Suriah: target rekonstruksi Tanah Air yang penuh kesulitan

(VOVworld) -  Untuk pertama kalinya, dalam waktu lebih dari 50 tahun ini, pada Selasa (3 Juni), para pemilih Suriah memberikan suara untuk memilih Presiden baru. Meksipun belum aaa hasil terakhir, akan tetapi dengan keunggulan yang hampir-hampir mutlak, Presiden infungsi Bashar al-Assad hampir menguasai dengan mantap kursi kekuasaan, terus menyelenggarakan negara Timur Tengah untuk masa bakti 7 tahun mendatang. Akan tetapi untuk bisa memulihkan keamanan, kestabilan, rekonstruksi Tanah Air, pada latar belakang perang saudara di negeri ini melangkah ke tahun ke-4 terus-menerus menjadi ujian yang tidak mudah diatasi. 

Yang berpartisipasi pada kampanye pemilu Presiden ini,  ada 3 capres  yalah Presiden infungsi, Bashar al-Assad, Mantan Menteri Hassan Al-Nouri dan legislator Maher Hajjair. Akan tetapi, Presiden infungsi, Bashar al-Assad hampir-hampir menduduki keunggulan mutlak untuk merebut kemenangan dalam pemilu Presiden kali ini.

Suriah: target  rekonstruksi Tanah Air yang penuh kesulitan  - ảnh 1
Presiden infungsi Suriah, Bashar al-Assad.
(Foto: thethaovanhoa.vn)


Faktor- faktor “waktu, geografi dan manusia ” yang kondusif

Yang pertama, Parlemen Suriah menetapkan bahwa seorangcapres yang  mencalonkan diri harus punya masa waktu tinggal di Suriah sedikit-dikitnya 10 tahun dan tidak mempunyai kewarganegaraan dari negara  lain, jelaslah bahwa gerak-gerik ini mencegah semua tokoh oposisi yang sedang tinggal migran di luar negeri bisa berpartisipasi pada kampanye pemilu, membuka jalan bagi Presiden infungsi, Bashar al-Assad mencapai kemenangan. Yang kedua, kira-kira 90 persen jumlah penduduk Suriah sedang tinggal di kawasan-kawasan dibawah kontrol Tentara Suriah, sehingga menjamin cukup syarat bagi suksesnya pemilu Presiden Suriah. Yang ketiga, pasukan tentara yang setia pada Presiden Bashar al-Assad pada waktu lalu terus-menerus mengontrol  kembali  serentetan  kota dan posisi strategis.

Sementara itu, situasi di kawasan juga berkembang menurut arah yang menguntungkan Pemerintah Suriah. Hasil permulaan dari putaran perundingan nuklir Iran dan kabar-kabar gembira dari negara tetangga Irak ketika persekutuan yang berkuasa sekte Syiah merebut mayoritas  suara dalam pemilu akhir-akhir ini semakin menambahkan kekuatan bagi pasukan Pemerintah pimpinan Presiden Bashar al-Assad untuk  memperkokoh posisi dan menuju mengahiri perang saudara.


Rekonstruksi Tanah Air yang penuh kesulitan
.

Tidak bisa diingkari adanya satu kenyataan bahwa sekarang Presiden infungsi Bashar al-Assad  sedang menduduki keunggulan. Namun, kemungkinan bisa mempertahankan keunggulan ini untuk jangka panjang, menurut para analis, adalah satu masalah yang sama sekali lain. Lebih dari 3 tahun setelah gelombang  pemberontakan meledak, Suriah tetap tenggelam dalam perang saudara, sehingga membuat semua segi dalam kehidupan sosial-ekonomi  jatuh  ke dalam  situasi yang teramat buruk. 160 000 orang telah tewas, 9 juta orang harus terpisah atau mengungsi di negara-negara tetangga, lebih dari 40% infrastruktur perumahan rusak. Skala perekonomian Suriah  telah merosot secara serius dan sekarang, menurut  prakiraan, proses rekonstruksi  Suriah menelan dana sebanyak  USD 165 miliar (sama dengan anggaran belanja Suriah dalam waktu 18 tahun terus menerus), belum termasuk kesulitan-kesulitan yang akan terus timbul. Pada latar belakang persaingan kawasan semakin  menjadi rumit, Pemerintah pimpinan Presiden Bashar al-Assad  sulit bisa  bertahan secara mantap jika kurang ada bantuan dari luar.

Ditambah lagi, jumlah kelompok bersenjata yang ikut berperang di Suriah tidak hanya tidak berkurang, melainkan juga berkecenderungan meningkat. Faksi oposisi  bersenjata  Suriah, yang pada pokoknya adalah kelompok mujahidin Islam dan teroris yang berhubungan dengan jaringan teroris internasional  al-Qaeda, melakukan aktivitas secara semakin luas dan berbahaya. Yang lebih berbahaya lagi  ialah situasi terpecah-pecah juga sedang menjadi nyata, ketika setiap kekuatan berupaya membangun tentara sendiri untuk bisa bebas beroperasi sendiri. Meskipun sudah merebut kontrol di banyak kawasan yang dulu termasuk dalam kekuasaan pasukan pemberontak, tapi  Pemerintah pimpinan Presiden Bashar al-Assad  tampaknya belum bisa memperoleh dukungan sepenuhnya dari rakyat. Penggunaan meriam, rocket dan bom yang menimbulkan korban besar terhadap penduduk sipil di daerah-daerah baku hamtam telah menimbulkan sentimen dendam di kalangan masyarakat. Sementara itu, belum ada indikasi yang membuktikan bahwa kelompok-kelompok bersenjata akan meletakkan senjata dan menyerah pada waktu mendatang. Kontradiksi dan konflik kepentingan, kebudayaan, kesetiaan dan lain-lain…terus-menerus muncul di kalangan masyarakat Suriah dengan perkembangan-perkembangan yang semakin rumit dan sulit dikontrol. Pada latar belakang itu, pilpres kali ini dianggap sebagai pesan yang sangat bersifat simbolik untuk menegaskan peranan memimpin dari Presiden Bashar al-Assad, bersamaan itu mengusahakan solusi untuk menghentikan bentrokan sekarang. Namun, dengan kesulitan-kesulitan dan kontradiksi internal, usaha memulihkan keamanan, kestabilan sosial yang dijalankan Presiden Bashar al-Assad pasti akan harus memakan satu penggalan jalan yang panjang.

Tiga tahun lalu, banyak orang percaya bahwa terguling-nya terhadap Presiden Bashar al-Assad adalah hal yang tidak bisa dihindari. Akan tetapi, sekarang tampaknya sudah tidak ada orang yang berfikir tentang hal ini, pilpres setelah separo abad dengan kemenangan yang hampir pasti dicapai oleh Bashar al-Assad merupakan pesan yang jelas tentang kemantapan Suriah dalam menghadapi tekanan keras yang ditimbulkan kekuatan-kekuatan dari luar. Tidak ada orang kecuali rakyat yang bisa menentukan  nasib Tanah Air dan hal ini sedang disadari oleh warga negara Timur Tengah ini, termasuk ketika sedang menghadapi banyak persoalan dalam situasi hidup menggembara./.

Komentar

Yang lain