Perjanjian Imigrasi baru dan Perpecahan dalam Uni Eropa

(VOVWORLD) - Uni Eropa pada akhir pekan lalu mengawali pembahasan tentang Perjanjian Imigrasi baru untuk mereformasikan kebijakan pengungsi yang dinilai telah gagal selama ini, memecahkan perpecahan intra-kawasan yang ditimbulkan oleh masalah imigrasi. Ini untuk pertama kalinya 27 negara anggota Uni Eropa membahas dokumen ini. Akan tetapi, untuk berhasil menemukan suara bersama dalam memecahkan masalah imigrasi belum pernah merupakan masalah yang mudah bagi Uni Eropa selama beberapa tahun ini, kalau tidak ingin dikatakan ini sebagai salah satu di antara masalah-masalah yang paling sulit.
Perjanjian Imigrasi baru dan Perpecahan dalam Uni Eropa - ảnh 1Panorama pembahasan online  (Foto: AFP/VNA) 

Munculnya lebih dari 1 juta migran di Eropa pada 2015 yang  hampir semuanya mereka merupakan pengungsi yang melarikan diri dari peperangan di Suriah menimbulkan salah satu krisis politik terbesar terhadap Uni Eropa, menciptakan beban besar terhadap jaringan keamanan, sistim kesejahteraan banyak negara, bersamaan itu membangkitkan semangat ekstrim kanan di Eropa. Untuk itu  5 tahun kemudian, semua negara Uni Eropa masih sedang sulit dalam mengusahakan cara memecahkan semua dampak yang ditimbulkan oleh gelombang migran.

 

Penyesuaian-penyesuaian dalam Perjanjian Imigrasi baru

Pada akhir September lalu, Komisi Eropa telah mengumumkan kebijakan baru tentang migran dan pengungsi. Hal yang paling penting dari Perjanjian Imigrasi baru ialah rekomendasi menghapuskan kuota penerimaan migran. Setiap tahun, Komisi Eropa akan mempelajari dan mengeluarkan jumlah migran yang harus diterima berdasarkan perhitungan tentang kekuatan ekonomi, jumlah penduduk dan kemampunya nyata dari setiap negara anggota. Ketentuan baru ini dianggap akan memecahkan kemacetan selama ini, ketika beberapa negara Uni Eropa memprotes status pembagian penerimaan pengungsi karena ia kaku dan kurang adil.

Sebagai penggantinya, Komisi Eropa mengeluarkan banyak klausul penggantinya. Menurut itu, semua negara anggota yang tidak dengan sukarela menerima lagi pengungsi akan harus meningkatkan kontribusi keuangan, pada pokoknya untuk  biaya kaum pengusiran  migran. Taraf kontribusi dihitung sesuai kemampuan ekonomi dan skala jumlah penduduk setiap negara anggota. Ketentuan baru ini dianggap bertujuan mengurangi tekanan terhadap negara-negara di garis depan dengan mengaktifkan mekanisme “solidaritas wajib”, semua negara anggota harus memilih akan menerima migran atau memberikan bantuan kepada negara-negara penerima.

Untuk mengurangi beban bagi semua negara, Komisi Eropa akan memberikan bantuan kepada negara-negara yang menerima pengungsi dengan 10.000 Euro setiap pengungsi yang diterima negara itu dan 12.000 Euro kalau pengungsi itu adalah anak pra-pemuda.

Menurut Komisi Eropa, Perjanjian Imigrasi baru ini akan menciptakan awalan baru, memberikan kesempatan baru untuk memperkokoh dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan Uni Eropa, menegaskan kemampuan blok dalam menjamin semua hak asasi manusia bagi para pengungsi.

 

Masih ada perbedaan

Kebijakan baru ini menujukkan ambisi Uni Eropa dalam membentuk satu sistim “kontribusi luwes”, tetapi wajib melakukan kerjasama ketika tekanan tentang masalah pengungsi meningkat. Artinya, semua negara anggota dapat memutuskan sendiri menerima migran, memberikan kontribusi kepada negara-negara anggota lain atau membantu migran pulang kembali ke kampung halaman mereka jadi tidak diperbolehkan tidak bertindak.

Direncanakan, paket kebijakan baru tentang migran dan pengungsi resmi diterapkan pada 2023. Akan tetapi, untuk bisa disahkan, perjanjian ini perlu mendapat kesepakatan dari ke 27 negara anggota Uni Eropa dan Parlemen Eropa. Setelah pembahasan tanggal 8 Oktober, informasi tentang hasil sidang ini tidak banyak. Hanyalah Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer, wakil  Jerman, negara Ketua Bergilir Uni Eropa membocorkan “ada pandangan-pandangan yang berbeda” meskipun semua pihak tetap mencapai beberapa kesepakatan. Tetapi, kesepakatan tentang masalah apa pun juga tidak dibocorkan. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian ini masih belum mendapat banyak sambutan di Eropa dan hasil pembahasan tidak seperti yang diinginkan.

Kebijakan-kebijakan baru yang terkait dengan migran dan pengungsi belum pernah menjadi tema yang mudah bagi Uni Eropa karena soal migran tidak hanya merupakan soal bagi beberapa negara saja, tapi juga merupakan tantangan terhadap seluruh blok ini. Untuk memecahkan masalah ini secara konsekuen, Uni Eropa perlu mencapai kesepakatan dalam kebijakan tentang migran dan pengungsi. Tetapi dengan perkembangan-perkembangan sekarang ini, nampaknya Perjanjian Imigrasi baru akan sulit mencapai kesepakatan pada Desember mendatang seperti yang diinginkan oleh Jerman, negara Ketua Bergilir Uni Eropa.

Komentar

Yang lain