Perlawatan yang amat ambisius

(VOVworld) - Menteri Luar Negeri (Menlu) baru Amerika Serikat, John Kerry sedang melakukan kunjungan selama 11 hari ke 9 negara Eropa dan Timur Tengah. Berlainan dengan pendahulunya yang memilih Asia sebagai tempat persinggahan pertama, maka destinasi yang dipilih Menlu John Kerry kali ini dianggap sebagai indikasi untuk memulihkan perhatian Amerika Serikat terhadap “kontinen tua”, bersamaan itu menegaskan peranan aktif dalam mencari solusi damai di Timur Tengah. Akan tetapi, kunjungan dengan jadwal padat yang dilakukan oleh Menlu John Kerry dinilai oleh kalangan analis ialah hanya berhenti pada taraf “mendengarkan” dan “menerima”, jadi belum memberikan terobosan kongkrit manapun. 

Perlawatan yang amat ambisius - ảnh 1          


Menlu Amerika Serikat, John Kerry
(Foto: xaluan.com)

Menlu John Kerry telah tiba di Inggris pada hari Minggu, (24 Februari) untuk memulai perlawatan diplomatik yang memakan waktu 11 hari di 9 negara yaitu Inggris, Jerman, Italia, Turky, Mesir, Arab Saudi, Uni  Emirat Arab dan Qatar. Menlu John Kerry sedang melaksanakan kebijakan diplomatik baru dari Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dalam masa bakti ke-2 yaitu memprioritaskan hubungan yang kuat dengan sekutu-sekutu utama di Eropa, bersamaan itu, memperbaiki hubungan dengan negara-negara Arab.

          Bukti pertama untuk kebijakan tersebut ialah, pada pertemuan antara Menlu John Kerry dan Perdana Menteri Inggris David Cameron serta timpalannya dari Inggris, William Hague pada  Senin, (25 Februari), selain isi-isi prioritas yang bersangkutan dengan penarikan pasukan dari Afghanistan, mengkoordinasikan tindakan untuk meperkuat pasukan aliansi, Washington juga ingin mendengarkan rencana London tentang jajak pendapat terhadap masalah apakah keluar atau tetap tinggal dalam Uni Eropa. Sebagai sekutu yang paling akrab dan lama dari Amerika Serikat, ada satu hal yang pasti ialah Amerika Serikat tidak pernah menginginkan agar Inggris berada di luar Uni Eropa, terutama pada  saat krisis utang publik di Eropa sedang menunjukkan indikasi membaik dan dimulainya satu perjanjian perdagangan bebas Amerika Serikat-Uni Eropa. Dalam pesan federal pada awal bulan ini, Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah menunjukkan perhatiannya terhadap kesempatan-kesempatan yang potensial dalam hubungan lintas Atlantik dengan mengumumkan rencana yang bersangkutan dengan perundingan-perundingan tentang “perdagangan lintas Atlantik dan hubungan kemitraan investasi” yang bisa membantu membentuk satu zona perdagangan bebas yang paling besar di dunia. Oleh karena itu, ketika tiba di Berlin, (Jerman) dan Paris, (Perancis), Menlu Amerika Serikat juga berbahas dengan para pemimpin negara-negara tuan rumah tentang penguatan hubungan kerjasama lintas Atlantik.

Perlawatan yang amat ambisius - ảnh 2          

Menlu Amerika Serikat, John Kerry dan Perdana Menteri Inggris, David Cameron
(Foto: internet)

