Suriah dan bahaya terjadinya kembali satu perang saudara yang baru

(VOVworld) – Pihak oposisi di Suriah baru-baru ini telah menarik diri dari perundingan-perundingan damai resmi di Jenewa (Swiss) dengan alasan memprotes situasi merosotnya keamanan dan kemanusiaan di lapangan. Gerak-gerik baru ini telah membuat proses mengusahakan perdamaian bagi Suriah setelah perang saudara yang sudah memakan waktu selama hampir 6 tahun mengalami kemacetan total dan bahaya terjadinya kembali satu perang saudara baru adalah sangat tinggi.

Suriah dan bahaya terjadinya kembali satu perang saudara yang baru - ảnh 1
Kepala delegasi perunding Pemerintah Suriah Bashar Al-Jaafari
(Foto: VNA/AFP)


Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Senin (18/4) ini, wakil pihak oposisi, Riad Hijab, berpendapat bahwa tidak bisa meneruskan perundingan di Jenewa pada saat situasi kekerasan tetap berlangsung tanpa memperdulikan gencatan senjata yang baru saja dicapai. Oleh karena itu, pihak oposisi telah memutuskan menarik diri dari perundingan resmi serta menyatakan akan melakukan satu serangan melawan tentara Pemerintah di kota madya Latakia di pantai Laut Tengah. Dengan pernyataan ini, kemungkinan pihak oposisi kembali ke meja perundingan sekarang merupakan hal yang sepenuhnya tidak bisa, pada saat itu, perkembangan di medan perang sedang semakin menjadi buruk sehingga membuat komunitas internasional mencemaskan akan terjadinya kembali satu perang saudara baru di Suriah.


Tetap ada perselisihan-perselisihan yang sulit diatasi

Menurut alasan yang dikeluarkan pihak oposisi ketika menolak perundingan damai ialah perundingan-perundingan damai itu hampir-hampir tidak mencapai kemajuan apapun dalam menghapuskan kekuasaan Presiden Bashar Al-Assad. Ditambah lagi, pihak ini menuduh Pemerintah Suriah tidak menghormati komitmen gencatan senjata ketika menjalankan serentetan aktivitas militer di provinsi Aleppo. Pihak oposisi menuduh bahwa tentara Suriah dengan bantuan dari Angkatan Udara Rusia telah membuka satu gelombang serangan dari 3 jurusan terhadap kawasan di dekat kota Aleppo, mengancam menghancurkan gencatan senjata yang tipis sekarang. Ketika memberikan reaksi terhadap keputusan pihak oposisi ini, Pemerintah Suriah mengutuk Turki, Israel dan Arab Saudi yang berdiri di belakang kegagalan ini. Wakil Pemerintah Suriah menegaskan bahwa ini merupakan bukti yang menunjukkan bahwa pihak oposisi tidak punya tekad politik agar perundingan itu bisa berlangsung secara serius dan bertanggung jawab.

Putaran perundingan baru tentang perdamaian Suriah diadakan kembali setelah kira-kira sebulan berhenti sementara dan kira-kira dua bulan sejak putaran perundingan pertama gagal dimana alasan utamanya karena pihak opisisi menarik diri dari meja perundingan untuk memprotes situasi kekerasan yang terus berlangsung di lapangan. Sampai sekarang, para pihak yang bersangkutan tetap belum bisa melakukan perundingan langsung, tapi hanya melakukan perbahasan dengan bentuk tidak langsung yaitu melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Utusan Khusus PBB, Staffan de Mistura mengakui bahwa kesenjangan antar-pihak adalah terlalu besar. Sampai sekarang, setelah berbagai upaya, Pemerintah dan pihak oposisi Suriah baru bisa mencapai permufakatan satu-satunya tentang penyiapan satu proses peralihan politik, pada saat perbedaan yang paling besar berada pada penjelasan permufakatan, khususnya tentang peranan Presiden Bashar Al-Assad. Pihak oposisi dengan dukungan Amerika Serikat dan Pemerintah Damaskus dengan dukungan Rusia selama ini selalu berkontradiksi tentang masalah masa depan Presiden Bashar Al-Assad. Sebelumnya, Rusia mengeluarkan syarat harus mempertahankan Pemerintah konstitusional sekarang, pada saat Amerika Serikat dengan tegas tidak ingin menerimanya. Komite Perundingan Tingkat Tinggi, wakil pihak oposisi utama di Suriah pada perundingan di Jenewa telah mengajukan tuntutan membentuk “Dewan transisi” untuk menyelenggarakan negara dalam waktu 18 bulan sampai saat pemilihan Presiden baru diadakan dan Presiden Bashar Al-Assad harus mengundurkan diri.


Ketegangan terus bereskalasi

Pada saat itu, situasi perang semakin bereskalasi dan berbahaya. Menurut Organisasi Pengawas Hak Asasi Manusia Suriah, jumlah warga sipil yang tewas dalam bentrokan-bentrokan baru di kota Aleppo selama beberapa hari ini telah mencapai taraf tertinggi sejak permufakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 27 Februari lalu. Hanya pada Selasa (19/4) saja, ada sedikitnya 44 warga sipil yang tewas dalam serangan-serangan udara yang dilakukan Pemerintah terhadap dua pasar di provinsi Idlib di Suriah Barat Laut, tempat yang dikontrol Front Al-Nusra. Secara umum, perang saudara yang memakan waktu hampir 6 tahun ini di Suriah telah merampas jiwa kira-kira 270.000 orang dan membuat jutaan orang lain harus pergi mengungsi dari kampung halamannya, menimbulkan krisis migran yang buruk di Eropa.

Sekarang, tanpa mempedulikan penarikan diri dari para pemimpin pihak oposisi Suriah dari perundingan, upaya-upaya diplomatik ulang-alik tetap tidak henti-hentinya berlangsung. Utusan Khusus PBB, Staffan de Mistura sedang meneruskan pertemuan-pertemuan dengan para pihak guna memulihkan perundingan damai pada pekan ini. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov menegaskan bahwa perundingan di Jenewa sekarang belum “beku”, bersamaan itu percaya bahwa rekomendasi dari Pemerintah Damaskus tentang pembentukan Pemerintah yang diperluas pimpinan Presiden Bashar Al-Assad yang meliputi wakil semua faksi akan membantu meredakan ketegangan di Suriah sekarang. Akan tetapi, rekomendasi ini tidak mendapat dukungan dari Komite Perundingan Tingkat Tinggi, wakil dari kelompok-kelompok oposisi utama di Suriah, karena komite ini menyatakan bersedia berbagi kursi dalam pemerintah transisi dengan para anggota Pemerintah sekarang, bukan dengan Presiden Bashar Al-Assad.

Masalahnya sekarang ialah bagaimana bisa menghentikan perang saudara yang sudah berkepanjangan sekarang ini pada saat pendapat para pihak masih jauh berbeda tentang masa depan Presiden Bashar Al-Assad. Satu solusi politik bagi Suriah tampaknya semakin sulit dilaksanakan.

Komentar

Yang lain