Krisis politik di Suriah: Jam G sudah tiba?

(VOVworld) – Baku tembak di Suriah telah memasuki titik balik baru dengan gejolak yang sulit diduga. Sampai Kamis, 19 Juli, baku tembak ini sudah memasuki hari ke-5 terus-menerus, kekerasan bereskalasi secara serius di Damaskus, ibukota Suriah dan puncaknya ialah serangan bom bunuh diri terhadap gedung Badan Keamanan Nasional pada Rabu 18 Juli sehingga menewaskan banyak pejabat tinggi negara ini. Semua perkembangan ini membuat opini umum merasa sangat cemas akan satu perang dalam negeri yang sudah mendekat. 

Krisis politik di Suriah: Jam G sudah tiba? - ảnh 1

Serangan bom bunuh diri di Gedung Keamanan Nasional Suriah
(Foto:  vov.vn)

Kekerasan di Suriah meledak sejak tanggal 15 Juli ketika Tentara Suriah Bebas (FSA) dari pasukan pembangkang membuka operasi serangan total yang bernama “Gunung Api Damaskus dan Gempa Bumi Suriah” serta menyatakan bahwa “perang pembebasan Damaskus" sudah dimulai. Serangan terhadap gedung Badan Keamanan Nasional Suriah, pusat pimpinan pemerintah pimpinan Presiden Bashar Al-Assad telah menewaskan banyak pejabat tingkat tinggi terkemuka dalam pemerintah Suriah, diantaranya ada Menteri Pertahanan Suriah, Jenderal Daoud Rajha, Menteri Dalam Negeri Mohammad Shaar, Deputi Menteri Pertahanan yang sekaligus adalah kakak ipar Presiden Basha Al-Assad yaitu Assef Shawkat. Serangkan ini menunjukkan intervensi yang luas dari kekuatan oposisi terhadap aparatur pemerintah rezim Damaskus. Karena serangan ini terjadi di kabupaten Rawda, tempat dimana keamanannya dijaga sangat ketat dan pelaku serangan bom bunuh diri ialah pengawal lingkaran dalam dari Presiden Bashar Al-Assad. Pelaku serangan bom ini telah menyulut bahan ledak yang disembunyikan di ikat pinggang. 

Krisis politik di Suriah: Jam G sudah tiba? - ảnh 2

Menteri Pertahanan Suriah tewas akibat serangan bom bunuh diri
(Foto: giaoduc.net)

Segera setelah terjadi kasus ini, kelompok pembangkang Islam yang bernama Liwa al-Islam (Brigade Islam) memberitahukan bahwa serangan ini “menyasar pada satu kamar yang disebutkan sebagai kamar pengontrolan krisis di ibukota Damaskus”. Sementara itu, Jurubicara FSA mengatakan bahwa ini merupakan “Gunung Api” yang pernah disebut-sebut FSA dan itu baru-lah “titik awal saja”.

Sedangkan di luar ibukota Damaskus, baku tembak terus bereskalasi secara serius. Bersamaan dengan serangan di dalam Gedung Badan Keamanan Nasional Suriah, pasukan pembangkang juga melakukan 5 ledakan besar di kabupaten Muhajireen, Damaskus Barat Laut, di dekat pangkalan Divisi Panser nomor 4. Helikopter tentara Suriah telah melepaskan tembakan dengan senapan mesin dan roket terhadap beberapa daerah pemukiman penduduk di ibukota Damaskus pada saat pasukan-pasukan pimpinan Presiden Bashar al Assad melakukan tembak-menembak dengan kaum pembangkang di seluruh ibukota. Sebelumnya, pada 17 Juli, Direktur Badan Intelijen Tentara Israel, Brigadir Jenderal Aviv Kochavi memberitahukan bahwa pengontrolan terhadap ibukota Damaskus yang dilakukan pemerintah Suriah sedang melemah dan Presiden Bashar Al-Assad terpaksa harus mengerahkan pasukan dari daerah-daerah yang berbatasan dengan Israel untuk memperkokoh kekuatan di sekitar kota ini. Dalam satu perkembangan yang bersangkutan, pasukan pembangkang Suriah telah memberitahukan bahwa mereka telah menembak jatuh satu helikopter militer di kabupaten Qaboun di ibukota Damaskus. 