Akan tetapi, masalah yang lebih menonjol dalam kebijakan hubungan luar negeri Amerika Serikat melalui perlawatan ini berada dalam masalah-masalah Timur Tengah yang terdiri dari perang saudara di Suriah, masalah nuklir Iran dan perdamaian Israel-Palestina. Di Roma, Italia, pada 28 Februari ini, Menlu John Kerry akan ikut serta dalam satu konferensi internasional dengan wakil dari faksi oposisi Suriah untuk membahas dan mencari solusi atas krisis yang sudah memakan waktu selama 23 bulan ini. Akan tetapi, menjelang kunjungan ini, kekuatan oposisi di Suriah telah mengancam tidak menghadiri konferensi ini karena kekuatan ini menyatakan bahwa Amerika Serikat belum memberikan sokongan yang hangat kepada mereka dengan memberikan bantuan senjata. Ketika dilantik, John Kerry telah pernah membocorkan akan mengajukan ide-ide baru untuk meyakinkan Presiden Suriah Bashar al Assad supaya meninggalkan kekuasaan, tapi hingga sekarang ini, opini umum masih sedang menunggu Washington akan memilih solusi melalui kanal diplomatik atau memberikan bantuan senjata kepada kekuatan oposisi di Suriah seperti yang telah pernah diterapkan terhadap Lybia untuk mencari jalan keluar bagi krisis di negara Timur Tengah ini. Satu faktor lagi yang tidak bisa ditinggalkan dalam kunjungan Menlu Amerika Serikat, John Kerry kali ini ialah bagaimana meyakinkan Rusia, sekutu yang penting dari kekuasaan Presiden Suriah Bashar al Assad  supaya bermufakat dengan Amerika Serikat dalam memecahkan instabilitas di Suriah. Ini merupakan tugas yang teramat sulit, karena, Rusia selama ini tetap mempertahankan pandangan bahwa masalah Suriah harus diputuskan oleh penduduk negara ini, jadi bukan intervensi dari luar. Selain itu, masalah nuklir Iran juga sedang merupakan satu tantangan yang besar terhadap Washington  ketika bertepatan dengan waktu kunjungan  Menlu Amerika Serikat ini, putaran perundingan tentang nuklir antara P5 plus 1 dengan Iran mulai berlangsung dengan sangat banyak indikasi yang menunjukkan sebelumnya akan tidak mencapai hasil apapun, sedikitnya sampai saat berlangsungnya pemilihan Presiden Iran pada bulan Juni tahun ini. Dalam persinggahannya di Mesir, Menlu John Kerry memberikan pesan bahwa Amerika Serikat ingin mencapai permufakatan dari pemerintah baru Mesir, akan tetapi, nampaknya tugas ini juga tidak mudah, karena Organisasi Ikhwinul Muslimin yang sedang memimpin negara ini tidak menyukai Amerika Serikat.Di Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar yaitu simpul-simpul hubungan utama  Amerika Serikat di Timur Tengah, Menlu John Kerry akan mendapat banyak informasi untuk menghadapi krisis di Suriah, Afghanistan dan proses perdamaian Timur Tengah.

          Tidak memilih Asia seperti pendahulunya Menlu Amerika Serikat ibu Hillary Clinton  dalam perlawatan pertamanya, destinasi Menlu baru Amerika Serikat memperlihatkan bahwa alih-alih menjalankan tujuan-tujuan berjangka-panjang, Washington sedang memusatkan intervensinya pada masalah-masalah jangka pendek. Amerika Serikat telah melakukan penyesuaian strategis bagi kawasan Asia-Pasifik, tetapi tidak karena itu  melupakan kawasan-kawasan yang punya kepentingan strategis dari Washington selama ini. Jelaslah bahwa, pembalikan dalam garis politik hubungan luar negeri ini dianggap bermaksud memperkokoh posisi dan pengaruh Amerika Serikat di Eropa dan Timur Tengah. Oleh karena itu, kunjungan selama 11 hari yang dilakukan oleh Menlu baru Amerika Serikat, John Kerry dianggap sebagai “perlawatan untuk mendengarkan” tapi sangat penting, karena ia mengawali satu proses baru, yaitu membangun fundasi bersama dengan sekutu-sekutu utamanya di Eropa dan Timur Tengah, membuka kesempatan bagi Amerika Serikat untuk memperbaiki hubungan dengan dunia Arab./. 

Komentar

Yang lain