Hubungan Tiongkok - Rusia dan perhitungan - perhitungan kepentingan strategis

(VOVworld) - Atas undangan Perdana Menteri (PM) Tiongkok, Li Keqiang, pada Selasa (22 Oktober), PM Rusia, Dmitry Medvedev memulai kunjungan resmi tiga hari di Tiongkok. Kunjungan yang dilakukan Kepala Pemerintah Rusia tidak hanya bertujuan mempererat hubungan kerjasama antara dua  fihak di semua bidang, melainkan juga mencerminkan jelas perubahan tentang geo-politik kawasan pada waktu belakangan ini dan kemudian mengandung kemudian perhitungan kepentingan strategis masing-masing fihak. 

Hubungan Tiongkok - Rusia dan perhitungan - perhitungan  kepentingan strategis - ảnh 1
Perdana Menteri Federasu Rusia Dmitry Medvedev.
(Foto: www.tinmoi.vn)

Menurut Kementerian Luar negeri  Rusia, titik berat kunjungan tersebut yalah  pertemuan periodik ke- 18 antara dua PM di Beijing (ibu kota Tiongkok). Perundingan antara kedua PM berfokus pada serentetan masalah perdagangan bilateral, kerjasama ekonomi, kebudayaan, pendidikan, produksi pertanian, khususnya proyek-proyek kerjasama di bidang energi dan pertahanan.

Berupaya memperbaiki hubungan bilateral

Hubungan antara Moskwa dan Beijing pada waktu belakangan ini tidak henti-hentinya menjadi baik. Semua kunjungan, pertemuan tingkat tinggi bilateral berlangsung terus-menerus. Kita masih ingat, setelah dipilih kembali menjadi Presiden Federasi Rusia, Vladimir Putin telah melaksanakan kunjungan luar anegeri pertama ke Beijing. Sebaliknya, Xi Jinping juga memilih Moskwa sebagai destinasi bagi kunjungan pertamanya ke luar negeri sebagai Presiden Negara. Menjelang pertemuan di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi APEC-23 di pulau Bali (Indonesia) pada bulan lalu, kedua fihak telah  tidak menyayangkan kata untuk memuji hubungan bilateral, saling melontarkan kata-kata yang  indah. Pada saat Presiden Rusia Vladimir Putin  mencerminkan hubungan  pada masa kini dengan Tiongkok sebagai paling baik, pesan diplomatik  yang diajukan Kepala Negara Tiongkok sebelum melakukan kunjungan kerja ke Moskwa yalah  bertekat mengarah ke “hubungan kemitraan strategis”. Dua fihak sepakat menganggap tahun 2013 sebagai “Tahun Pariwisata Tiongkok” dan pada 2014- 2015 berfokus pada temu pertukaran kepemudaan.

Pada bidang ekonomi, kedua fihak menegaskan akan mendorong kerjasama ekonomi dan perdagangan Rusia-Tiongkok sebagai prioritas primer. Menurut statistik, perdagangan Rusia-Tiongkok pada 2012 mencapai kira-kira USD 88 miliar, hanya lebih sedikit rendah terbanding dengan pendapatan usaha setiap negara dengan mitra dagang terbesar yalah Eropa. Pada bidang investasi dan perdagangan, aktivitas eksploitasi permigasan dua negara telah mengalami perkembangan-perkembangan melompat, yang patut dibicarakan yalah permufakatan yang baru dicapai oleh Perusahaan Minyak Tanah Rosneft (Rusia) dan Korporasi Energi Negara CNPV (Tiongkok) senilai lebih dari USD 260 miliar sehubungan dengan kunjungan di Federasi Rusia yang dilakukan oleh Presiden Xi Jinping di Federasi Rusia. Meurutnya, volume minyak tanah yang diberikan Moskwa  kepada Beijing akan meningkat dua kali lipat.

Selain itu, pada  bidang keamanan dan pertahanan, pada bulan Juni lalu, Rusia dan Tiongkok telah menandatangani kontrak jual-beli senjata strategis, menurutnya Rusia sepakat menjual kepada Tiongkok 24 pesawat tempur multi fungsi Su- 35S dan 4 kapal selam generasi Lala. Akhir-akhir ini, dua negara untuk pertama kalinya melakukan satu latihan perang bersama yang belum pernah  ada baik di laut maupun di darat.

Sementara mengesampingkan  sengketa, saling mendekati

Akan tetapi, menurut penilaian para pengamat, Rusia dan Tiongkok, kalau melihat pada watak mendalam masalah-nya, hubungan Rusia-Tiongkok masih dalam situasi tegang “lahirnya baik, tapi di dalamnya tidak demikian”. Hati-hati dan berawas-awas tetap  merupakan warna yang dominan dalam hubungan Beijing-Moskwa. Meskipun menyepakati permufakatan jual-beli dan pemasokan senjata mutakhir kepada Tiongkok, akan tetapi Rusia selalu merasa cemas bahwa Beijing bisa mempelajari semua teknologi untuk meluncurkan produk-produk domestik dan mencemaskan bahwa Beijing bisa bersaing di pasar senjata global. Kecemasan ini punya dasar ketika Tiongkok yang pernah merupakan negara yang mengimpor senjata  yang besarnya  No.2 di dunia, masuk "lima besar" dalam negara eksportir senjata pada tahun 2012, walaupun pangsa pasar-nya hanya menduduki 5 persen, terbanding dengan 26 persen dari Rusia. Oleh karena itu, dalam permufakatan jual-beli 24 pesawat tempur Su-35S dan 4 kapal selamgenerasi Lala yang ditandatangani pada Maret 2013 sehubungan dengan kunjungan yang dilakukan Presiden Xi Jinping di Rusia, fihak Rusia juga menunjukkan bahwa semua jumlah senjata ini diserahkan kepada fihak Tiongkok dalam keadaan utuh dan tanpa ketentuan surat izin perakitan domestik.

Ditambah lagi, meskipun punya  pandangan yang sama tentang beberapa masalah panas di dunia, akan tetapi ketika menghadapi satu Tiongkok yang sedang bangkit secara kuat, yang menjadi perhatian Moskwa sekarang ialah, di satu segi tetap masih mempertahankan hubungan akrab, di lain segi harus menghadapi ambisi negara supra dari Beijing. Satu faktor lain yang tidak bisa tidak diungkapkan yalah sengketa-sengketa antara dua fihak dalam masalah dengan Jepang yang bersangkutan dengan sengketa kedaulatan laut dan pulau. Meskipun kedua fihak mengalami perdebatan kedaulatan dengan Tokyo, akan tetapi kepentingan masing-masing fihak berbeda-beda. Pada saat Beijing menginginkan agar Rusia mendukung pernyataan kedaulatan-nya terhadap kepulauan Senkaku/YiaoJu di Laut Hoatung, sedangkan Moskwa walaupun sudah bisa mengontrol kepulauan Kuril, akan tetapi pada waktu belakangan ini sangat memperhatikan perbaikan hubungan dengan Jepang.

Kalangan analis beranggapan bahwa karena kedua fihak dengan sementara mengesampingkan sengketa-sengketa untuk saling mendekati, karena semua perkembangan geo-politik yang muncul,  diantaranya ada hal yang patut diperhatikan yalah strategi Amerika Serikat “ membalikkan poros” ke Asia-Pasifik. Kunjungan yang dilakukan PM Rusia, Dmitry Medvedev di Tiongkok pasti akan menyeimbangkan poros hubungan ekonomi - pertahanan antara tiga negara ini./.

Komentar

Yang lain