan Resolusi nomor 181 yang membagi Palestina menjadi dua negara milik orang Yahudi dan orang Palestina. Beberapa bulan kemudian, hukum internasional telah mengijinkan Israel untuk menyatakan pembentukan negara  orang Yahudi dan memberikan kepada Israel martabat sebagai satu negara, dengan hak anggota penuh di semua organisasi internasional termasuk juga PBB. Sementara itu, orang Palestina tetap harus mengusahakan negaranya sejak saat itu sampai sekarang. Sejak 1988, Organisasi Pembebasan Palestina telah berjuang dengan banyak instrumen internasional yang pada tempatnya dan dengan cara-caranya sendiri untuk mengusahakan solusi yang adil bagi Palestina. Yaitu solusi membentuk Negara merdeka menurut garis perbatasan 1967, untuk menjadi tetangga dengan Israel – negara yang didirikan di atas kira-kira 80% luas wilayah Palestina sebelumnya. Setelah 20 tahun sejak Konferensi Perdamaian Madrid pada 1991, rakyat Palestina tetap belum bisa mencapai satu negara merdeka dengan wilayahnya sendiri. Proses perundingan Palestina – Israel terus mengalami kegagalan karena perbedaan pendapat yang besar antara dua pihak. Israel selalu menegaskan bersedia melakukan perundingan tetapi menolak semua prasyarat. Sedangkan Palestina menyatakan tidak akan melakukan perundingan jika Israel terus membangun zona pemukiman orang Yahudi di tepian Jerusalem Timur dan Barat, wilayah yang diduduki Israel bersama dengan jalur Gaza. Ditambah lagi, “lampu hijau” yang dinyalakan Pemerintah Washington bagi semua tindakan Israel juga membuat perdamaian di Timur Tengah tidak selesai. Oleh karena itu, kalau Palestina memilih cara ini untuk menuju ke kemerdekaannya juga merupakan hal yang mudah dimengerti.

Sudah sampai saatnya rakyat Palestina, setelah puluhan tahun berpisah-pisah, harus menderita banyak kesengsaraan, harus mendapat kehidupan seperti semua penduduk lain di bumi ini, bisa bebas di daerah kampung halaman dengan akedaulatan dan kemerdekaan. Itulah hasrat yang sama sekali masuk akal dan sedang mendapat dukungan besar dari komunitas internasional. Tetapi jalan untuk mencapai target itu akan harus menghadapi seribu satu onak dan  duri serta tantangan. Dari kata-kata, komitmen sampai tindakan bukanlah satu jalan rangkap dua. Karena walaupun menjadi anggota penuh atau tidak penuh dari PBB, Palestina tetap harus menghadapi kenyataan yaitu menangani masalah wilayah dengan Israel. Oleh karena itu, pengakuan untuk meningkatkan martabat di PBB hanya bisa membantu Palestina mencapai hasil yang “tidak seberapa” yaitu menimbulkan perhatian opini umum dan menggerakkan satu proses yang entah kapan baru bisa mencapai titik akhir./. 

Komentar

Yang lain