Setahun Konflik Gaza: Semua Pihak sedang Terjebak dalam Skenario yang Paling Buruk

(VOVWORLD) - Setahun setelah meledak, konflik antara Israel dan Gerakan Hamas di Jalur Gaza telah menimbulkan akibat yang mengerikan terhadap semua pihak, bersamaan itu mulai menyebar ke front-front yang lain, memecah-belah dunia dan mengancam memojokkan seluruh kawasan Timur Tengah ke situasi kacau-balau. 
Setahun Konflik Gaza: Semua Pihak sedang Terjebak dalam Skenario yang Paling Buruk - ảnh 1Ilustrasi (Foto: VOV)

Akibat yang Mengerikan

 

Dalam data yang diumumkan pada tgl 06 Oktober, sehari sebelum genap setahun terjadinya konflik di Jalur Gaza, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberitahukan bahwa konflik telah menimbulkan akibat-akibat yang paling mengerikan. Konkretnya, konflik telah menewaskan sekitar 42.000 warga sipil Palestina di Jalur Gaza, di antaranya mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak, melukai kira-kira 100.000 orang yang lain. Hampir semua 2,3 juta penduduk di Jalur Gaza harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi, kira-kira 80 persen infrastruktur di Jalur Gaza hancur lebur, sistem-sistem sekolahan, rumah sakit, kebersihan, sumber air bersih, dan semuanya mengalami kelumpuhan. Seiring dengan itu, konflik yang terjadi secara berlarut-larut serta barang bantuan secara rutin dirintangi juga memojokkan jutaan orang di Jalur Gaza ke dalam bencana kelaparan yang permanen. 

Dalam penilaian-penilaian tentang situasi kemanusiaan di Jalur Gaza, banyak  negara dan organisasi internasional seperti : Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Program Pangan Dunia (WEF) juga menilai bahwa krisis kemanusiaan di Jalur Gaza tidak bisa diterima ketika tidak hanya  jumlah besar warga sipil yang tewas, tapi juga mencatat diabaikannya hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional. Dalam pesan yang dikirim sehubungan peringatan tahun pertama terjadinya konflik di Gaza, Sekretasris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres menyatakan bahwa situasi di Gaza telah melampaui daya tahan dari semua pihak dan perlu segera dihentikan. 

“Konflik yang terjadi setelah serangan mengerikan setahun yang lalu terus merampas jiwa dan menimbulkan penderitaan yang mendalam terhadap warga sipil Palestina di Jalur Gaza dan warga Lebanon. Kini sudah tiba waktunya harus membebaskan para sandera dan menghentikan suara senapan. Sudah tiba waktunya harus mencegah semua kesedihan dan penderitaan yang sedang menenggelamkan kawasan. Sudah tiba waktunya untuk perdamaian, hukum dan keadilan internasional”. 

Tidak hanya menghancurleburkan Jalur Gaza, konflik juga memojokkan Isarel ke dalam kesulitan. Di samping lebih dari 1.200 orang yang tewas dan sekitar 10.000 orang yang luka-luka selama setahun ini, ekonomi Israel juga mengalami kerugian yang besar. Menuurt prakiraan Bank Sentral Israel, apabila konflik terus terjadi sampai tahun depan, biaya perang yang diderita Israel akan mencapai 66 miliar USD, sama dengan 12 persen Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini, bahkan masih lebih tinggi, mengubah konflik ini menjadi perang yang paling mahal dalam sejarah Israel. Menghadapi bahaya konflik terjadi secara berlaurt-larut dan tersebar-luas, Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan September juga menurun prakiraan terhadap pertumbuhan Israel tahun ini hanya sebesar 1-1,9 persen yaitu sama dengan 1/3 prakiraan yang disampaikan pada tgl 07 Oktober tahun lalu. 

 

Konflik sedang Menyebar-luas

 

Dampak dari konflik yang terjadi pada setahun lalu sedang melampaui garis perbatasan di Jalur Gaxa dan menuju ke skenario yang terburuk yang diperingatkan kalangan pengamat yaitu konflik di Jalur Gaza ada bahaya mengaktifkan satu perang komprehensif di Timur Tengah. Sekarang, konflik telah menyebar ke Lebanon dengan  peningkatan serangan udara dan pembukan operasi serangan di darat oleh Israel di Lebanon Selatan untuk membasmi Pasukan Hezbollah, sekutu penting Hamas. 

Pakar Karima Laachir, Direktur Pusat Penelitian Arab dan Islam, Universitas Nasional Australia menilai bahwa putaran eskalasi kekerasan sekarang di Timur Tengah menunjukkan ketidak-berdayaan dari komunitas internasional, khususnya PBB serta kebijakan yang gagal dari semua pihak, terutama Israel dan negara-negara sekutu di Barat. Oleh karena itu,  menurut dia, situasi sekarang menuntut semua pihak perlu segera mengubah secara kuat pola pikir tentang keamanan yang berjangka panjang bagi seluruh kawasan, sebelum jatuh pada situasi yang tidak bisa diselamatkan. 

“Saya pikir bahwa yang paling penting ialah para pemimpin harus mengerti bahwa tidak bisa menggunakan bom dan amunisi untuk membuka jalan bagi perdamaian dan keamanan. Tidak bisa mendiskusikan keamanan bagi Israel apabila tidak mendiskusikan keamanan bagi negara-negara tetangga seperti Lebanon, Jordania, Mesir, dan lain-lain, khususnya apabila tidak membebaskan orang Palestina”. 

Ketika berbagi terhadap penilaian ini, diplomat Israel, Bapak Elie Barnavi, mantan Duta Besar (Dubes) Israel di Prancis menyatakan bahwa setahun setelah konflik di Jalur Gaza, operasi-operasi militer tidak membuat keamanan Israel menjadi baik, melainkan memburuk ketika negara ini secara serempak harus menghadapi 7 front yaitu Pasukan Hamas di Jalur Gaza, Pasukan Hezbollah di Lebanon; Gerakan Intifada di Tepi Barat; Pasukan Houthi di Yaman,; Pasukan gerilyawan di Irak; Pasukan gerilyawan di Suriah dan Iran. Oleh karena itu, solusi diplomatik, dimulai dengan satu gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza merupakan jalan satu-satunya untuk menghindari skenario yang paling buruk untuk semua pihak.

Komentar

Yang lain