Apa yang diharapkan dari permufakatan migran Uni Eropa – Turki?

(VOVworld) – Yunani, Senin (4/4), mulai membawa para migran ke Turki sesuai dengan permufakatan yang dicapai antara Uni Eropa dan Turki pada Maret 2016. Permufakatan yang dicapai Uni Eropa dan Turki ini bertujuan mengurangi tekanan dari arus migran yang membanjiri negara-negara Eropa Barat, diantaranya ada banyak migran yang nekat mengarungi laut Aegean. Sampai di mana hasil-guna permufakatan ini tetap merupakan masalah besar pada saat kekhawatiran tentang satu gelombang migran baru dengan melewati Laut Tengah ke Italia sedang muncul.


Apa yang diharapkan dari permufakatan migran Uni Eropa – Turki? - ảnh 1
Kaum migran siap kembali ke Turki
(Foto: reuters)


Menurut permufakatan yang telah dicapai antara Uni Eropa dan Turki, kaum migran yang datang di Yunani dari 20/3 akan dikembalikan ke Turki. Sebagai gantinya, negara-negara Uni Eropa juga akan harus menerima sejumlah migran yang sama yang adalah orang Suriah dari Turki menurut rumus seorang ditukar dengan seorang, artinya Turki menerima seorang, maka Uni Eropa akan menerima seorang migran Suriah juga. Target permufakatan ini ialah menutup jalan utama yang melewati laut Aegean, wilayah laut yang berada di tengah-tengah Yunani dan Turki, dimana melalui jalan ini, kira-kira sejuta migran telah membanjiri Eropa pada 2015.


Bersedia menerima

Pewasat terbang yang mengantar para pengungsi Suriah pertama dari Turki telah mendarat di bandara Hannover, Jerman, pada Senin (4/4). Gerak gerik ini berlangsung bersamaan dengan saat dimana Yunani mengirim 2 kapal yang mengirim kira-kira 200 migran ilegal kembali ke Turki sesuai dengan permufakatan antara Uni Eropa dan Turki. Dalam gelombang penerimaan pertama ini, kira-kira 42 orang Suriah telah dibawa lewat jalan udara ke Jerman. Mereka merupakan para pengungsi pertama yang dibawa secara legal dari Turki ke Uni Eropa. Diterimanya para pengungsi masuk Jerman ini merupakan sebagian dari permufakatan aksi bersama antara Uni Eropa dan Turki untuk mengatasi krisis migran yang dicapai dua pihak pada 20/3 lalu.

Menurut rencana, dari 4-6/4, ada kira-kira 750 pengungsi pertama dari pulau Lesbos, Yunani yang dipulangkan ke Turki, pada saat beberapa negara seperti Jerman, Perancis, Belanda, Finlandia dan Portugal akan merupakan negara-negara pertama yang menerima kaum migran dari Turki. Dalam gelombang pertama ini, negara-negara Eropa tersebut masing-masing akan menerima kira-kira 1.600 orang, setelah itu, Jerman bersedia menerima lagi 13.500 orang.

Sebelumnya, untuk siap melaksanakan permufakatan tersebut, Turki telah membangun dua pusat pendaftaran untuk bersedia menerima kaum pengungsi dari Yunani. Di daerah yang berhadapan dengan pulau Chios (Yunani), Turki juga telah menyelesaikan pembangunan satu pusat penerimaan seluas kira-kira 500 m2. Pusat kedua untuk pengungsi terletak di Dukili, berhadapan dengan pulau Lesbos (Yunani). Kedua pusat ini berada di daratan di provinsi pesisir Izmir, Turki Barat. Setelah menyelesaikan proses pemeriksaan kesehatan dan pendaftaran di dua tempat tersebut, para pengungsi dari Yunani itu akan dibawa dan telah tiba dengan stabil di kamp-kamp pengungsi di Turki.


Apakah permufakatan ini bisa mengurangi tekanan migran?

Permufakatan antara Uni Eropa dan Turki tentang penanganan krisis migran yang dicapai pada 20/3 lalu diharapkan akan membantu mengatasi “kemacetan” migran yang selama ini sedang sangat membebani negara-negara Eropa. Akan tetapi, sekarang masih ada banyak kesangsian tentang implementatifnya permufakatan tersebut. Di samping berbagai perdebatan tentang apakah Ankara bisa menjadi negara yang aman bagi pengungsi atau tidak, banyak orang berpendapat bahwa Permufakatan Turki – Uni Eropa merupakan pukulan keras terhadap hak manusia karena hanya dalam waktu beberapa pekan ini saja, Turki telah mendeportasikan serentetan pengungsi Suriah kembali ke negara mereka yang sedang tenggelam dalam perang saudara. Sementara itu, Pemerintah Yunani juga terperangkap dalam situasi yang sulit karena harus menghadapi situasi kekerasan menjelang pelaksanaan permufakatan antara Uni Eropa dan Turki. Pada akhir pekan lalu, ribuan pengungsi telah melakukan demonstrasi untuk memprotes rencana deportasi pengungsi kembali ke Turki. Pulau-pulau di Yunani sekarang sedang menjadi titik-titik panas setelah komunitas migran yang tersangkut di tempat ini telah melakukan pengrusakan kamp konsentrasi di Chios.

Permufakatan Uni Eropa – Turki juga menimbulkan kecemasan meningkatkan gelombang migran baru ke Italia dengan jalan laut lewat Laut Tengah. Sejak Uni Eropa dan Turki mencapai permufakatan tentang mencegah arus migran dari negara ini ke Eropa, jumlah orang yang datang ke pelabuhan-pelabuhan laut Italia lewat Laut Tengah telah naik dua kali lipat terbanding dengan jumlah orang yang datang ke Yunani dari Turki melalui laut Aegean. Kementerian Dalam Negeri Italia memprakirakan bahwa negara ini akan harus menerima kira-kira 270.000 migran pada tahun 2016, meningkat 2,5 kali lipat terbanding dengan tahun 2015. Khususnya dalam waktu 2 pekan ini sudah ada kira-kira 5.000 migran yang datang ke berbagai pelabuhan Italia, yang pada pokoknya berasal dari Libia. Tidak hanya muncul satu gelombang migran yang membanjiri Italia dengan jumlah yang besar, tapi kaum migran juga datang dari lebih banyak negara terbanding dengan waktu sebelumnya.

Sekarang masih terlalu dini untuk menegaskan hasil-guna yang sebenarnya dari permufakatan yang ditanda-tangani Uni Eropa dan Turki untuk mencegah gelombang migran ilegal yang membanjiri Eropa. Tapi hal yang pasti ialah Eropa tetap harus menghabiskan satu jangka waktu yang panjang untuk memecahkan “persoalan” yang bersangkutan dengan masalah migran. 

Komentar

Yang lain