Krisis politik di Suriah: Jam G sudah tiba? - ảnh 3

Direktur Badan Intelijen Tentara Israel, Brigadir Jenderal Aviv Kochavi
(Foto: haaretz.com)

Jurubicara Markas Komando Gabungan dari FSA (di kota Homs, Suriah Tengah), Kolonel Kassem Saadeddine memberitahukan bahwa “kemenangan sedang mendekat dan perang tidak akan berhenti sampai saat pihak pembangkang berhasil mengontrol seluruh ibukota”. Ketika menilai situasi di Suriah sekarang, pada Rabu 18 Juli, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov menganggap bahwa “sedang terjadi perang yang menentukan” untuk merebut ibukota Damaskus.

Segera setelah serangan bom tersebut, negara-negara Barat telah mengeluarkan banyak reaksi. Pada 18 Juli, tentara beberapa negara telah diletakkan dalam keadaan siaga yang tinggi. Semua pasukan Amerika Serikat di kawasan, Israel, Yordan, Arab Saudi, Irak dan Turki telah berada dalam situasi siap tempur yang tinggi karena mencemaskan akan reaksi dari pemerintah pimpinan Presiden Bashar Al-Assad. Amerika Serikat telah melakukan banyak konsultasi darurat untuk menilai perkembangan krisis Suriah serta reaksi Presiden Bashar al Assad, sedangkan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak telah memanggil para pejabat intel dan keamanan untuk membahas situasi Suriah.

Krisis politik di Suriah: Jam G sudah tiba? - ảnh 4
Presiden Suriah Bashar Al-Assad
(Foto: zing.vn)

Sementara itu, di luar wilayah negara Timur Tengah ini, satu kampanye lobi untuk menjerat secara menyeluruh rezim Presiden Bashar al Assad sedang dilakukan secara giat. Pada saat Damaskus sedang kebingungan akibat serangan bom bunuh diri, Amerika Serikat telah memperkuat sanksi terhadap puluhan menteri dalam kabinet Suriah. Ini merupakan satu bagian dari “komitmen yang konsisten” guna menimbulkan tekanan untuk memaksa rezim Bashar al Assad “menghentikan situasi pembantaian dan melepaskan kekuasaan”. Sedangkan Menlu Inggeris William Hague beranggapan bahwa dari peristiwa ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) perlu bertindak secara lebih keras lagi untuk menghentikan bentrokan dan mengimbau kepada Rusia dan Tiongkok supaya mendukung satu resolusi yang lebih keras lagi dari Dewan Keamanan PBB. 

Krisis politik di Suriah: Jam G sudah tiba? - ảnh 5

Menlu Inggeris William Hague
(Foto: theguardian.co.uk)

Pada saat itu, dalam satu jumpa pers di Pentagon setelah pembicaraan dengan timpalannya dari Inggeris yang sedang berkunjung di Amerika Serikat, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta berpendapat bahwa situasi di Suriah sedang “dengan cepat lepas dari kontrol”, oleh karena itu komunitas internasional perlu bekerjasama untuk mendorong proses transisi di negara Timur Tengah ini, dll.

Sekarang, menurut permintaan dari Utusan Khusus Internasional Kofi Annan, Dewan Keamanan PBB telah memutuskan menunda pemungutan suara tentang satu resolusi yang disusun Barat yang mengimbau penerapan sanksi terhadap Suriah pada Kamis 19 Juli (menurut waktu lokal), agar utusan negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB mempunyai lebih banyak waktu untuk berunding. Kofi Annan telah mengutuk keras serangan bom yang berlumuran darah di Suriah, bersamaan itu mendesak Dewan Keamanan PBB supaya melakukan tindakan yang “tegas dan kongkrit” untuk menghentikan kekerasan serta membuka jalan bagi proses transisi politik di Suriah. Imbauan ini telah mendapat dukungan dari Uni Eropa, Inggeris, Jerman dan Perancis. Dengan perkembangan-perkembangan tersebut, opini umum beranggapan bahwa satu skenario seperti di Libya sedang diulangi di negara Timur Tengah ini dan jam G sudah hampir tiba bagi rezim pimpinan Presiden Bashar al Assad./.

Komentar

Yang lain