Prahara di gelanggang politik Republik Korea

(VOVworld) –   Di gelanggang politik Republik Korea sedang ada indikasi krisis  ketika Partai yang berkuasa terpecah belah dan Presiden Republik Korea, Park Geun-hye sedang berupaya mengubah situasi dengan cara melakukan perombakan kabinet. Skandal yang bersangkutan dengan orang-orang dekat Presiden Park Geun-hye  dituduh  menyalahgunakan hubungan-hubungan untuk melakukan campur tangan pada semua masalah kenegaraan yang penting telah menimbulkan pengaruh negatif terhadap tidak hanya prestise pemimpin ini, tapi juga bisa diikuti oleh akibat-akibat yang sangat sulit diduga. 


Prahara  di gelanggang politik Republik Korea - ảnh 1
Presiden Park Geun-hye 
(Foto : EPA/Kantor berita Vietnam)


Skandal tersebut telah membuat puluhan ribu warga Republik Korea turun jalan-jalan melakukan demonstrasi di Seoul, Ibukota Republik Korea untuk menuntut kepada Presiden Park Geun-hye supaya meninggalkan jabatan atau dimakzulkan. Ketika menghadapi tekanan-tekanan dari opini umum dan khususnya baik dari internal Partai Saenuri (atau Partai yang berkuasa) maupun partai- partai oposisi, Presiden Park Geun-hye telah mengumumkan perombakan kabinet. Dia telah menominasikan pengganti Perdana Menteri (PM), Deputi  PM urusan masalah-masalah ekonomi dan Menteri Keselamatan Rakyat. Akan tetapi, semua keputusan-nya telah ditentang oleh Partai-Partai oposisi di Republik Korea karena tidak ada konsultasi lebih dulu. Parlemen juga menyatakan akan tidak mengesahkan keputusan penggantian orang yang dilakukan oleh Presiden Park Geun-hye. Sebelumnya, delapan diantara jumlah asisten senior dari Presiden Park Geun-hye telah mengundurkan diri setelah skandal ini.


Bahaya meletakkan jabatan atau mengalami pemakzulan

Dalam satu perkembangan terkini, Choi Soon-sil, seorang wanita yang sedang menjadi fokus skandal politik dan sekaligus seorang teman dekat Presiden Park Geun-hye, orang yang dituduh menyalahgunakan hubungan ini untuk melakukan campur tangan pada semua urusan kenegaraan telah ditangkap hanya beberapa jam setelah tiba di kantor kejaksaan daerah setempat untuk menjawab semua pertanyaan. Sebelumnya, seorang pejabat kejaksaan Republik Korea memberitahukan: Para jaksa sedang melakuan investigasi terhadap tuduhan-tuduhan bahwa Choi Soon-sil menggunakan hubungan dengan Presiden Park Geun-hye untuk mengintervensi masalah-masalah kenegaraan dengan cara mendekati informasi sangat rahasia dan kepentingan pribadi dari dana-dana nirlaba. Diprakirakan jumlah uang sumbangan pada dana-dana nirlabayang dibentuk oleh Choi Soon-sil kira-kira 50 miliar Won (sama dengan 44 juta dolar Amerika Serikat). Presiden Park Geun-hye pada pekan lalu mengakui sudah memberikan beberapa rancangan pidato ketika baru dilantik kepada teman akrab-nya dan bersamaan itu minta maaf karena membuat massa rakyat merasa khawatir. Choi Soon-sil juga mengakui sudah menerima dokumen-dokumen dari Presiden Park Geun-hye, namun menolak melakukan intervensi pada masalah-masalah kenegaraan atau menimbulkan tekanan terhadap peruasahaan-perusahaan untuk memberi bantuan kepada dana.

Setelah skandal tersebut terjadi, prosentase pendukung Presiden Park Geun-hye telah turun secara berarti. Namun, menurut pendapat dari banyak sarjana, kemungkinan Presiden Park Geun-hye dimakzulkan menurut tuntutan dari kubu oposisi tidak sederhana. Karena pemakzulan ini perlu diesahkan oleh Mahkamah Agung - badan yang langsung dia angkat. Lebih-lebih lagi, menurut Undang-Undang Dasar Republik Korea, Presiden juga akan bebas dari semua gugatan pidana dan pemakzulan dalam masa baktinya, kecuali yang bersangkutan dengan intrik-intrik melanggar kepentingan atau kedaulatan nasional  yang bersekongkol dengan  negara asing.

Selain itu, banyak pendapat menganggap bahwa hanya setahun lagi akan tiba pemilu Presiden berikutnya, kubu oposisi mungkin ingin menyalah-gunakan skandal ini untuk mengurangi prestise Partai yang berkuasa.


Pengaruhnya terhadap kebijakan hubungan luar negeri
.

Presiden Park Geun-hye sekarang sedang berada pada tahun ke-4 dalam masa bakti lima tahun. Krisis politik tersebut mengancam akan merumitkan lagi proses penentuan kebijakan pada akhir masa baktinya. Tidak hanya berpengaruh secara negatif terhadap masalah-masalah di dalam negeri, kasus ini juga mungkin berpengaruh tidak sedikit  terhadap  kebijakan-kebijakan hubungan luar negeri dari negara ini. Beberapa analis domestik yang lain juga menyatakan kecemasan bahwa skandal ini akan mempengaruhi kebijakan keras terhadap Republik Demokrasi Rakyat Korea yang dijalankan Republik Korea selama ini. Khususnya, pada latar belakang yang sensitif sekarang ini ketika Republik Korea baru saja memutuskan membolehkan Amerika Serikat menggelarkan sistem pertahanan jarak tinggi tahap terkahir (THAAD) di wilayahnya.

Republik Korea memang tidak asing dengan berbagai skandal yang bersangkutan dengan gelanggang politik dan skandal kali ini juga seperti itu. Skandal  tersebut sedang terus mengalami investigasi dan masih belum ada kesimpulan terakhir. Sangat mungkin pada waktu yang akan datang satu pemerintah koalisi dibentuk atau Undang-Undang Dasar akan direvisi yang membolehkan Presiden menyarahkan kekuasaan. Kalau Presiden Park Geun-hye meletakkan jabatan menurut ketentuan Undang-Undang Republik Korea, negara ini harus menyelenggarakan satu pemilihan dalam waktu 60 hari  sejak Park Geun-hye meninggalkan kantornya. Namun, pemilihan Presiden Republik Korea menurut rencana  akan berlangsung pada Desember 2017, oleh karena itu Partai-Partai oposisi belum menyiapkan kondisi untuk bisa menerima tanggung jawab yang diberikan Partai yang berkuasa dalam satu pemilihan lebih dini. Dengan melakukan perombakan kabinet, menunjuk Perdana Menteri baru yang netral di bidang politik, Park Geun-hye sedang berupaya mengambil kembali kewibawaan –nya. Gelanggang politik Republik Korea pasti mengalami banyak perkembangan pada hari-hari mendatang.

 

Komentar

Yang lain