Faktor apa yang membantu membongkar sumbu ledak di semenanjung Korea?

(VOVworld) - Situasi di semenanjung Korea terus memanas  setiap hari setiap saat dengan sanksi-sanksi yang bertubi-tubi terhadap Republik Demokrasi Rakyat (RDR) Korea setelah negara ini melakukan percobaan nuklir dan peluncuran misil jarak jauh yang membawa satelit  ke antariksa baru-baru ini. Gerak-gerik ini beserta sanksi-sanksi yang dikenakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekali lagi memasukkan RDR Korea ke dalam lingkiran sanksi-sanksi  yang paling keras  selama ini. 



Faktor apa  yang  membantu membongkar sumbu ledak di semenanjung Korea? - ảnh 1
Satu percobaan misil yang dilakukan oleh RDR Korea
(Foto: AFP/Kantor Berita Vietnam)

Dalam satu perkembangan terkini, Republik Korea, hari Selasa (8/3)  mengumumkan  serentetan sanksi Seoul tersendiri terhadap Pyong Yang. Menurut itu, melarang kapal-kapal yang pernah berlabuh di pelabuhan  RDR Korea  dalam waktu 180 hari ini masuk ke laut teritorial Republik Korea, memasukkan 38  pejabat  RDR Korea, 2 orang asing  dan 30 organisasi yang berpartisipasi pada program nuklir dan misil RDR Korea ke dalam daftar hitam. Republik Korea juga merekomendasikan kepada warga negaranya di luar negeri supaya jangan masuk ke warung makan RDR Korea. Sebelumnya, Pemerintah Republik Korea juga dengan resmi menghentikan proyek kerjasama trilateral “Nanjin-Khasan” dengan Rusia dan RDR Korea.


Reaksi yang  negatif.

Untuk memberikan reaksi  terhadap sanksi-sanksi yang terus-menerus ini, pada latar belakang Amerika Serikat (AS) dan Republik Korea memulai latihan perang bersama dengan partisipasi sejumlah besar serdadu dan peralatan militer yang paling modern selama ini, Pyong Yang terus mengajukan peringatan-peringatan tentang kemungkinan menggunakan senjata kimia. RDR Korea, di satu segi  menyatakan akan menolak sanksi yang dikenakan oleh PBB, di lain segi,  memperhebat  pengokohan gudang senjata  nuklirnya dan memberitahukan bahwa negara ini bersedia menggunakan senjata nuklir pada kapan pun dan selalu berada dalam sikap melakukan “serangan pukulan penangkalan” jika  mendapat ancaman dari musuh.

Kalangan peninjau  beranggapan bahwa reaksi  RDR Korea tidak asing dan ini bukanlah untuk pertama kalinya negara ini memberikan reaksi yang negatif terhadap sanksi yang dikenakan oleh PBB. Dewan Keamanan PBB pernah mengenakan  tiga sanksi  terhadap RDR Korea pada tahun-tahun 2006, 2009dan 2013. Namun, sikap Pyong Yang kali ini lebih gigih, karena PBB menambahkan rangkaian langkah baru yang dianggap paling keras selama ini. Menurut itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah semua kargo yang ke luar dan masuk ke RDR Korea akan mendatpatkan pemeriksaan, pelarangan batu bara, bijih, emas, titan, mineral tanah langka, bersamaan itu melarang negara-negara lain memberikan bahan bakar untuk cabang  penerbangan  ke negara ini. Semua sanksi ini dianggap berpengaruh terhadap sumber batuan  keuangan yang perlu untuk mendorong  program misil yang mampun membawa  kepala nuklir.


Faktor apa yang bisa membawa  RDR Korea kembali  ke meja perundingan?

Pada kenyataan-nya  selama ini, opini umum tetap menyatakan kekecewaan tentang efektivitas  sanksi-sanksi yang dikenakan oleh PBB  terhadap RDR Korea. Empat resolusi dengan sanksi-sanksi yang lebih kuat dari hari ke hari terhadap RDR Korea dari tahun 2006 telah tidak membantu ketegangan di semenanjung Korea, tidak cukup meyakinkan Pyong Yang membatalkan program nuklir dan misil balistik. Sementara itu, semenanjung Korea selalu berada dalam ketegangan karena tindakan-tindakan balasan terhadap ketegangan antara dua bagian  negeri Korea.

Namun, resolusi sanksi yang dikenakan oleh PBB kali ini muncul tanda-tanda positif yang baru, bisa membantu RDR Korea kembali ke meja perundingan, mengusahakan jalan dialog damai di semenanjung Korea. Yaitu merupakan faktor Beijing. Bisa dilihat bahwa Tiongkok biasanya menolak memberikan suara dalam semua rapat tentang resolusi sanksi terhadap RDR Korea sebelumnya, karena kepentingan-kepentingan yang bersangkutan, tapi kali ini justru Beijing merupkan faktor  yang positif, berjabatan tangan dengan AS mendorong satu resolusi sanksi. Baik Washington maupun Beijing sepakat bahwa Pyong Yang tidak dibolehkan mengembangkan senjata nuklir dan harus kembali ke meja perundingan enam pihak, bersamaan itu berharap agar resolusi sanksi akan merupakan satu titik awal yang baru, menempatkan fundasi bagi solusi-solusi politik terhadap masalah nuklir RDR Korea. Tidak hanya dengan kata-kata saja, Beijing segera memperkuat pengenaan sanksi-sanksi serius yang baru terhadap Pyong Yang seperti menuntut kepada para pejabat maritim negara ini supaya memasukkan serentetan kapal RDR Korea ke dalam daftar hitam. Tiongkok juga menegaskan akan dengan aktif berbahas dengan Pyong Yang untuk mengadakan kembali  perundingan enam pihak.

Perihal Tiongkok membubuhkan tanda tangan pada resolusi sanksi yang baru terhadap RDR Korea merupakan tanda yang positif dalam memecahkan masalah nuklir di semenanjung Korea, membuka harapan bagi perundingan enam pihak. Jelaslah bahwa dengan kepentingan-kepentingan yang dikaitkan secara ketat, Beijing memainkan peranan dan pengaruh besar terhadap Pyong Yang, khususnya di bidang-bidang ekonomi yang mendapat embargo. Kalangan analis mengatakan bahwa Beijing akan memainkan peranan yang lebih besar dalam proses denuklirisasi semenanjung Korea seperti  yang pernah dikatakan negara ini bahwa tujuan final dari sanksi bukanlah untuk memperburuk konfrontasi, melainkan meyakinkan diadakannya kembali perundingan tentang penghentian program nuklir dan membawa RDR Korea masuk kembali ke komunitas internasional. 


Komentar

Yang lain