(VOVWORLD) - Tarif timbal balik yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada tgl 2 April lalu terhadap hampir semua perekonomian di dunia direncanakan resmi berlaku sejak tgl 9 April (waktu AS). Dalam konteks bahaya resesi ekonomi global yang meningkat tinggi karena tarif tersebut, banyak negara berupaya melakukan perundingan dengan AS untuk mencapai kesepakatan.
Menurut keputusan yang dikeluarkan Presiden Donald Trump pada tgl 2 April, tarif dasar 10% dari AS telah diterapkan sejak tgl 5 April dan pada tgl 9 April (waktu AS), tarif timbal balik dari 20 sampai 50% terhadap semua mitra ekonomi AS resmi berlaku.
Upaya-upaya perundingan mengalami kesulitan
Sejak diumumkan pada tgl 2 April, kebijakan tarif baru dari AS telah mengguncangkan pasar keuangan global. Pasar-pasar saham di seluruh dunia, termasuk AS, mencatat kemerosotan yang paling tajam selama bertahun-tahun ini. Tarif ini juga membuat banyak organisasi internasional memperingatkan bahaya resesi ekonomi global yang mungkin segera terjadi pada tahun ini. Pada latar belakang itu, banyak negara telah menyatakan iktikat baik untuk berunding dengan Pemerintah AS guna mengurangi dampak-dampak akibat kebijakan tarif baru dari AS, melalui penandatanganan kesepakatan-kesepakatan perdagangan baru. Menurut Wakil Perdagangan AS, Damieson Greer, sampai dengan tgl 8 April, sudah ada sekitar 70 negara dan teritori di dunia yang menunjukkan keinginan untuk melakukan perundingan dengan AS tentang masalah tarif. Presiden AS, Donald Trump juga “menyalakan lampu hiaju” ketika menyatakan pada tgl 7 April bahwa dia selalu terbuka dengan perundingan, meski menegaskan bahwa AS tidak akan menghentikan tarif-tarif baru.
Perundingan dengan AS sedang menjadi pilihan prioritas bagi banyak negara dan aliansi. Pemerintah Jepang memberitahukan akan mengawali perundingan-perundingan di tingkat Menteri dengan AS pada pekan ini, bersamaan itu Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba siap datang ke AS untuk bertemu dengan Presiden Donald Trump. Sementara itu, Menteri Perdagangan Republik Korea, Cheong In Kyo, pada tgl 8 April, telah berangkat ke Washington untuk berdiskusi dengan para mitra AS. Di kawasan Asia Tenggara, tempat di mana hampir semua perekonomian dikenai tarif tinggi oleh AS, perundingan dan dialog juga merupakan pilihan prioritas pada saat ini. Perdana Menteri Ibrahim Anwar dari Malaysia, negara Ketua ASEAN tahun ini, menyatakan bahwa ASEAN akan bersatu untuk berdialog dengan AS:
Tarif-tarif ini mungkin merugikan semua pihak. Oleh karena itu, berdasarkan diplomasi lunak dan komitmen diam-diam, persetujuan yang telah saya capai dengan para pemimpin ASEAN ialah kami akan bersama-sama dengan para rekan dalam ASEAN dan para pejabat kami di Washington memulai proses dialog dengan AS.
Namun, menurut kalangan pengamat, perundingan-perundingan mendatang tidak akan mudah karena target-target yang ditetapkan Pemerintah AS ketika mengenakan tarif timbal balik terhadap seluruh dunia, seperti keseimbangan defisit perdagangan, pengembalian produksi ke AS, membutuhkan banyak waktu dan sangat sulit dilaksanakan. Oleh karena itu, hal yang penting ialah negara-negara perlu menyiapkan opsi perundingan maupun opsi cadangan ketika terjadi kegagalan.
Risiko masih tinggi
Meskipun banyak negara memprioritaskan perundingan dengan Pemerintah AS, bahaya satu konflik perdagangan global masih berada pada taraf tinggi, karena kerumitan dari perundingan maupun ketegangan yang cenderung meningkat antara AS dan Tiongkok. Untuk membalas kebijakan tarif baru dari AS terhadap Tiongkok (total tarif sebesar 54%), pada tgl 4 April, Tiongkok memutuskan mengenakan tarif sebesar 34% terhadap barang ekspor AS ke Tiongkok. Menghadapi gerak-gerik ini, Presiden AS, Donald Trump menyatakan, AS mengenakan tarif sebesar 50% terhadap barang Tiongkok. Untuk membalasnya, Tiongkok memberitahukan bahwa jika AS dengan gigih menjalankan kebijakan ini, Tiongkok akan membalasnya habis-habisan.
Di samping kekhawatiran akan satu konflik perdagangan global dalam jangka pendek yang disusul dengan bahaya resesi ekonomi dalam jangka menengah, kalangan pengamat juga mempertanyakan tujuan terakhir dari kebijakan tarif baru dari Pemerintah AS. Ibu Arancha Gonzalez Laya, Rektor Sekolah Permasalahan Internasional dari Sekolah Politik Paris, menganggap bahwa reaksi yang keras dari pasar-pasar global selama beberapa hari ini merupakan peringatan bahwa kebijakan AS sedang menimbulkan dampak negatif terhadap sistem-sistem keuangan-moneter yang ditegakkan setelah Perang Dunia II di mana AS menjadi pilar (sistem Bretton Woods).
Perlu menjamin bahwa kita mendengarkan secara sangat cermat semua yang diinginkan bagian sisanya dunia karena dewasa ini, bagian sisanya dunia memainkan peranan besar dan harus diperhitungkan. Di aspek ekonomi, keuangan atau perdagangan, jelaslah bahwa AS sangat penting tetapi AS bukanlah faktor satu-satunya di kancah internasional.
Peringatan ini juga dikeluarkan banyak ekonom dan pemimpin grup-grup besar di AS selama beberapa hari ini, menurut itu kebijakan tarif baru tidak hanya bisa merugikan pertumbuhan ekonomi AS saja, melainkan juga memerosotkan kepercayaan para mitra terhadap AS di seluruh dunia./.