(VOVworld) – Penempatan secara tidak sah anjungan minyak Haiyang Shiyou 981 oleh Tiongkok dalam zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen Vietnam menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-24 ASEAN dan Dialog Keamanan Asia (Shangri-La) membuat dunia merasa mendadak. Khusus ASEAN saja, pada saat semua upaya diplomatik yang dilakukan dua fihak sedang mengalami kemajuan-kemajuan untuk menuju ke penandatanganan satu Kode Etik di Laut Timur (COC), tindakan Tiongkok dianggap sebagai menyalahi janji terhadap seluruh ASEAN, menarik mundur kepercayaan semua negara di kawasan tentang satu citra Tiongkok yang sedang bangkit secara damai.
Kapal Tiongkok menyeruduk temggelam kapal ikan Vietnam di wilayah laut Vietnam.
(Foto: tv.vtc.vn)
Hanya beberapa hari setelah Tiongkok menempatkan secara tidak sah anjungan minyak Haiyang Shiyou 981 dalam zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen Vietnam, para Menteri Luar Negeri ASEAN telah mengeluarkan Pernyataan bersama tentang situasi di Laut Timur, merasa khawatir terhadap tindakan-tindakan sefihak yang berbahaya dari Tiongkok. Ini merupakan gerak-gerik istimewa, belum pernah ada preseden dalam mekanisme aktivitas ASEAN, sedikit memanifestasikan pendirian ASEAN dengan martabat sebagai satu blok yang satu. Meskipun kepentingan berbagai fihak berbeda-beda dan pengaruh yang meliputi Tiongkok di kawasan, pernyataan itu sekali lagi menghapuskan kesangsian akan kemungkinan satu blok terpecah-belah yang bersangkutan dengan tema yang rumit ini.
Kata-kata dan tindakan Tiongkok tidak konsisten
Kita masih ingat bahwa pada akhir tahun 2013, pada KTT ASEAN dan Konferensi antara ASEAN dengan para mitra, pemimpin Tiongkok pada waktu itu telah membacakan satu pidato yang mengesankan bahwa Tiongkok dengan negara-negara ASEAN “punya nasib yang sama, senang susah bersama-sama”. Dua fihak “perlu membangun kepercayaan dan mengembangkan hubungan tetangga yang baik, mempertahankansolidaritas”. Tambahan lagi, pada upacara peringatan ultah ke-10 pengglaangan hubungan kemitraan strategis ASEAN-Tiongkok. ASEAN benar-benar gembira ketika Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang mengajukan rekomendasi membawa hubungan ASEAN-Tiongkok dari “dekade emas” ke “dekade mutiara” dengan penandatanganan Traktat 3 baik “bertetangga baik, bersahabat baik dan bekerjasama baik”. Bukan hanya begitu saja, Tiongkok, jadi juga mengajukan gagasan membangun “jalan sutera di laut pada abad ke-21”, bertujuan mengembangkan perdagangan dan memperluas pengaruh peradaban Tiongkok tapi tidak bertujuan memperluas wilayah.
Sebelumnya, pada bulan Mei tahun 2013, perihal Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi memilih ASEAN untuk melakukan kunjungan kerja pertama di luar negeri dengan martabat sebagai Menlu telah membangkitkan harapan ASEAN bahwa Tiongkok akan memberikan prioritas paling tinggi bagi diplomasi tetangga dan menganggap ASEAN sebagai mitra strategis penting. Dalam menanggapi iktikat baik Tiongkok, ASEAN juga mengusahakan semua kesempatan untuk memperkokoh hubungan dengan mitra tetangga, menempatkan kepercayaan pada semua rekomendasi yang diajukan Tiongkok tentang masa depan kawasan. Tidak hanya menyambut dan memberikan apresiasi terhadap rekomendasi tentang Traktat “tiga baik”,sepakat membangun Kemitraan kerjasama maritim ASEAN- Tiongkok, ASEAN juga aktif menyampaikan rekomendasi tentang langkah-langkah untuk membangun kepercayaan, bertujuan menanggapi semua kesempatan yang bernilai di jalan memperkuat kerjasama yang erat, lebih intensif dan ekstensif pada dekade ke-2 dari hubungan kemitraan strategis ASEAN-Tiongkok.
ASEAN sepakat melaksanakan secara efektif dan penuh DOC, aktif melakukan konsultasi untuk menyusun COC. Lebih-lebih lagi, ASEAN juga berharap supaya “Impian Tionghoa" juga bisa menjadi “Impian Asia Tenggara” dengan g Tiongkok akan mengubah cara pendekatan tentang sengketa di laut dengan beberapa negara di kawasan. Oleh karena itu, perihal Tiongkok memanifestasikan persahabatan” dengan ASEAN ketika menempatkan secara tidak sah anjungan minyak Haiyang Shiyou 981 dalam zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen Vietnam, menabrak, menyeruduk dan menembakkan kanon air terhadap kekuatan-kekuatan pelaksana hukum Vietnam, menyeruduk tenggelam kapal penangkap ikan Vietnam, bersamaan itu media massa Tiongkok juga menyerukan “memberikan pengajaran kepada Vietnam kalau berlawan” telah benar-benar menimbulkan kejutan terhadap ASEAN dan komunitas internasional. Tindakan Tiongkok mengancam dengan serius perdamaian dan kestabilan di kawasan, bertentangan dengan hukum internasional, melanggar semua komitmen Beijing tentang pelaksanaan penuh Deklarasi tentang Perilaku dari para fihak di Laut Timur (DOC). Khususnya, tindakan Tiongkok telah mengingkari semua komitmennya sebelumnya dengan ASEAN, bahwa berupaya bersama-sama membangun satu kawasan yang damai, stabil dan sejahtera.
Sendirian dalam impian “bangkit secara damai”
Pada kenyataannya, dengan perilaku mengancam dan melakukan tindakan provokatif di laut terhadap Vietnam, Tiongkok telah mengalami kegagalan dalam menenangkan dunia pada umum-nya dan negara-negara tetangga pada khususnya bahwa mereka sedang muncul secara damai. Bersamaan dengan perihal Tiongkok tidak menggubris semua tuntutan pada tempatnya dari Filipina dan kewajiban harus dilaksanakan di depan Pengadilan Internasional yang bersangkutan dengan sengketa di gosong Scarborough di Laut Timur, opini umum sedang mengajukan pertanyaan bahwa Tiongkok akan menjadi negara adi kuasa model apa ketika negara ini tidak memperdulikan hukum internasional untuk membentuk satu tertib hegemonisme di kawasan? Apakah merusak prestise sendiri dan citranya sendiri dengan tindakan-tindakan yang bertentang dengan komitmen dari pemimpin paling tinggi merupakan kepentingan berjangka panjang dari Tiongkok?
Bagi setiap negara, satu lingkungan damai dan stabil untuk berkembang merupakan syarat yang tidak bisa kurang. Akan tetapi sekarang ini, lingkungan damai itu telah dihancurkan, kepercayaan semua negara tetangga tidak ada lagi, Tiongkok akan menjadi sendirian di atas jalan untuk menjadi negara adi kuasa, menurut cara penyebutan yalah “ bangkit secara damai”./.