Rusia dan NATO memperkuat kekuatan militer

VOVworld) – Perlombaan militer antara NATO dan Rusia telah naik  ke satu amak tangga baru  ketika Inggris baru-baru ini menyatakan mengerahkan lagi 800 serdadu dan pesawat terbang tempur ke dekat lambung sebelah Barat Rusia. Peristiwa ini terjadi hanya beberapa hari setelah armada kapal induk Rusia bergerak ke dekat pantai beberapa negara anggota NATO. Kasus ini sedang meningkatkan ketegangan hubungan antara Moskwa dengan blok ini, mengancam menimbulkan distabilitas situasi di Eropa. 


Rusia dan NATO memperkuat kekuatan militer - ảnh 1
Serdaru NATO melakukan latihan peranan di Hohenfels, Jerman Selatan
(Foto: AFP/Kantor Berita Vietnam)

Terhitung sejak Konferensi Tingkat Tinggi NATO pada 7/2016, hubungan Rusia-NATO pada umumnya tidak ada indikasi yang positif dan kecenderungan memperkuat kekuatan militer sedang semakin meningkat.


NATO memperkuat keamanan defensif

Baru-baru ini, Inggris memberitahukan bahwa kira-kira 800 serdadu, tank, senapan dan pesawat terbang tanpa pilotnya akan menuju ke Estonia pada awal tahun mendatang dalam satu upaya NATO untuk menegaskan kembali komitmennya dalam  membela negara-negara di kawasan Baltik. Jumlah serdadu ini meningkat lagi 300 serdadu terbanding dengan rencana yang dikeluarkan Inggris pada awal tahun ini dan ini dianggap sebagai penggelaran serdadu jangka panjang terbesar yang dilakukan oleh Inggris ke negara-negara tetangga Rusia sejak akhir Perang Dingin hingga sekarang. Menurut sumber berita dari Kementerian Pertahanan Inggris, tentara Inggris akan berkedudukan di pangkalan militer Tapa dalam waktu 6 bulan. Empat batalyon NATO digelarkan untuk menghadapi kecemasan bahwa Rusia bisa mengancam negara-negara sekutu NATO di sebelah Timur. Gerak-gerik ini berlangsung pada latar belakang NATO sedang semakin mencemaskan bahwa armada kapal perang Rusia yang datang ke Suriah mungkin digunakan untuk menyerang target-target di kota Aleppo, Suriah.

Keputusan Kementerian Pertahanan Inggris dan NATO yang memperkuat jumlah serdadu di dekat garis perbatasan Rusia menimbulkan reaksi kuat dari pihak Rusia. Wakil Tetap Rusia di NATO, Aleksander Grushko, Senin (31/10) menyatakan bahwa Moskwa akan tidak membiarkan tindakan-tindakan ini dan memperingatkan akan melakukan langkah-langkah balasan. Menurut Grushko, gerak-gerik yang dinamakan tentara Inggris menyebutnya sebagai “memperkuat pertahanan keamanan bagi sekutu” pada hakekatnya sedang mengerosikan keamanan di kawasan. Diplomat Rusia tersebut menekankan bahwa tindakan Inggris dan NATO tidak sesuai dengan Perjanjian Dasar Rusia-NATO yang ditandatangani dua pihak pada tahun 1997, menurut itu, NATO tidak boleh mendisposisikan lagi kekuatan yang berarti di atas dasar permanen di yang dekat perbatasan Rusia. Tindakan ini memaksa Rusia harus mendorong angkatan bersenjatanya merapat ke tepian sebelah Barat perbatasan guna menjamin keamanannya.

Sebelumnya, pada Konferensi Tingkat Tinggi di Warsawa, Polandia pada 7/2016, NATO telah memutuskan memperkuat kehadiran militer di sebelah Timur bloknya  dimulai pada awal tahun 2017 dengan menggelarkan 4 batalyon dengan kira-kira 1.000 serdadu untuk tiap-tiap batalyon yang berkedudukan secara bergilir di Polandia dan tiga negara Baltik yaitu Estonia, Lavia dan Lithuania. Inggris, Kanada, Jerman dan Amerika Serikat sepakat memainkan peranan komando terhadap 4 batalyon tersebut, sedangkan 24 negara sekutu NATO akan memberikan sumbangan dalam hal transportasi, perhubungan dan kesehatan.


Bahaya terjadi perlombaan persenjataan

Kalangan pengamat menilai bahwa gerak-gerik yang bertubi-tubi ini adalah gerak militer terbesar yang dilakukan oleh NATO sejak Perang Dingin. Akan tetapi, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menegaskan bahwa NATO tidak mengusahakan konfrontasi dengan Rusia dan blok ini tidak ingin melihat satu perlombangan persenjataan. Semua yang dilakukan oleh NATO hanya bersifat defensif. Tapi, argumentasi NATO ini tidak berhasil meyakinkan Rusia. Rusia terus-menerus menyatakan bahwa tindakan menggelarkan serdadu dan menempatkan perisai rudal NATO merupakan tindakan menimbulkan permusuhan dan menimbulkan ancaman di depan pintu gerbang Rusia. Perihal NATO sedang berangsur-angsur mendekati Rusia bisa merugikan perdamaian antara Timur dengan Barat.

Dalam kenyataannya, Rusia juga tidak berpangku tangan melihat saja. Dalam gerak-gerik balasannya, Moskwa sedang memegang troef di lapangan yaitu provinsi Kaliningrad yang terletak jauh di tengah-tengah Eropa. Pada awal Oktober lalu, Rusia telah menggelarkan sistim rudal balistik Iskander di provinsi ini  dengan jarak tembak 500 kilometer  dan mampu membawa hulu ledak nuklir. Armada kapal induk Rusia yang meliputi 8 buah kapal telah berlabuh di selat Manche, Inggris. Tentara Rusia juga terus-menerus melakukan latihan perang mendadak yang berskala  besar di dekat perbatasan NATO. Ratusan ribu serdadu dan peralatan militer telah dikerahkan dalam latihan-latihan perang yang Rusia menyebutnya untuk memeriksa kemampuan siaga tempur dalam situasi darurat.

Hubungan antara Barat dan Rusia pada umumnya dan hubungan NATO-Rusia pada khususnya telah turun sampai taraf yang paling rendah setelah Perang Dingin karena dampak krisis di Ukraina dan puncaknya ialah masalah Rusia menggabungkan semenanjung Krimea dan yang terkini ialah krisis di Suriah. Menurut penilaian dari kalangan analis, kalau Rusia menjadi pihak yang menderita lebih banyak kerugian dalam hal ekonomi  ketika menghentikan kerjasama dengan Barat, maka NATO adalah pihak yang menderita pengaruh berat tentang keamanan, khususnya perang anti terorisme di Afghanistan serta seluruh kawasan Timur Tengah dan sekarang ini ialah perang anti organisasi yang menamakan diri sebagai “Negara Islam” (IS) di tengah-tengah Eropa. Hubungan yang buruk antara Rusia dan NATO serta Uni Eropa merugikan banyak kepentingan dari semua pihak. 

Komentar

Yang lain