(VOVWORLD) - Sebelum munculnya kertas dan teknologi percetakan modern, Sleukrit (buku yang ditulis di atas daun) merupakan cara utama bagi masyarakat Khmer untuk melestarikan dan menyebarkan pengetahuan kebudayaan dan peradabannya yang gemilang. Saat ini, manuskrip-manuskrip kuno sedang menghadapi kerusakan dan kehilangan. Menghadapi kenyataan yang mengkhawatirkan itu, Bapak Lot Loeng, seorang yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun untuk meneliti dan mentranskrip manuskrip-manuskrip Sleukrit, telah menyediakan waktu dan antusiasmenya untuk mengajarkan metode menulis di atas daun dan menyalin manuskrip secara gratis.
Dengan rasa cinta dan keinginan untuk melestarikan warisan budaya yang ditinggalkan generasi-generasi pendahulu bersama dengan pengetahuan yang dipelajari selama menjadi biksu dari tahun 2000 hingga 2007, Bapak Lot Loeng telah memutuskan untuk terus melakukan penelitian dan menjalankan pekerjaan menulis di atas buku daun sejak tahun 2001 hingga sekarang, meskipun pendapatan dari pekerjaan ini tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Di samping itu, dia juga tidak lupa mengajarkan teknik ini kepada generasi muda. Bapak Lot Loeng mengatakan:
“Saya belajar menulis di atas daun saat berusia 15 tahun, ketika menjadi biksu di pagoda. Dengan keinginan untuk melestarikan dan mengkonservasikan warisan budaya yang ditinggalkan leluhur, saya memutuskan untuk mengajarkan apa yang saya ketahui kepada generasi mendatang. Saya menginginkan agar generasi mendatang tahu bahwa Sleukrit merupakan warisan berharga yang ditinggalkan leluhur kepada kita.”
Bapak Lot Loeng. Foto: VOV |
Proses pembuatan "kertas daun" untuk menulis Sleukrit padanya merupakan satu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran, dimulai dengan memilih kuncup daun pohon Buong (sejenis pohon yang mirip dengan pohon kelapa sawit) yang paling besar dan indah. Warga zaman dahulu menggunakan tali untuk melilitkan kuncup daun itu guna mencegah daunnya mekar. Kira-kira setahun kemudian, daun yang sudah tumbuh lengkap akan dipotong dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah itu, daun akan dipotong menjadi persegi panjang dan diratakan.
Untuk menulis pada halaman-halaman "kertas daun" ini, Bapak Lot Loeng memberitahukan, penanya terbuat dari batang pohon kayu atau tanduk, dibulatkan dan dipotong pendek agar pas dengan genggaman tangan, dipasangkan dengan "ujung pena" yang merupakan satu ujung jarum yang diasah dengan hati-hati.
Kelas menulis di atas daun. Foto: VOV |
Pat Burat, pelajar kelas 11 yang sedang belajar teknik menulis di atas daun dari Bapak Lot Loeng, memberitahukan bahwa dulu dia hanya mengenal Sleukrit melalui film dokumenter. Setelah diajak teman-temannya untuk belajar, rasa ingin tahunya telah berangsur-angsur berubah menjadi kegemaran, dan kecintaan itu selama ini telah membuat Pat berkaitan dengan pekerjaan ini.
“Awalnya, belajar menulis sangat sulit. Saya harus menulis dengan aksara kuno. Tetapi setelah melihat kembali prestasi, saya merasa sangat gembira. Saya ingin melanjutkan kerajinan ini untuk bisa melestarikan warisan budaya yang ditinggalkan generasi-generasi pendahulu”.
Manuskrip Sleukrit. Foto: VOV |
Bapak Lot Loeng juga berbagi tentang kesulitan dalam mempertahankan dan mengembangkan kesenian ini. Meskipun Bapak Lot Loeng mengajarkan teknik menulis di atas daun secara gratis, tetapi dalam kenyataan tetap ada sangat sedikit orang yang berniat menekuni kerajinan ini karena pendapatan dari menulis di atas daun tidak tinggi.
‘Selama 20 tahun ini, saya telah mengajar banyak siswa. Tidak semua orang bisa menekuninya sampai tuntas. Kerajinan ini tidak bisa membantu orang-orang menghasilkan banyak uang atau menjadi kaya dengan cepat. Anda harus memiliki kegairahan terhadap nilai-nilai tradisional untuk menekuninya. Pada akhirnya, hanya sedikit orang yang benar-benar mempelajari dan menekuni kerajinan ini hingga sekarang”.
Dengan rasa cinta yang mendalam terhadap kebudayaan Khmer, Bapak Lot Loeng telah bersusah payah mengukir ulang manuskrip-manuskrip Sleukrit yang berharga dan mengajarkan tekniknya kepada generasi mendatang. Selain usahanya sendiri, Bapak Lot Loeng juga dengan sepenuh hati mengimbau sinergi masyarakat untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang unik, satu warisan bernilai yang perlu dihargai dan dilestarikan untuk generasi-generasi mendatang./.