(VOVWORLD) - Presiden Prancis, Emmanuel Macron, pada tgl 05 Desember, telah menerima surat pengunduran diri dari Pemerintah pimpinan Perdana Menteri (PM) Michel Barnier setelah mosi tak percaya terhadap dia yang dilakukan oleh para legislator faksi opisisi sehari sebelumnya. Hal ini tidak hanya menandai perubahan kekuasaan politik saja, tapi juga menjatuhkan negara ini ke dalam kekacauan di konteks Prancis sedang menghadapi krisis anggaran keuangan yang serius dan semua destabilitas ekonomi yang berkepanjangan.
PM Prancis pada sidang mosi yang tak percaya di Parlemen Prancis pada tgl 04 Desember (Foto: Xinhua/VNA) |
Peningkatan tekanan terhadap Presiden Emmanuel Macron
Telah ada 331 di antara 577 legislator Prancis yang memberikan suara kontra terhadap Pemerintah pimpinan PM Barnier. Pemerintah pimpinan dia merupakan Pemerintah Prancis pertama yang dikalahkan dalam gelombang mosi tak percaya sejak tahun 1962 dan Michel Barnier menjadi PM yang memegang jabatan yang terpendek dalam sejarah Prancis.
Pengunduran diri dari Michel Barnier sebagai PM membuat Prancis jatuh pada situasi kekurangan PM dan anggaran keuangan pada hari-hari akhir tahun. Hal ini meningkatkan tekanan terhadap Pemerintah pimpinan Presiden Emmanuel Macron karena dia harus akan secara serempak menangani dua masalah yaitu keuangan yang harus akan disahkan sebelum batas waktu terakhir tgl 21 Desember dan memilih PM yang baru pada latar belakang sangat sulit untuk mencari calon mana pun yang cukup kemampuan mendapatkan dukungan dari faksi sayap kiri maupun dari faksi sayap kanan ekstrem.
Presiden Prancis sedang menghadapi imbauan-imbauan tentang pengunduran dan dia semakin mendapatkan sedikit dukungan setelah mengimbau pemilihan Parlemen Prancis secara lebih awal. Tetapi, dalam pidato di depan warga Perancis pada tgl 05 Desember, dia menegaskan akan “sepenuhnya” memegang jabatan sebagai Kepala Negara Prancis sampai akhir masa baktinya pada tahun 2027.
“Warga Perancis telah melimpahkan tugas kepada saya secara demokratis. Dan saya akan melaksanakan tugas selama 5 tahun ini secara lengkap, sampai akhir masa baksi sendiri. Tanggung jawab saya ialah menjamin kontinuitas dari negara, beraktivitas sesuai dengan ketepatan dari institusi dan kemandirian dari Tanah Air serta melindungi masyarakat ”.
Undang-Undang Dasar Prancis tidak meminta Presiden mengundurkan diri setelah Pemerintah yang dia angkat mengalami keruntuhan. Sementara itu, Prancis juga tidak bisa segera melakukan pemilihan lebih awal karena parlemen negara ini sekarang harus beraktivitas sampai dengan bulan Juni tahun 2025, tepat setahun setelah pemilihan yang paling dekat.
Semua Konsekuensi Akibat Destabilitas Politik di Prancis
Keruntuhan Pemerintah Prancis akan membawa banyak konsekuensi dan berpengaruh serius terhadap situasi politik dan ekonomi di Eropa karena posisi sebagai negara adi kuasa dari Prancis dalam Uni Eropa, terutama dalam menangani masalah-masalah internasional yang penting dari blok ini seperti iklim, keamanan, ekonomi, persaingan perdagangan, dan lain-lain.
Sebelumnya, negara tetangga Prancis yaitu Jerman juga jatuh pada situasi yang sama ketika Pemerintah Aliansi pimpinan Kanselir Olaf Scholz menghadapi bahaya pembubaran sehingga memaksa pemimpin Jerman harus menyatakan penyelenggaraan pemilihan umum secara luar biasa pada awal tahun depan. Oleh karena itu, semua masalah di dalam negeri dari baik Jerman maupun Prancis akan memojok blok ini menghadapi banyak tantangan pada waktu mendatang di konteks Uni Eropa harus masih mengusahakan jawaban bagi dua masalah penting “yang vital” ialah menghentikan konflik di Ukraina dan menghadapi kembalinya Pemerintah pimpinan Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, Donald Trump. Tentang ekonomi, destabilitas di Prancis melanda luas ke negara-negara lain di kawasan Euro. Mata uang Euro telah kehilangan 0,5 persen nilainya dibandingkan dengan mata uang USD setelah Pemerintah pimpinan PM Barnier mengalami keruntuhan dan terus menderita tekanan mengenai pengurangan nilainya, tidak hanya karena situasi di Prancis saja, tapi juga karena destabilitas-destabilitas politik yang sama di Jerman.
Pasar keuangan kawasan Euro sedang menghadapi risiko yang lebih besar, khususnya ketika para investor internasional sedang dan akan bergeser ke pasar-pasar yang lebih aman seperti Amerika Serikat dengan Presiden terpilih Donald Trump yang disertai dengan kebijakan proteksionisme Negara Amerika Serikat di atas segala-galanya”.