(VOVworld) - Negeri Thailand sedang terperangkap ke dalam instabilitas yang paling serius sejak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang ditindas secara berdarah-darah pada 2010. Semua demonstrasi berkecenderungan semakin meningkat, berpetualang dan belum ada meredanya indikasi, meskipun sudah memasuki hari ke-32 terus-menerus. Setelah huru-hara yang menewaskan 4 orang dan ratusan orang yang lain luka-luka, Polisi Thailand pada Senin (2 Desember) telah terpaksa menggunakan pipa penyemprot air dan peluru gas cair mata untuk membubarkan kaum demonstran. Satu skenario jelek untuk gelanggang politik Thailand sedang menghadapi bahaya terjadi kembali dan tentunya pada hari-hari mendatang, negeri ini tetap masih harus menyaksikan perkembangan-perkembangan yang sulit diduga.
Situasi demonstrasi di Thailand.
(Foto: nld.com.vn)
Dalam satu perkembangan terbaru, Mahkamah Pidana Thailand pada Senin (2 Desember) telah mengesahkan perintah menangkap Suthep Thaugsuban, mantan legislator Partai Demokrat oposisi dan sekarang sedang menjadi benggolan yang memimpin semua demonstrasi jalanan besar-besaran di Bangkok (ibu kota Thailand). Tokoh ini telah menyerukan dan langsung memimpin ribuan demonstran untuk menyerukan masuk dan menduduki serentetan gedung berbagai kementerian dan instansi. Selain Suthep Thaugsuban, empat pemimpin “Jaringan mahasiswa dan rakyat demi reformasi Thailand” juga diperintahkan untuk ditangkap oleh Mahkamah Pidana Thailand dengan tuduhan-tuduhan menyusup dan merusak gedung kantor Negara. Sebelumnya, pemimpin faksi oposisi Suthep Thaugsuban telah mengeluarkan ultimatum yang isinya menuntut kepada Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra supaya dalam waktu dua hari mengembalikan kekuasaan kepada rakyat, akan tetapi tuntutan ini telah ditolak oleh Pemerintah Thailand dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Thailand.
Potret benggolan oposisi
Suthep Thaugsuban pernah memegang jabatan sebagai Deputi Perdana Menteri Thailand tahapan 2008 – 2011. Ini adalah Pemerintah yang memerintahkan menindas semua demonstrasi yang mendukung mantan Perdana Menteri tergulingkan Thaksin Shinawatra pada 2010 sehingga menewaskan kira-kira 90 orang. Suthep Thaugsuban berpengaruh besar dalam Partai Demokrat selama berpuluh-puluh tahun, pernah memegang jabatan sebagai Menteri Pertanian dan Telekomunikasi. Setelah Pemerintah baru pimpinan Perdana Menteri, Yingluck Shinawatra terpilih, dia berbalik mendukung faksi oposisi. Dan ketika Perdana Menteri Yingluck Shinawatra mempertimbangkan Rancnagan Undang-Undang tentang Pemberian Amnesti yang kontroversial, Suthep Thaugsuban segera meninggalkan Partai Demotrat untuk memimpin demonstrasi- demonstrasi. Dengan tekat membasmi sampai ke akar-akarnya “Pemerintah pimpinan Thaksin” yang sedang beraktivitas atas nama Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, Suthep Thaugsuban menyerukan penggantian pemerintah ini dengan satu “ Dewan Rakyat” yang tidak dipilih oleh rakyat dengan maksud memilih pemimpin negara.
Motif politik
Gelanggang politik Thailand selama bertahun-tahun ini selalu menyaksikan konfrontasi antar faksi Baju Kuning yang melawan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan faksi Baju Merah yang mendukung dia. Kalau Pemerintah yang berkuasa adalah kekuatan pro Thaksin, maka faksi Baju Kuning akan turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi menentangnya. Sebaliknya, kalau Pemerintah yang berkuasa adalah Pemerintah pimpinan kekuatan anti Thaksin, faksi Baju Merah akan bangkit melakukan demonstrasi. Dan lingkaran yang bertentangan dari semua demosntrasi berwarna terjadi terus-menerus. Akan tetapi, ada satu kenyataan yalah dari 2010 sampai sekarang, partai-partai politik yang mendukung faksi pro Thaksin selalu mencapai kemenangan dalam semua pemilu yang diadakan. Dan faksi oposisi hanya bisa berkuasa karena adanya kudeta-kudeta dan penggulingan kekuasaan. Oleh karena itu, menurut kalangan pengamat, Rancangan Undang-Undang tentang Pemberian Amnesti yang diajukan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra adalah dalih yang dengan cepat digunakan oleh faksi Baju Kuning untuk menggulingkan Pemerintah pimpinannya saja.
Apakah taktik menggunakan politik lunak untuk mengalahkan politik keras bisa berhasil?
Tetap setia pada garis moderat, ketika menghadapi tekanan dari faksi oposisi selama berhari-hari ini, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra menyatakan bersedia membuka semua pintu perundingan dan kalau ada langkah manapun yang bisa memulihkan perdamaian, dia bersedia segera mengunakan-nya .
Pemerintah berkomitmen akan mengekang diri, hanya menggunakan langkah moderat dan menaati prinsip hukum ketika menangani demonstrasi. Di layar Televisi, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra terus-menerus membacakan pidato untuk meredakan situasi, menyatakan memilih muncul sebagai fihak yang lemah, tidak menggunakan kekerasan sebagai pengganti mengajukan ultimatum dan membuat rakyat tercidera. Menurut kalangan pengamat, Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra bisa menarik pelajaran dari krisis pada tahun 2010 dan tidak mau menjalankan kembali kesalahan yang dialami Pemerintah pendahulu-nya ketika secara kasar menindas dan membubarkan semua demonstrasi. Akan tetapi, Pemerintah Thailand bisa jatuh ke satu perangkap seperti yang pernah terjadi pada 2008, ketika kaum demonstran menduduki semua kantor, sehingga melumpuhkan sistem administrasi Tanah Air
Sekarang, kalangan pengamat masih saling berkontradiksi ketika memprakirakan masa depan Pemerintah Thailand. Ketegangan politik sekarang bisa ditingkatkan sampai satu tarap dimana Pemerintah infungsi mungkin akan tidak bisa memeprtahankan hukum atau tidak bisa mempertahankan semua situasi dalam jengkauan kontrol dan orang tidak mengecualikan kemungkinan terjadinya satu kudeta militer, satu hal yang tidak terlalu asing kalau tidak mau dikatakan telah terlalu biasa bagi penduduk negeri ini.
Yang mendesak ini, satu peristiwa yang diharapkan bisa meredakan ketegangan di Thailand yalah hanya tinggal dua hari lagi (5 Desember 2013), adalah Hari Lahirnya Raja Bhumibol genap 86 tahun, satu peristiwa yang dihormati semua penduduk dan dihargai semua partai politik di Thailand. Akan tetapi, bisa dikatakan, itu hanya merupakan saat-saat senyap sementara menjelang timbulnya satu badai baru di negeri Pagoda Emas, karena untuk bisa memecahkan sampai ke akar-akarnya polarisasi mendalam dalam masyarakat adalah hal yang tidak mudah./.